Papua – Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto dan Kepala Polri Jenderal Pol Tito Karnavian menghadiri pertemuan tokoh lintas agama di Jayapura, Papua, Jumat (6/9).
Para tokoh lintas agama dalam pertemuan itu juga mendeklarasikan diri untuk menjaga perdamaian di Papua.
Pertemuan dan deklarasi tersebut dipimpin Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Papua Amsal Yowei.
Amsal mengawali pertemuan yang berlangsung di kawasan Entropitu dengan membacakan hasil rapat Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Papua.
Dalam rapat FKUB Papua, komunitas agama menyepakati sejumlah hal pascainsiden rasialisme yang berujung kerusuhan.
FKUB Papua mengimbau seluruh elemen masyarakat untuk menjaga dan mempertahankan perdamaian di tanah Papua.
Kemudian, menyatakan penolakan terhadap aksi rasialisme dan demonstrasi yang berpotensi menimbulkan aksi anarkistis.
Selain itu, FKUB menyarankan pengelola asrama mahasiswa Papua di luar daerah memerhatikan dan melindungi mahasiswa hingga menyelesaikan pendidikan.
Ketua FKUB Papua Pendeta Lipius Biniluk berharap demonstrasi berujung kerusuhan yang terjadi pada 29 Agustus 2019 tidak terjadi lagi di tanah Papua. Dia mengimbau warga berhati-hati dalam menerima dan menyebarkan informasi.
“Selalu mengecek kebenaran informasi agar tidak mudah terprovokasi hoaks,” kata Pendeta Lipius.
Pada 29 Agustus, massa berdemonstrasi di Jayapura untuk menentang tindakan rasialisme terhadap mahasiswa Papua.
Demonstrasi yang diwarnai dengan aksi perusakan dan pembakaran itu menurut data Kepolisian Daerah Papua, menyebabkan kerusakan kantor pemerintah, kantor bank, kantor perusahaan, rumah makan, toko, kios, kendaraan warga, mal, dealer mobil, dan anjungan tunai mandiri.
Gubernur Papua Lukas Enembe menyampaikan komitmennya untuk menjaga keutuhan NKRI dan tidak akan membiarkan konflik Papua kembali terjadi dalam periode kepemimpinannya. Ia berjanji akan memberi jaminan kepada setiap orang yang hidup di Tanah Papua.
Dia menegaskan, setiap masyarakat memiliki hak untuk tinggal di seluruh wilayah nusantara, tak terkecuali di provinsi yang dijuluki sebagai Bumi Cenderawasih. “Apa pun itu, kami sudah sepakat untuk hidup berdampingan di Provinsi Papua,” katanya.
Kegiatan deklarasi damai juga dilakukan pemerintah daerah dan seluruh elemen masyarakat Kota Sorong, Provinsi Papua Barat. Mereka sepakat menjaga keamanan dan kedamaian Kota Sorong sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Kesepakatan damai tersebut dilakukan dalam bentuk deklarasi dengan tema \”Kota Sorong Damai\” yang digelar di lapangan hoki Kota Sorong, Jumat (6/9).
Kegiatan itu dihadiri Wali Kota Sorong Lambert Jitmau, aparat TNI dan Polri, serta seluruh kepala suku, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh pemuda, dan tokoh perempuan. Bahkan, deklarasi “Kota Sorong Damai” oleh pemerintah dan elemen masyarakat tersebut diliput media Australia.
Wali Kota Sorong Lambert Jitmau mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, terutama aparat TNI dan Polri, yang menjaga keamanan Kota Sorong.
Dia mengatakan, pemerintah dan seluruh komponen masyarakat sepakat menjaga keamanan dan kedamaian Kota Sorong agar pembangunan daerah berjalan lancar guna kesejahteraan masyarakat.
“Warga Kota Sorong datang dari berbagai latar belakang suku, agama, budaya, dan adat-istiadat. Namun, itu bukan menjadi jurang pemisah, tetapi menjadi satu kesatuan dan kekuatan untuk membangun Indonesia,” ujarnya.
Menurut dia, sarana umum di Kota Sorong yang dibangun oleh pemerintah daerah dengan perjuangan dan waktu yang lama, rusak sekejap akibat demo anarkistis.
Dia menyadari, aksi demonstrasi merupakan hal wajar karena menyampaikan pendapat di depan umum dijamin dalam undang-undang.
Namun, dia mengingatkan, aksi demonstrasi tidak boleh anarkistis, apalagi sampai merusak fasilitas umum.
Ia mengajak seluruh masyarakat Kota Sorong agar menjaga keamanan dan kedamaian sehingga pembangunan terus berjalan sehingga terwujud kesejahteraan masyarakat.(“).



