Me-Malioboro-kan Royal di Kota Serang. Mungkinkah?


Korantangerang.com – Malioboro? Siapa pun yang berkunjung ke Daerah Istimewa Yogyakarta, dipastikan merasa tak lengkap-sempurna kalau tak berkunjung ke Kawasan Malioboro. Peran Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Pemerintah Republik Indonesia cukup signifikan dalam membesarkan Malioboro yang kini jadi kebanggaan warga Yogyakarta khususnya.

Malioboro terus berubah, berkembang, jadi kawasan bisnis dan kawasan wisata, berbingkai budaya Yogyakarta. Geliat Malioboro kemudian berkontribusi besar dalam ekonomi, lapangan kerja, dan budaya.

Sejarah Malioboro bisa dibaca dalam tulisan karya Ave Maria, berjudul “Malioboro”. Menurut Guru Besar Sejarah dari Universitas Indonesia (UI), Prof. Dr. Peter Brian Ramsey Careey, Malioboro berasal dari bahasa Sansekerta malyabhara yang berarti karangan bunga. Malya berarti bunga dan bhara, dari kata bharin, artinya, mengenakan, lalu dimaknai jadi jalan yang mengenakan bunga, untuk menunjukkan sesuatu jalan yang istimewa. Kawasan Karangan Bunga yang menjadi Malioboro ini dibangun kira-kira pada tahun 1750 Masehi.

Tiga “Pilar” Modal “Malioboroisasi”
Di Kota Serang (Provinsi Banten) ada kawasan Royal, di Jalan Sultan Ageng Tirtayasa. Menurut Lia Nualia, dalam artikel “Perkotaan Kolonial pada Abad XIX-XX, di Kota Serang, Banten, Kajian Arkeologi – Historis” (2013), wilayah Kota Serang semula bagian dari Kabupaten Serang. Gubernur Jenderal Hindia Belanda, H.W.Daendels (1808-1811) membangun Kabupaten Serang ini sekitar tahun 1808.

Saat ini, di Kawasan Royal ada berbagai kegiatan bisnis oleh masyarakat, seperti kuliner, pertokoan, lahan parkir dan aktivitas bisnis lainnya. Untuk yang terakhir ini, kawasan Royal tak jauh berbeda dengan kawasan Malioboro.
Lalu, mungkinkah Kawasan Royal di Kota Serang Banten jadi seperti Kawasan Malioboro di Yogyakarta? Mungkin, dan ini akan sangat tergantung pada kemauan Pemerintah dengan dukungan penuh masyarakat Banten sendiri. Kalaupun mau diformat agar seperti Malioboro, mungkin saja memerlukan kajian dan penelitian, dengan jawaban untuk pertanyaan, apakah mungkin Royal jadi (seperti) Malioboro?

Ini sekadar gambaran atau tepatnya angan-angan saja, penataan Kawasan Royal sebaiknya dilakukan agar menjadi pusat bisnis dan wisata seperti Malioboro. Ini pertimbangan saya, di sekitar Kawasan Royal ada Kawasan Taman Sari, Stasiun Kereta Api (KA) Serang (jurusan Rangkasbitung dan Merak) yang masih bergaya bangunan zaman Belanda.

Kawasan Royal dan sekitarnya memiliki tiga “pilar” utama untuk di-Malioboro-kan, bisnis, taman sari dan stasiun KA. Setelah beberapa kali berkunjung ke Malioboro dan sering berbelanja di Royal, muncul gagasan dan bertanya, masa, Royal tak bisa jadi Malioboro?

Saya tak menyelami pemikiran pejabat, politisi, budayawan di Banten untuk angan-angan saya ini. Hanya saya berharap, mereka pun punya pemikiran yang sama. Kalaupun tak setuju, atau ada kawasan lain yang bisa di-Malioboro-kan, tentu hak setiap orang untuk mengungkapkan pendapat sebagai mawjud freedom of expression.

Intinya, ingin agar Kota Serang tempat saya tinggal, dibesarkan dan kini mengabdi jadi dosen, punya jalan “kenangan”, jalan yang dikenang dengan citra baik setelah wisatawan berkunjung ke Kota Serang.

Aje Ngaku Wong Serang

Kalau angan-angan saya terlaksana, dalam suatu waktu, mungkin saja kemudian orang berujar, “Kalau ke Kota Serang tak ke Royal, itu ibarat ke Makkah tetapi tak ke Madinah”. Atau dalam bahasa lokal Jawa Serang, “Aje ngaku wong Serang lamun durung jedogan ning Royal”. Lalu, saya melangkah ke pemetaan konsep, karena gagasan tak ingin hanya tinggal gagasan, harus tuntas, dan itu saya wujudkan ke dalam sebuah konsep. Konsep “Malioboroisasi” Royal yang berbasiskan hasil penelitian. Ini saja dulu.

Provinsi Banten sudah berdiri nyaris seperempat abad, sejak tanggal 4 Oktober tahun 2000. Orang Banten meng-akronim-kannya Patok 2000. Kota Serang dipilih jadi ibu kota Provinsi Banten. Dan, kalau kemudian ada “Malioboro” di jantung kota Provinsi Banten itu, mengapa tidak? Bagaimana, Bapak Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Serang ?.

(H. Raden Edi Sumatirta, S.E.,S.T.,M.M. Ketua Program Studi Akuntansi, Universitas Muhammadiyah A.R. Fachruddin (UNIMAR) Tigaraksa – Tangerang)


Next Post

Rangkaikan HDKD Ke-78, Lapas Kelas IIA Tangerang Ikuti Pembukaan Doa Kemenkumham Untuk Negeri 

Jum Jul 7 , 2023
TANGERANG – Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Tangerang Kantor Wilayah Kemenkumham Banten mengikuti kegiatan Pembukaan Rangkaian Hari Dharma Karya Dhika […]