Pandeglang – Pemerintah Kabupaten Pandeglang diharapkan meminta maaf kepada publik, terkait adanya kebijakan yang dinilai melanggar norma dan aturan kepatutan dalam ber-tata negara, dengan tetap memberi gaji serta tunjangan daerah (Tunda) pada 12 Aparatur Sipil Negara (ASN) koruptor.
Padahal aturan tentang ASN sudah sangat jelas, baik itu UU Nomor 18 Tahun 1961, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 1966, maupun UU Nomor 5 Tahun 2014 yang kemudian dipertegas melalui Keputusan Bersama antara Mendagri, Men PANRB, dan Kepala BKN, agar segera memecat ASN yang terlibat kasus korupsi.
Hal itu ditegaskan Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PC NU Pandeglang, Zaenal Abidin yang menyatakan, pembebanan atas keuangan daerah sebesar Rp. 921 juta lebih, murni akibat lambannya Pemerintah Daerah (Pemda) dalam mengambil sebuah putusan hukum. Sehingga hal tersebut menjadi temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI, lantaran besaran anggaran yang dibayarkan untuk memberi hak ASN korupsi itu, telah membebani APBD.
“Meski dianggap tidak ada kerugian negara dan Pemkab Pandeglang saat ini sedang berproses membuat Surat Keputusan (SK) pemecatan atau Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap 9 ASN dari 12 ASN koruptor tersebut. Sejatinya itu telah menjadi bukti buruknya akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Karena dari tindakan lamban itulah, berimplikasi pada pemebebanan kas daerah,” tegas Zaenal, Senin (15/7/2019).
Ketua Lakpesdam PC NU Pandeglang ini pun mengaku sedang mengkaji, ada atau tidaknya unsur pidana atas pembebanan yang terjadi tersebut. Karena hal itu dianggapnya, bukan persoalan sederhana.
“Tentu ini bukan persoalan sederhana, menjadi beban daerah pada sesuatu yang tidak perlu itu, justru merugikan kita semua. Kejadian ini bukti masih buruknya akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah,” tambahnya.
Adanya persoalan itu saran Zaenal, agar bupati turun tangan langsung untuk memberikan teguran keras terhadap bawahannya. Karena ia menilai, saran-saran yang diberikan bawahnya itu adalah saran keliru dan tidak mencerminkan pejabat yang baik.
“Jelas bupati harus memberi teguran keras kepada Sekretaris Daerah (Sekda), Asisten Daerah, kepala Badan Kepegawaian dan Diklat (BKD) dan Bagian Hukum. Karena tidak menyodorkan kajian hukum yang memadai soal posisi ASN yang terlibat korupsi serta resiko apa yang bakal ditanggung Pemda,” ungkap Zenal.
Lebih jelas lagi Zaenal memaparkan, ketika bupati mendapat teguran keras dari Mendagri, ini jelas kesalahan bawahan memberi advis ke pimpinan. Dan Sekda selaku Pembina ASN, jangan bertindak sewenang-wenang, karena yang diberikan untuk gaji para ASN koruptor itu, bukan duit pribadi Sekda melainkan uang rakyat.
“Karena tindakan mendorong bupati mengeluarkan surat ke Mendagri meminta kelonggaran hukuman atas ASN yang melakukan tindak pidana korupsi, itu jelas saran keliru. Dan untuk diketahui, kalau uang yang dipake membayar itu, adalah uang rakyat bukan uang Sekda, atau uang pribadi. Jadi tolong mengelola birokrasi Pemerintahan jangan se enak maunya. Kalau duitnya duit pribadi, mau atas dasar kemanusiaan atau bahkan dibagi secara Cuma-cuma, silakan saja,” tegasnya lagi.
Buktinya tambah dia, setelah ada temuan BPK RI seperti demikian, tidak ada yang mengembalikan secara sukarela. Maka dari itu ia mendesak agar Pemkab Pandeglang meminta maaf terhadap publik, karena ada sistem yang salah kaprah yang dijalankan hanya untuk memanjakan koruptor.
“Sudah sepatutnya Pemda meminta maaf ke publik atas kejadian tersebut, bukan malah meremehkan persoalan seperti tercermin pada statemen Sekda. Segera meminta maaf ke publik, kembali ke jalan yang benar dengan berpedoman pada Peraturan Perundang-Undangan yang ada,” pungkasnya. (Daday)