Wartawan : Hati dan Lidah


Korantangerang.com – Beberapa presiden Amerika Serikat menempatkan media centre dekat dengan ruang kerjanya, di Gedung Putih. Ini untuk memudahkan presiden ketika ingin berdiskusi atau mendengar suara pers secara langsung. Wartawan diajak bicara, diajak bertukar pikiran tentang banyak masalah, untuk memecahkan banyak masalah. Wartawan jadi teman diskusi.

Berita atau informasi akan jadi referensi bagi pemegang kebijakan, semisal seorang presiden. Di tingkat provinsi atau kabupaten/kota, tentu jadi referesi bagi seorang gubernur/bupati/wali kota..

Ketika berita atau informasi yang diterimanya keliru, bayangkan, pemegang kebijakan akan merumuskan kebijakan yang keliru pula. Sebaliknya, ketika berita atau informasi yang diterimanya benar, bayangkan pula, dia akan merumuskan kebijakan yang benar, dan akan menuntun pada kebaikan dan kemaslahatan.

Wartawan, jadi pula the man behind the gun for the public policy, kan?
Ketika wartawan diajak mendiskusikan berbagai persoalan kepentingan umum, diminta masukan oleh pihak eksukutif atau pihak legislatif, maka semua itu sebagai pengakuan dan sekaligus kehormatan bagi profesi wartawan.

Jadinya, wartawan harus serba tahu. Dan, jeleknya jadi wartawan, konon, harus serba tahu. Ungkapan klasik wartawan, journalist write in water, here today and gone tomorrow, tampaknya, tak berlaku bagi sumber berita yang sakit hati karena merasa difitnah, lalu sakit hatinya terbawa tidur dan mimpi. Berita jadi begitu melekat, tak seperti menulis di atas air, tak pula berlalu begitu saja, kemudian dilupakan.

Boleh jadi, wartawan bisa tidur nyenyak karena berita yang ditulisnya dimuat, dibaca khalayak, dan ditanggapi, sedangkan sumber berita bahkan tak bisa tidur karena guling gasahan sakit hati atas kesalahan berita yang ditulis wartawan.

Saya semakin yakin atas ungkapan (ada juga yang menyebut hadis), al-insaanu bi ashgharayhi : qalbihi wa lisaanihi, yang artinya, keselamatan manusia tergantung pada dua benda kecil di dalam tubuhnya : hatinya dan lidahnya. Berita yang ditulis itu berasal dari lidah, yang ada di mulut. Satu lagi ungkapan, salaamatu ‘l-insaani fi hifdzi ‘l-lisaani, artinya, keselamatan manusia tergantung pada pemeliharaan atas lidahnya.
Cak Nur (Nurcholish Madjid) pernah berkelakar kepada wartawan, dalam sebuah oborolan santai. Cak Nur menyebut, wartawan itu orang yang mencari nafkah dari mulut orang. Ya, memang, wartawan bertanya dengan mulut, dan sumber berita menjawab pertanyaan wartawan dengan mulut pula.

Wartawan bekerja dari mulut ke mulut, dari wawancara ke wawancara yang tentu saja kedua-duanya menggunakan mulut. Cak Nur sendiri, sering sekali “menginfakkan” mulutnya untuk wartawan. Kritik atau komentar-komentarnya yang cerdas dan bermakna, sering jadi berita utama media massa.

Lukman Al-Hakim (namanya ada dalam Al-Qur’an), suatu hari, diminta daging yang paling baik oleh majikannya. Lukman menyembelih domba, lalu mengambil hati dan lidah untuk diserahkan kepada majikannya. Kali lain, majikan Lukman meminta daging yang paling buruk. Sama saja. Lukman menyembelih domba juga, hati dan lidah diambil. lalu diserahkan kepada majikannya.

“Hai, Lukman! Mengapa hati dan lidah yang kauserahkan ketika aku meminta daging yang paling baik dan daging yang paling buruk?” tanya majikannya, heran sekali. Jawab Lukman, “Paduka Tuanku! Kita jadi yang paling baik dan yang paling buruk karena hati dan lidah”. Wartawan, pertama-tama, peliharalah hati dan lidah!

Wartawan tidak boleh bertikad buruk. Beritikad, tentu, pekerjaan hati. Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik PWI (2023) menyebutkan, “Wartawan tidak beritikad buruk, tidak menyiarkan karya jurnalistik yang menyesatkan, tidak memutarbalikkan fakta, melakukan plagiat, berita bohong/hoaks, fitnah, cabul, dan sadis”. (Dean Al-Gamereau)


Next Post

Pj Gubernur Banten Al Muktabar: Peringatan Hari Kebangkitan Nasional Momentum Wujudkan Indonesia Emas 2045

Sen Mei 20 , 2024
KORANTANGERANG.COM – Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar mengatakan Peringatan Hari Kebangkitan Nasional dapat menjadi momentum untuk bersama-sama dalam mengisi […]