Korantangerang.com – Perempuan berbusana muslimah ini berlatar belakang pendidikan terhitung banyak, menimba ilmu dari empat perguruan tinggi. Coba saja hitung, S-1 bahasa Arab dari Insitut Agama Islam Negeri (IAIN) Yogyakarta, D-3 matematika dari Universitas Nasional Surakarta (Surakarta), lalu S-1 pendidikan matematika dari Univeristas Siliwangi (Bandung) dan S-2 ulumul Quran dari Pendidikan Tinggi Ilmu Alquran (Jakarta). Belum lagi nanti ke jenjang S-3.
Kira-kira, perempuan bernama Hajjah Ida Jahidatul Falah itu kini bekerja dimana?. Jadi dosen ilmu tafsir atau jadi guru matematika atau guru bahasa Arab?. Bukan, ibu hajjah ini jadi anggota KPU Pandeglang, malah dua kali masa jabatan (2008- 2013 dan 2013 – 2018).
Lalu, kira-kira, hobi atau kesukaannya apa?. Membaca atau menulis?. Bukan!, ternyata hobinya berkebun. Entahlah, apa kaitannya antara bahasa Arab, matematika, dan berkebun. Tetapi yang jelas, ada satu ayat Alquran yag menyebut kebun atau ladang, “nisaa-ukum harstun lakum…”, terjemahannya, “Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam… (2 : 223).
Perempuan kelahiran Pandeglang, 17 April 1970 ini, statusnya pegawai negeri sipil (PNS) di SMPN 5 Pandeglang. Jadi ibu guru. Soal mengapa tertarik jadi anggota KPU, itu karena dimulai ketika jadi pemantau Jaringan Pedidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), tahun 2004.
Modal dari sini, digunakan untuk mendaftar ke Panwaslu Kabupaten Pandeglang, tetapi gagal meski kemudian jadi anggota Panwaslu Kabupaten Pandeglang pula untuk menggantikan anggota yang meninggal dunia.
Hajjah Ida kini memasuki masa jabatan kedua jadi anggota KPU Kabupaten Pandeglang. Istri seorang wiraswastawan, Dermawan Setyanto ini, menggawangi Divisi Data, Sosialisasi dan Hupmas.
Rupanya untuk sekarang ini, Hajjah Ida lebih menyukai jadi anggota KPU, sedangan status PNS-nya untuk sementara ini dipensiunkan.
Banyak sukanya, sebagaimana tak kurang pula dukanya. Menyesal jadi anggota KPU?. Justru, Hajjah Ida merasakannya jadi tantangan, terutama untuk kaum perempuan yang dimanjakan dengan paling sedikit 30% keterwakilan kaum perempuan.
Ada saatnya memang, pekerjaan seorang anggota KPU sebetulnya lebih pantas dilakukan kaum pria. Ketika melakukan verifikasi faktual partai politik.
Sekadar contoh, Hajjah Ida pernah dicekam ketakutan luar biasa saat berkunjung ke daerah pedalaman Kabupaten Pandeglang (Kampung Pasirloa, Kecamatan Sindangresmi) hanya untuk memastikan memenuhi syarat (MS) atau tidak memenuhi syarat (TMS) sesuatu kartu tanda anggota (KTA) untuk parpol tertentu.
“Terpencil, jauh, sulit dijangkau, ada juga orang yang mau jadi anggota parpol,” gumamnya.
Hajjah Ida harus pulang dan gelap malam mulai tiba. Jalan darat, jauh sekali, harus menembus gelapnya malam, di jalan setapak, dalam belukar pedalaman Pandeglang.
Ada jalan yang lebih dekat, tetapi harus menyeberangi sungai dengan lebar kira-kira 12 meter. Tak ada jembatan, kecuali perahu penyeberangan yang disediakan warga setempat.
Malam semakin larut, hutan semakin senyap. Hajjah Ida berdoa, dan berdoa. Sepeda motornya terus membelah belukar. Kekhawatiran ban pecah dalam perjalanan menghantuinya. Gentar, berdebar, sedih, dan takut. Hajjah Ida mendadak jadi perempuan luar biasa tangguh melawan semua itu.
Dalam penyeberangan, diatas perahu, Hajjah Ida masih tetap cemas. Lepas dari hutan dan bebas dari ancaman binatang buas, kini di atas perahu, ancaman baru datang, perahu terbalik, tak bisa berenang lagi, atau…atau…lenyap dimangsa buaya.
Perahu terus menggergaji sungai, sambil diayun ke kanan dan ke kiri. Tak ada cara lain, kecuali bedoa sepenuh hati,” Ya, Allah! Jika aku meninggal dunia karena tenggelam, atau mati dimangsa buaya, aku minta agar semua ini dicatat sebagai amal saleh. Aku ingin mati syahid, Ya Allah!” Air mata deras mengalir dalam pelukan malam, dan sang rembulan bercadar awan di atas sana tersenyum, seakan mengucap amin…
Hajjah Ida selamat, tak mati tenggelam atau lenyap dimangsa buaya?. Tentu, kalau tidak, mana mungkin bisa bercerita tentang doaku di atas perahu. Sampai kapankah Hajjah Ida betah jadi anggota KPU?. Boleh jadi, sampai pelabuhan terakhir saat perahu merapat ke bibir pantai yang ombaknya putih semurni kasih dan tak pernah lelah berkejaran. (Dean Al-Gamereau) @