Pandeglang Bangkit Bukan Untuk Membangkitkan “Community Based Tourism”


Korantangerang.com – Pesta Hari Jadi Kabupaten Pandeglang ke 145 tahun, belum berakhir. Acara demi acara, terus terpentaskan menjadi sebuah rakaian, demi memeriahkan hari kelahiran daerah berjuluk kota seribu ulama sejuta santri ini. Dan entah berapa besar anggaran yang teralokasikan, yang pasti pesta harus tetap digelar.

Namun sayang, kemeriahan dan kemegahan pesta hari jadi Pandeglang, tidak dapat dinikmati oleh semua warganya. Bahkan Tagline “Pandeglang Bangkit” Selat Sunda Aman yang di usung di hari jadi ke 145 tahun ini, banyak dikeluhkan para pelaku wisata, khususnya pelaku wisata yang daerahnya terdampak bencana tsunami.

Seperti halnya dikatakan Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Pandeglang, Hudan yang mengungkapkan. Dengan tagline Pandeglang Bangkit, seharusnya hari jadi tersebut tidak perlu dirayakan dengan gebyar, karena korban tsunami saat ini, belum membutuhkan hal itu. Esensi dari Pandeglang Bangkit, Selat Sunda Aman seolah keliru dengan kondisi yang terjadi saat ini.

“Sebenarnya euforia hari jadi Pandeglang ini, tidak begitu dibutuhkan oleh masyarakat korban tsunami, terutama yang ada di daerah Ujung Kulon, yang paling banyak korban. Karena euforia ini hampir tidak ada impact apapun untuk masyarakatnya, dan “Pandeglang Bangkit” kurang tepat jika dirayakan dengan “gebyar” sebab korban saat ini belum membutuhkan itu,” jelas Hudan, Rabu (3/4/2019).

Dirinya memandang, tagline yang diusung oleh pemerintah tahun ini lebih kepada upaya untuk menarik wisatawan dan investor. Namun belum kepada pembangunan pariwisata yang berbasis masyarakat.

“Selat Sunda Aman lebih condong untuk menarik lagi masyarakat luar datang ke Pandeglang. Terlebih Pandeglang merupakan kabupaten yang hampir ketergantungan di pariwisata. Tapi sasaran pariwisatanya terlihat bukan Community Based Tourism, tetapi kepada industri pariwisata para penanam modal dan pemilik hotel,” terangnya.

Demikian juga diungkapkan tokoh Pariwisata Carita, Teja Heriyana yang mengatakan, seharusnya perayaan tersebut dipusatkan di lokasi terdampak tsunami, agar memiliki korelasi dengan tema yang diusung.

“Kalau peringatan tahun ini tidak mengusung hal yang berkaitan dengan Selat Sunda, maka sah-sah saja dilaksanakan di pusat kota,” ungkap Teja.

Mantan anggota DPRD Pandeglang ini pun beranggapan, perayaan tersebut tidak dirasakan oleh masyarakat korban tsunami, meskipun di bawa ke wilayah terdampak. Malahan dia berpandangan, tidak ada output yang jelas bagi masyarakat terdampak atas perayaan tersebut.

“Ya merasakan sih pasti enggak, maupun di bawa ke Carita dan Sumur enggak ikut merasakan. Tapi dampaknya pasti ada di kemudian hari, jadi outputnya yang dicari, kalau dibilang bangkit,” ujarnya.

Bukan cuma itu, Teja juga menyinggung perihal agenda HUT yang selalu dirayakan di Alun-alun Pandeglang. Hal itu terkesan” Kota Sentris”, karena tidak dirasakan merata hingga kebeberapa daerah di Pandeglang.

“Kenapa musti kota sentri? Apapun event, walaupun tidak ada kaitan dengan tsunami, mainkanlah di kecamatan mana gitu. Jadi tidak kota sentris,” ucap Teja.

Ketua Komunitas Peduli Pariwisata Carita (KPPC), Frengky juga mempertanyakan kepedulian pemerintah kepada rakyat Carita, terlebih pasca bencana tsunami 22 Desember 2018 lalu.

“Seharusnya dihari ulang tahun Pandeglang ini, masyarakat Pandeglang ikut serta memeriahkan hari jadinya dengan suka cita. Ini lain, disatu sisi panggung gemerlap pesta hari jadi terpentas dengan meriahnya, namun disisi lain, khususnya kami di Carita, merasa sedih laksana anak tiri yang tidak mendapat perhatian. Padahal sebenarnya kami, masih bagian dari pesta itu,” ucapnya. (Daday/timterasnetwork)


Next Post

Jaga Pasokan Dan Harga Gabah, Pemerintah Akan Luncurkan Program Sergap

Rab Apr 3 , 2019
Korantangerang.com – Bupati Lebak, Iti Octavia Jayabaya di dampingi Wakil Bupati Lebak, Ade Sumardi, melaksanakan Gerakan Panen Raya Padi Sawah […]