Korantangerang.com – Organisasi Persatuan Islam (Persis) tak usah harus berada dimana-mana, yang kemudian dianggap besar, padahal isinya kosong misalnya.
“Persis jangan berpikir politis,” kata Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), K.H. Dr. Adhian Husaini, dalam diskusi webinar menjelang 100 tahun Persis, Selasa malam (27/10/20).
Persis harus percaya diri, Persis punya modal intelektual dan tradisi pemikiran besar dengan hadirnya A. Hassan dan M. Natsir.
“Persis harus bangga dengan dirinya sendiri,” kata Dr. Adhian pula.
Persis sendiri yang berdiri pada tanggal 12 September 1923 (1 Shafar 1342 H) di Bandung (Jawa Barat), dengan tokoh pendiri H. Zamzam dan H. Muhammad Yunus (1923 – 1942).
Persis akan menyelenggarakan muktamarnya yang ke-16, April 2021 di Bandung setelah ditunda hampir setahun akibat pandemi Covid-19.
Berkaitan dengan lembaga pendidikan yang menjadi garapan utama Persis, Dr. Adhian menyodorkan tiga hal.
Pertama pendidikan akhlak, pendidikan kesopanan.
Kedua, pendidikan pelajaran fardlu ‘ayn (seperti salat, zakat, haji, saum).
Ketiga, pendidikan pilihan (fardlu kifaayah, seperti bahasa, politik ekonomi, hukum).
Anggota Persis sendiri harus bangga dengan lembaga pendidikannya.
“Anak-anak Persis harus sekolah di lembaga pendidikan Persis. Harus bangga pula ketika kuliah di perguruan tinggi atau universitas Persis,” kata Dr. Adhian. (dean-a)