Di hadapan 70 (tujuh puluh) peserta Workshop Implementasi Bisnis dan Hak Asasi Manusia yang digelar oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Banten, Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Mu’alimin Abdi memperkenalkan Aplikasi Penilaian Risiko Bisnis dan HAM (PRISMA).
“Salah satu cara untuk mendorong implementasi penghormatan hak asasi manusia di dunia bisnis adalah dengan melakukan penilaian analisa risiko hak asasi manusia atau yang dikenal juga dengan uji tuntas hak asasi manusia (due diligence) bagi perusahaan-perusahaan agar mereka dapat menghormati HAM di dalam kegiatan operasional bisnisnya,” ujar Dirjen HAM.
Dirjen HAM berharap aplikasi berbasis website ini dapat menjadi alat bantu untuk uji tuntas (due diligence). Penilaian risiko melalui website PRISMA ini bersifat sukarela (voluntary). Sektor bisnis dapat memilih untuk melaksanaannya atau tidak. Di sisi lain, keberadaannya dapat menjadi medium bagi sektor bisnis semakin memahami dan dekat dengan UNGP.
“Meskipun saat ini masih bersifat voluntary atau sukarela, Website Penilaian Risiko HAM ini tidak menutup kemungkinan nanti dapat menjadi salah satu syarat bagi perusahaan dalam melaksanakan uji tuntas hak asasi manusia, atau misalnya sebagai syarat sebelum mereka mendaftarkan perusahaannya pada sistem pendaftaran badan hukum online,” lanjut Dirjen HAM.
Pada prinsipnya, Uji Tuntas HAM adalah mekanisme bagi perusahaan dalam untuk melihat adanya kebijakan HAM pada perusahaan, penilaian dampak kegiatan perusahaan pada HAM, melacak dan melaporkan kinerja, dan adanya mekanisme komplain atas dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh perusahaan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Diluncurkan oleh Menteri Hukum dan HAM pada 23 Februari 2021 lalu, Aplikasi PRISMA bertujuan memfasilitasi perusahaan di semua sektor bisnis untuk menilai dirinya sendiri (self assesment). Perusahaan dapat memetakan kondisi riil atas potensi risiko pelanggaran HAM yang disebabkan oleh kegiatan bisnis. Peluncuran Aplikasi PRISMA sendiri diinisiasi oleh Direktorat Jenderal HAM bekerja sama dengan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Indonesia Global Compact Network (IGCN) dan Kedutaan Besar Kerajaan Belanda di Indonesia. (Dede).