Perubahan perilaku Serta Imunisasi Cegah Tertular Dan Penularan Covid-19

????????????????????????????????????????????????????????????

Jakarta – Meskipun dunia belum menemukan obat spesifik yang dapat membunuh virus SARS-Cov, namun pemerintah dan para pakar terus melakukan penelitian sifat dan karakteristik virus penyebab pandemi Covid-19 ini.

Saat ini, upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah tertular dan penularan hanya melalui intervensi perubahan perilaku dan imunisasi. Karena, imunisasi memberikan dampak langsung berupa perlindungan individu yang mendapatkan vaksin, dan jika berhasil mencakup minimal 75 persen dari populasi maka akan tercapai kekebalan kelompok (Herd Immunity).

“Dengan begitu, 25 persen populasi yang karena alasan tertentu tidak mendapatkan imunisasi, akan mendapatkan manfaat perlindungan juga karena virus yang beredar di masyarakat sudah sangat sedikit,” ungkap Brian Sri Prahastuti, Tenaga Ahli Utama Kedeputian II Bidang Pembangunan Manusia Kantor Staf Presiden (KSP) belum lama ini.

Menurut Brian, secara rinci program imunisasi dilakukan untuk menurunkan angka kesakitan (morbiditas) dan menurunkan kematian (mortalitas). Merujuk pada tujuan tersebut, tentunya pengembangan vaksin dilakukan untuk menemukan vaksin yang paling efektif dan aman.

Prinsip yang sama dilakukan untuk vaksin Covid-19, yaitu setelah pengujian di ruang laboratorium, akan diikuti dengan uji klinis pada manusia. Vaksin yang lolos uji klinis tahap dua sebetulnya sudah dapat memberikan gambaran awal bahwa vaksin tersebut adalah efektif dan aman. Uji klinis tahap tiga dilakukan dengan jumlah sampel yang lebih besar antara kisaran 1.000-10.000 sehingga efek yang tidak diinginkan ataupun kejadian ikutan pasca imunisasi sekalipun kecil kemungkinannya, mungkin bisa terdeteksi.

“Pemahaman Indonesia memang lebih baik untuk vaksin produksi Sinovac karena Indonesia terlibat dalam uji klinis tahap tiga, serta PT Bio Farma (Persero) akan terlibat juga dalam proses produksinya pada tahapan tertentu. Dan kita ketahui bahwa Bio Farma dalam produksi vaksin dan Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) dalam uji klinis vaksin memiliki kredibilitas tinggi secara internasional,” paparnya.

Dengan fakta tersebut, Brian menegaskan, masyarakat tidak perlu ragu atas kesimpulan dan rekomendasi akhir. Apalagi proses ini juga melibatkan Indonesia In Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI).

Prinsip keamanan menjadi pertimbangan utama dalam pelaksanaan vaksinasi COVID-19. Brian mengungkapkan, pemerintah melibatkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai lembaga resmi di Indonesia yang memberikan izin edar dan punya persetujuan penggunaan darurat (Emergency Use Authorization/EUA). Saat ini BPOM bahkan tengah melakukan kunjungan ke Pabrik Sinovac di China untuk melakukan penilaian proses produksi, bersamaan dengan uji klinis tahap tiga yang sedang berlangsung.

“Tentunya persetujuan tetap akan diberikan ketika uji klinis tahap tiga telah selesai dilakukan, dan minimal interim report sudah diserahkan oleh lembaga yang melakukan uji klinis tersebut,” tandasnya.(*).


Next Post

Ada Apa Dengan BPSK Kota Tangerang Selatan?

Ming Nov 15 , 2020
Tangsel – Gubernur Banten dianggap telah lalai terhadap nasib konsumen asal Kota Tangerang Selatan, Hal tersebut setelah tertundanya pelantikan 9 […]