Pidato Presiden Prabowo Subianto dalam sidang tahunan MPR dan sidang bersama DPR dan DPD tahun 2025 menyebut perbedaan pandangan itu boleh. Bagi pihak di luar pemerintahan mempersilakan memberikan koreksi karena pengawasan dan kritik dibutuhkan.
“Walaupun kadang-kadang kritik itu menyesak juga, tapi tidak ada masalah. Jangan berhenti kritik,” katanya di Komplek Gedung Parlemen, Jumat (15/08/2025).
Prabowo meminta partai politik dalam barisan koalisi pemerintah berani mengawasi dan mengoreksi. “Tidak boleh ada yang merasa lebih kuat dari hukum. Tidak boleh ada yang merasa tidak dapat diatur, tidak dapat diperiksa,” ujarnya.
Pernyataan Prabowo itu menuai respons dari kalangan masyarakat sipil. Salah satunya Amnesty International Indonesia yang mencatat fakta jelang peringatan 80 tahun proklamasi kemerdekaan ada 903 orang dijerat UU ITE dan makar sejak 2018.
Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mencatat jumlah itu dihitung dalam periode Januari 2018 sampai Juli 2025. Usman mengatakan ratusan orang yang dijerat itu dikriminalisasi menggunakan Pasal tentang kebencian, pencemaran nama baik, dan makar.
“Presiden menyatakan butuh koreksi, pengawasan, dan kritik sekaligus meminta pihak-pihak di luar pemerintahan agar jangan berhenti kritik. Faktanya masih banyak warga mengalami kriminalisasi hanya karena bicara kritis. Bahkan Presiden tidak menyebut pelanggaran HAM masa lalu sama sekali,” kata katanya dikonfirmasi, Sabtu (16/08/2025).