Korantangerang.com – Lembaga Sosial
Pers Indonesia (Pers nasional) itu, lembaga sosial atau lembaga ekonomi? Kalau merujuk pada Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999, Pers (nasional) adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa, tetapi dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.
Dengan demikian, Pers nasional wajib lebih mengedepankan lembaga sosial dengan fungsi-fungsi komunikasi massa-nya daripada Pers sebagai atau dengan fungsi ekonomi-nya. Maka, Pers nasional sebagai lembaga sosial dengan fungsi-fungsi komunikasi massa-nya itu adalah “wajib”, sedangkan Pers nasional sebagai lembaga ekonomi adalah “sunnah”.
Lembaga sosial dalam Pers sebagai lembaga sosial, tentu saja, bukan seperti lembaga sosial yang berbentuk yayasan atau ormas, karena Pers sebagai lembaga sosial itu “diikat” dengan fungsi wahana komunikasi massa.
Meski begitu, dalam hal-hal tertentu, pers bertindak pula benar-benar sebagai lembaga sosial, misalnya, dengan menghimpun dana dari masyarakat, kemudian menyalurkannya kepada mereka yang berhak (mustahik).
Baik media massa cetak maupun media massa elektronik melakukan hal yang sama, dan uang puluhan atau ratusan miliran rupiah terkumpul untuk kepentingan sosial. Dalam musibah-musibah tertentu, kita sering melihat penggalangan dana dari masyarakat melalui media massa, baik cetak maupun elektronik, lalu diserahkan kepada masyarakat.
Dalam musibah besar Tsunami (Provinsi Aceh), misalnya, uang terkumpul sampai ratusan miliar rupiah, hasil amal sosial media massa. Ada yang menyesalkan, karena musibah Tsunami di-eksploitasi Pers, tetapi justru kemudian membangkitkan kesadaran dan amal sosial.
Lukas Suwarso (wartawan) menyebut media massa di Indonesia lebih baik daripada media massa di Amerika Serikat, berkaitan dengan kegiatan sosial (gotong royong). Tak ada kegiatan pengumpulan amal ketika badai Katrina menyerang Amerika Serikat.
Berbeda dengan media massa di Indonesia yang cekatan beramal, misalnya ketika terjadi musibah Tsunami. Kata Lukas Suwarso, mungkin, ini karena perbedaan paradigma media massa di Amerika Serikat yang hanya to report what other people said and done.
Media massa Amerika Serikat tak merasa harus ikut serta, tetapi cukup mewartakan siapa yang harus bekerja untuk itu dan bagaimana kinerjanya. (Kompas, 13/09/2005). Maka, nyatalah, media massa di Indonesia, juga tampak berfungsi sebagai lembaga (amal) sosial.
Lembaga Ekonomi
Pers dengan fungsi sebagai lembaga ekonomi, di Indonesia khususnya, tak sepenuhnya bebas, karena (misalnya) Pers dilarang memuat iklan peragaan wujud rokok dan penggunaan rokok (Huruf c Pasal 13, Bab III, UU No.40/1999).
Iklan rokok boleh, tetapi dibatasi.
Contoh lain. Media massa boleh ditambah dengan modal asing, dengan syarat harus melalui pasar modal. Pada penjelasan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers disebutkan, penambahan modal melalui bursa itu untuk menghindari agar modal asing tak melebihi modal orang pribumi, artinya, modal asing tak boleh dominan
(Penjelasan atas Pasal 11, Bab III, UU No.40/1999).
Sepuluh Prinsip Dennis McQuail
Dennis McQuail mencatat 10 prinsip yang menunjukkan bahwa media massa sebagai lembaga ekonomi, yakni (a) media berbeda atas dasar apakah media tersebut mempunyai struktur fixed dan variable cost, (b) pasar media mempunyai karakter ganda : dibiayai oleh konsumen dan atau oleh para pengiklan, (c) media yang dibiayai oleh pendapatan iklan lebih rentan atas pengaruh eksternal yang tidak diinginkan, (d) media yang didasarkan pada pendapatan konsumen rentan krisis keuangan jangka pendek, (e) perbedaan utama dalam penghasilan media akan menuntut ukuran kinerja media, (f) kinerja media dalam satu pasar akan berpengaruh pada kinerja di tempat lain (pasar lain), (g) ketergantungan pada iklan dalam media massa berpengaruh pada masalah homogenitas program media, (h) iklan dalam media yang khusus akan mendorong keragaman program acara, (i) jenis iklan tertentu akan menguntungkan pada masalah konsentrasi pasar dan khalayak, (j) persaingan dari sumber pendapatan yang sama akan mengarah pada keseragaman.
Sehubungan dengan kepemilikan media massa zaman modern sekarang ini,
McQuail menyebut bahwa fenomena media massa modern mempunyai dwikarakter, yakni karakter sosial, budaya, politik, dan karakter ekonomi. Bahkan kemudian, faktor ekonomi inilah yang menjadi penentu perilaku media massa. Artinya pula, media memasuki era baru, era industri untung dan rugi. Wartawan jadi bagian dari “mesin” produksi berita? (Dean Al-Gamereau).