Jakarta – Pengacara OC Kaligis melayangkan surat kepada Presiden Prabowo Subianto menyangkut soal adanya 365 guru besar medis gelar profesor perguruan tinggi se-Indonesia resah akibat tindakan Menkes Budi Gunadi Sadikin mengeluarkan keputusan tentang kolegium.
“Selama 50 tahun lebih, para guru besar yang tergabung dalam kolegium menjalankan tugasnya tanpa campur tangan Menteri Kesehatan,” kata Kaligis, Kamis (12/6/2025).
Kaligis mengatakan bahwa tindakan Menteri Kesehatan tersebut sangat menggangu para puru besar di bidang medis, maka dirinya selaku kuasa hukum sejumlah profesor medis mengirimkan surat ke Presiden Prabowo Subianto tertanggal 12 Juni 2025 dengan registrasi No. 615/OCK.VI/2025.
Hal itu terkait Menkes mengangkat langsung Kolegium Dokter Spesialis melalui SK Menteri Kesehatan No.HK.01.07/MENKES/1581/2024 tertanggal 30 September 2024 tentang Keanggotaan Kolegium Kesehatan Indonesia Periode 2024-2028.
Pengacara yang juga Guru Besar Universitas Negeri Manado (UNM) Sulawesi Utara itu menambahkan adanya SK Menkes menimbulkan banyak perkara di pengadilan yang merasa tidak setuju dengan kebijakan Menkes tersebut.
Padahal, menurut Prof. OC Kaligis itu sudah puluhan ribu dokter spesialis yang dihasilkan oleh kolegium.
Namun keprihatinan para guru besar terhadap keputusan Menkes itu semoga dapat menjadi atensi Presiden Prabowo Subianto.
Masalah itu karena selama ini para guru besar bebas untuk melakukan pendidikan dokter spesialis tanpa campur tangan Menteri Kesehatan.
Demikian pula masalah kesehatan adalah untuk kepentingan publik bukan komoditas politik Menteri Kesehatan, bahwa sejak kolegium dibentuk 50 tahun lalu tanpa ada masalah, tapi saat ini ada persoalan serius diantaranya karena menteri yang diangkat bukan ahlinya.
Saat ini sudah lebih dari 40.000 dokter spesialis yang berkerja pada berbagai rumah sakit di Indonesia dan mereka merupakan pro kesehatan masyarakat.
Kendala lain adalah dikeluarkan yakni PP No.28 tahun 2024, Menkes memiliki wewenang penuh dalam pengangkatan dan pemberhentian anggota kolegium, hal ini mengancam kolegium sebagai lembaga ilmiah dan bebas dari intervensi politik.
Sedangkan kesehatan bukan komoditas, bahwa kebijakan Menkes itu berpotensi mengubah sistem kesehatan yang melayani pasar premium, maka mengorbankan kebutuhan dasar rakyat untuk hidup sehat dengan biaya murah. (*)