Anggota KPU Kota Cilegon : “Keseimbangan di Rumah dan Tempat Bekerja Harus Terjaga”


Cilegon – Pengalaman jadi relawan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) dari tahun 1999 – 2004, jadi basis yang kuat, sekaligus jadi modal keberanian untuk mengikuti seleksi calon anggota KPU Kota Cilegon masa jabatan 2013 – 2018 (terpilih lagi untuk masa jabatan 2018 – 2023, dan kini sedang menyelenggarakan pilkada di Kota Cilegon).

Bagi Eli Jumaeli, ibu dua anak ini, semakin mantap bergerak di dunia pemilu sambil tetap tak melupakan dunia pendidikan yang selama ini ditekuninya. Eli memang seorang ibu guru.
Lulus dari seleksi, alhamdiulillah.

Perempuan kelahiran Lebak, 15 Agustus 1975 ini dan satu-satunya perempuan di antara empat laki-laki perkasa anggota KPU Kota Cilegon itu akan siap bersaing dalam hand out pekerjaan dengan para anggota KPU lainnya.

“Dalam hal ini, jenis kelamin tak jadi halangan,” kata Eli.

“Keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% untuk keanggotaan KPU, tentu, saya manfaatkan sebaik-baiknya. Saya yakin, saya lulus bukan karena perempuan, melainkan karena memang takdir Allah S.W.T,” tambah Eli pula, tersenyum.

Di KPU Kota Cilegon, lulusan IAIN Maulana Sultan Hasanuddin Serang ini dipercayai sebagai penanggung jawab Divisi Keuangan dan Logistik. Eli mau, padahal keuangan merupakan garapan khusus dan logistik lebih fokus pada otot, bukan otak?

Bahkan, ketika mengurus logistik, mesti malam dan siang jadi sama saja. Tak mengenal waktu, juga cuaca. Ketika logistik dan alat kelengkapan administrasi (AKA) pemilu atau pilkada perlu didistribusikan, maka medan yang jelek dan cuaca yang buruk mesti diabaikan.

Eli mengalami semua itu. Suka dan dukanya mengurus logistik yang harus tepat waktu, tepat jumlah, tepat jenis, tepat sasaran, dan tepat-tepat lainnya. Keluarga paham dan oleh karena itu ikhlas kalau hari-hari yang seharusnya ada di rumah, justru ada di lapangan.

Semua karena dorongan tanggungjawab dan konsekuensi logis seorang yang terlanjur siap jadi penyelenggara pemilu atau pilkada. Eli jadi semakin paham, dan selalu ingat, keseimbangan dan kesehatan perlu terjaga ketika seorang perempuan siap jadi penyelenggara pemilu atau pilkada.

Bagaimanapun, Eli menyadari betul sebagai ibu rumah tangga, yang sebagian waktunya wajib diserahkan untuk keluarga, suami dan anak. Kata orang, pernikahan bagi laki-laki itu menyerahkan setengah kebebasan. Bagi perempuan, pernikahan itu mempertaruhkan kebebasan.

Ya, Eli menyadari betul dan akhirnya bermuara pada kesimpulan, keseimbangan perlu terjaga, baik-baik di rumah maupun di tempat pekerjaan.

“Keseimbangan harus terjaga, di rumah dan di tempat pekerjaan,”tegas Eli, yakin.

Maka, Kantor KPU Kota Cilegon jadi rumah kedua, sambil tak mau jadi istri kedua. Soal kesehatan? Sudah lumrah beredar di kalangan penyelenggara pemilu, anggota KPU tak boleh sakit selama tahapan berlangsung.

Ditengah-tengah kesibukannya saat-saat tahapan berlangsung, Eli sering pula melayani wawancara untuk berita di koran atau televisi. Terlebih-lebih pergerakan logistik dari KPU, PPK, PPS, sampai ke TPS dipantau betul oleh banyak pihak. Media massa selalu meliput pergerakan logistik. Banyak pula cerita atau foto human interest tentang logistik, dan menarik untuk disajikan media.

Akibat seringnya dimuat di media massa, Eli merasa banyak dikenal orang, dan sekaligus mengenal orang banyak. “Jadi banyak silaturahim, banyak pahala,” kata Eli.

Istri Faishol ini tinggal di Lingkaran Pegantungan Baru,Gang Mekar 2, RT/RW 04/14, Kelurahan Jombang Wetan, Kecamatan Jombang, Kota Cilegon.

Kini, perempuan berjilbab itu tampaknya sudah betah tinggal di Kota Baja Cilegon. Kampung Cirende, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak, tempat dilahirkan dan dibesarkan tempo hari, sudah cukup jadi catatan lembar demi lembar kehidupan perempuan yang juga aktivis yayasan ini.

“Pindah ke Cilegon karena ikut suami,” katanya. “Di Lebak, saya jadi ketua Yayasan Assukiya, sebuah yayasan yang bergerak dalam pendidikan,” kata Eli.

Hari-hari tanpa kegiatan pemilihan sekarang ini, bagi Eli, tetap hari-hari bekerja, hari-hari masuk kantor, karena akan selalu ada pekerjaan yang haru diselesaikannya.

Eli yang penyuka nyanyian ini masih menyimpan segudang cita-cita dan keinginan. Home base aktivitasnya adalah dunia pendidikan, jadi guru.

Banyak memang perempuan anggota KPU yang berasal dari profesi guru. Bermanfaat sekali, setidak-tidaknya, pada suatu waktu, anggota KPU pun harus bertindak dan berperan seperti seorang guru.

Untuk berkiprah di dunia politik praktis sekalipun, kaum perempuan sudah diberi peluang sebanyak-banyaknya seperti tertuang dalam paket undang-undang politik. Affirmative system dan zipper system, seperti dalam undang-undang pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD, adalah peluang yang diberikan kepada kaum perempuan dan tinggal memanfaatkannya.

Eli, sampai saat ini hanya mau bergerak dalam penyelenggaraan dan pemantauan, seperti dibuktikannya dengan jadi relawan JPPR yang kemudian jadi anggota KPU Kota Cilegon.

Jadi anggota DPR, DPD, atau DPRD, bagaimana Bu Guru?

Apa pun, Eli merasa bangga diberi kesempatan berkarya di KPU, dua periode dengan masa jabatan sekarang. Bisa mendapatkan wawasan, pengetahuan dan pengalaman yang tak pernah diperoleh sebelumnya.

Di KPU pula, saya merasa memperoleh kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional. Di sekolah agama tempat Eli mengajar selama ini memang banyak diajari tentang kecerdasan spiritual. Tentang macam-macam kecerdasan, ibu guru yang pernah mengajar di SMP Al-Ikhsaniyah (1008 – 2004) dan mantan guru plus kepala sekolah Madrasah Tsanawiyah As-Sukiyah (2004- 2012) itu pasti paham betul.

Sewaktu-waktu, ditengah-tengah ramainya Kota Baja Cilegon, Eli ingat Kampung Cirende yang senyap, yang kali pertama mengabdikan diri di dunia pendidikan lewat yayasan yang kini diketuainya. Sekali waktu, kerinduan berdiri di depan kelas, berhadap-hadapan dengan anak-anak yang lugu, dan yang lucu muncul dalam benaknya.

Inilah sepenggal lirik sebuah lagu, “Kemana pun aku pergi/Bayang-bayangmu mengejar/Bersembunyi dimana pun/Slalu engkau temukan/Aku merasa letih dan ingin sendiri/ Kutanya pada siapa/Tak ada yang menjawab/ Sebab semua peristiwa/Hanya di rongga dada……..Lagu ini kemudian dipungkas dengan untaian kalimat berkali-kali. Aku ingin pulang….Aku ingin pulang…..”.

Lagu siapa itu? Eli pasti bisa menjawabnya. Apakah kini Eli rindu ingin pulang ke Cirende, seperti lagu itu? Jarum jam terus berputar, mesin waktu terus bergetar. Eli Sudah betah tinggal di Kota Cilegon. Kampung Cirende adalah kenangan.(Dean Al-Gamereau).


Next Post

Tomi Patria , Korban Pemerasan Modus Video Call

Rab Nov 25 , 2020
Tangsel – Menanggapi berita yang beredar sekarang, Tomi Patria merasa keberatan dan dirugikan, Pasalnya saat ini masih memasuki persidangan dan […]