Korantangerang.com – Dalam rangka memeriahkan hari jadi Kabupaten Pandeglang, yang ke-145 tahun, yang jatuh pada 1 April 2019 kemarin. Beragam rangkaian acaran dipentaskan, guna memeriahkan hari lahirnya tersebut, yang mana salah satu acara nya, telah digelar Senin (1/4/2019) malam tadi, yakni pagelaran budaya dari berbagai daerah, dengan nama Pandeglang Culture Festival (PCF).
Pagelaran PCF yang terlihat megah dan mewah itu, dipusatkan di sepanjang jalan A Yani, atau dari depan Pasar Badak menuju depan pintu gerbang Pendopo Bupati Pandeglang, yang telah terpasang Panggung Kehormatan berukuran 12 x 6 meter, yang dilengkapi tata cahaya kemilau, yang diisi oleh sejumlah pejabat, baik pejabat daerah maupun Forkominda.
Kegiatan pentas seni dan budaya bertajuk PCF ini, terbilang rutin digelar setiap hari jadi Kabupaten Pandeglang. Dimana ratusan peserta dari delegasi berbagai daerah itu, mempertontonkan seni budaya daerahnya masing-masing, mulai dari Kalimantan Timur, disusul Provinsi Yogyakarta, Jawa Tengah, Papua, hingga utusan dari 7 kabupaten kota di Banten, silih berganti menampilkan atraksi dan tariannya dibalut dengan pakaian khas daerah masing-masing.
Meskipun kegiatan PFC 2019 kali ini dilaksanakan malam hari, namun tetap mampu mengundang ribuan masyarakat untuk menyaksikannya. Bukan cuma itu, delegasi peserta dari berbagai daerah di Indonesia pun, rela menempuh jarak puluhan hingga ratusan kilometer untuk memeriahkan PCF tersebut.
Namun sayang, dibalik itu semua kemegahan itu, gelaran Pandeglang Cultur Festival menyisakan sebuah ironi tersendiri. Sebab, tiga dewan juri yang berasal dari Pandeglang tidak mendapat fasilitas yang memadai.
Layaknya dewan juri diberi kursi, meja, snack, dan lokasi khusus untuk menilai penampilan para peserta. Namun ketiga juri tersebut malah duduk “ngampar” di lantai, tepatnya di trotoar jalan yang menjadi akses lintasan penonton.
Letaknya yang tidak strategis ini karena kerap terhalang oleh lalu lalang penonton, membuat juri kesulitan dalam menilai tarian peserta. Tak jarang, dewan juri harus berdiri menembus pandangan yang terhalang oleh penonton.
“Dari panitia tidak ada yang mengarahkan, akhirnya kita inisiatif sendiri saja cari tempat untuk menilai. Snack dan minum juga tidak ada dari panitia,” ujar salah seorang juri yang enggan disebutkan namanya.
Kasi Promosi Wisata Dinas Pariwisata Pandeglang, Imran Mulyana membantah bila ketiga juri menjadi kewenangannya. Pria yang akrab disapa Boim itu menerangkan, pihaknya hanya mengurusi delegasi dari tingkat provinsi.
“Juri itu bukan kewenangan kita, karena kami hanya mengurusi dari provinsi. Kalau juri itu ada di Dindikbud, mereka menilai untuk tingkat kabupaten kota dan kecamatan,” ujarnya.
Boim menerangkan, meski bertajuk Pandeglang Culture Festival, namun DIPA gelaran tersebut berbeda, karena Dindikbud punya agenda tersendiri.
“Dindikbud nama kegiatannya Pawai Budaya. Jadi DIPA nya ada dua namun dijadikan satu rangkaian,” jelasnya.
Terpisah, Kepala Dindikbud Pandeglang, Olis Solihin justru tidak mengetahui adanya juri dalam Pandeglang Culture Festival.
“Saya tidak tahu. Nanti saya coba tanyakan ke bidangnya,” kata Olis singkat saat dihubungi melalui sambungan telepon. (Daday/timterasnetwork))