Korantangerang.con – Apa yang boleh dituntut pembaca atau sumber berita ketika wartawan salah menulis berita? Mereka bisa menempuh hak jawab, dan wajib dilayani oleh media massa. Ayat (2), Pasal 5, Bab II, UU No. 40/1999 tentang Pers menyebutkan, “Pers wajib melayani hak jawab”. Wajib, dalam terminologi syariah, diberi pahala kalau dilaksanakan dan disiksa kalau tak dilaksanakan. Oleh karena itu, pers yang ingin memperoleh pahala harus melayani hak jawab yang hukumnya wajib itu.
Bagaimana kalau hak jawab itu tak dilayani pers (media massa)? Perusahaan pers bisa dipidana denda paling banyak Rp500 juta rupiah, sebagaimana bunyi Ayat (2), Pasal 18, Bab VIII, UU No. 40/1999 tentang Pers.
Dewan Pers banyak sekali menerima pengaduan dari khalayak pembaca, pemirsa, dan sumber berita yang merasa dirugikan oleh karya jurnalistik. Mereka kemudian melaporkan beberapa media massa ke Dewan Pers atas pemberitaan diri merka yang dinilai sangat merugikan. Mencemarkan nama baiknya.
Dewan Pers, memang, menerima pengaduan pula dari masyarakat, sebagaimana bunyi Huruf d, Ayat (2), Pasal 15, Bab V, UU No.40/1999 tentang Pers, “memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers”.
Lalu, bagaimama proses selanjutnya, tentu Dewan Pers punya prosedur sendiri. Apa yang dilakukan Tina Talisa itu contoh yang baik, dan patut ditiru kalau memang ada pembaca atau sumber berita yang merasa dirugikan oleh pemberitaan media massa.
Pada sebuah buku yang diterbitkan Dewan Pers, ada ajakan di situ, di halaman belakang, “Anda dirugikan oleh pemberitaan Pers? Gunakan Hak Jawab Anda! Ada pesan lain dari Dewan Pers, “Tembuskan surat sanggahan Anda ke Dewan Pers, agar kami dapat membantu penyelesaiannya”.
Di mana Dewan Pers? Gedung Dewan Pers Lantai 7, Jln. Kebon Sirih No. 32 – 34 Jakarta Pusat 10110, telepon 021-3521488, 350874, faks. 021-3452030. Itulah jalan ke Dewan Pers.
Wartawan takut dilaporkan ke Dewan Pers? Tak usah takut, selama hati selalu berniat baik dan lidah (lisan) selalu berkata (menulis) yang benar. Bukankah pula, jadi wartawan adalah sebuah profesi, dan sering mengandung risiko?
Ada pedoman profesi, sandi susila jurnalistik, atau kode etik jurnalistik (KEJ).
Renungkan dulu sebelum berita dimuat atau dikirim : adakah pelanggaran terhadap kode etik jurnalistik khususnya? Berita yang lengkap, dan ditulis dengan bahasa Indonesia yng baik dan benar, mengandung unsur 5W dan 1H, belum tentu bersih dari dugaan pelanggaran terhadap KEJ. (Dean Al-Gamereau)



