Korantangerang.com – Idulftri berasal dari bahasa Arab, iidun (عيد) dan al-fithri (الفطر). Dua kata itu digabungkan, jadilah ‘iidu al-fitri yang kemudian jadi bahasa .Indonesia, dan ditulis Idulftri seperti dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Definisi Idulftri dalam KBBI itu, “Hari raya umat Islam pada tanggal 1 Syawal setelah menjalankan puasa selama bulan
Secara etimologis (bahasa), Idul Fitri berasal dari iidun dan al-fitri. Iidun menurut kamus bahasa Arab Indonesa Al-Ma’ani artinya pesta, hari raya, festival, dan liburan (umum) Iidun berarti pula hari raya (Quran), sebagaimana dalam alma’any.com (unduh, Senin 11 Maret 2024, pukul 12.26 .WIB). Al-fitri artinya l pembatalan puasa, buka puasa. Jadi, Idulftri adalah hari raya (sehubungan dengan) pembatalan/buka puasa (saum Ramadan) yang dirayakan pada tanggal 1 Syawal.
Beredar terjemahan iidu al-fitri (عيد الفطر) dengan kembali pada kesucian. Banyak ditulis, dipidatokan, dan lain-lain. Terjemahan ini mungkin berawal dari kurang teliti dalam penerjemahan. iidun yang tidak sama artinya dengan ‘audun (عود) yang artinya memang kembali atau pulang Fitrun tidak sama (bahkan jauh berbeda) artinya dan dengan fitrah.
Boleh jadi pula, berawal dari kekeliruan terjemahan Idulfitri jadi kembali pada kesucian itu, akhirnya pada tanggal 1 Syawal jadi hari saling minta maaf, maaf-memaafkan, agar kembali suci (bersih) dari dosa dan kesalahan sesama selama satu tahun. Sering kita temukan kalimat “Mohon maaf lahir dan batin”.
Tradisi minta maaf atau maaf-memaafkan pada tanggal 1 Syawal, atau pada suasana Idulitri, tidak terjadi pada zaman Nabi Muhammad saw. Doa yang beredar pada tanggal 1 Syawal di kalangan para sahabat Nabi saw adalah mohon kepada Allah Swt agar ibadah saum maqbuul (diterima oleh Allah Swt). Hadis sahabat Jubair bin Nufair menyebutkan begitu. Doa yang beredar pada zaman sahabar Nabi saw itu, bukan minta maaf atau maaf-memaafkan, melainkan doa agar ibadah (saum) diterima oleh Allah Swt. Doa dimaksud adalah تقبل الله منا ومنك (semoga Allah menerima ibadah saum Ramadan kami dan engkau). Banyak hadis dengan matan (redaksi) yang senada, tetapi banyak yang statusnya dla’if (lemah). Hadis di atas tergolong hasan (satu tingkat di bawah sahih), dari Jubair bin Nufair. Syekh Nasirudin Al-Albani menilainya hadis hasan. Demilian pula hadis dari Syu’bah, dicatat Ath-Thbrani, status hadisnya hasan.
Maaf-memaafkan atau saling minta maaf, boleh jadi, sebagai “produk budaya” Indonesia, seiring dengan “produk budaya” halal bihalal. Kita tidak akan menemukan hadis kedua hal tersebut di atas, sehubungan dengan Idulftri. Dengan demikian, maaf-memaafkan dan acara halal bihalal, tidak merupakan bagian dari ibadah Idulfitri, melainkan sebagai “produk budaya” tanah air kita.
Ibadah yang berkaitan dengan selesainya saum Ramadan adalah saum enam hari pada bulan Syawal (Abu Ayyub Al-Anshari, dicatat Imam Muslim).
Soal minta maaf, atau saling memaafkan, bisa dilakukan setiap waktu, dan oleh karena itu ada mushaafahah (bersalaman) saat kita bertemu, juga saling mendoakan selamat, limpahan rahmat dan berkah. Doa selamat, limpahan rahmat dan berkah untuk sesama ini boleh jadi lebih bernilai darpada permintaan maaf lahir dan batin yang “dirapelkan” setiap tahun saat Idulfitri.
Hadis yang dicatat Abu Dawud menyebutkan adanya pengampunan untuk dua orang yang bertemu dan saling berjabat tangan. Hadis yang dicatat Al-Bukhari menyebutkan berjabat tangan jadi kebiasaan para sahabat, seperti kata Anas kepada Qatadah Jadi, termasuk akhlak Islam, ketika bertemu mengucapakan salam dan (lalu) saling berjabat tangan. Di sini ada saling mendoakan keselamatan, limpahan rahmat dan berkah, juga janji ampunan dari Allah Swt untuk kedu-duanya.
Kalau Anda ingin mengucapkan tahniah (ucapan selamat) Idulfitri, tentu saja dengan kalimat “Selamat Idulfitri 1445 H”, bukan dengan “Selamat hari raya Idulfitri 1445 H”. Masalahnya, arti Idulfitri itu hari raya Fitri. Jadi, kalau “Selamat hari raya Idulfitri”, bisa berarti “Selamat hari raya hari raya Fitri”.
Oleh : Dean Al-Gamereau