Bekantan, Monyet Belanda Maskot Daerah Kalimantan Selatan Menyukai Hutan Mangrove Butuh Perhatian


Kalimantan Selatan – memiliki Hari Bekantan, hari khusus yang diperingati setiap tanggal 28 Maret. Tahun 2024 merupakan peringatan Hari Bekantan ke-9.

Sebagai gerakan moral dalam upaya pelestarian satwa liar yang menjadi maskot daerah yaitu bekantan (nasaris larvatus).

Bekantan merupakan primata endemik asli Kalimantan, masuk dalam kategori satwa yang terancam punah dan tentunya harus menjadi perhatian serius dari kita semua.

” Founder Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) Foundation Amalia Rezeki mengatakan, Hari Bekantan adalah sebuah gerakan moral di bidang konservasi yang diprakarsai SBI bersama komunitas pecinta lingkungan di Kalsel tuturnya.

Setiap tanggal 28 Maret sebagai Hari Bekantan, karena pada tanggal itu DPRD Kalsel menetapkan Bekantan sebagai maskot daerah kami.

“Penetapan Hari Bekantan juga ditujukan untuk menggalang kepedulian terhadap upaya konservasi bekantan atau sering disebut kera hidung panjang atau kera Belanda,” ucap Amalia yang berprofesi dosen di Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin.

Amalia memaparkan, semoga kepedulian masyarakat terhadap bekantan semakin meningkat tidak hanya masyarakat Indonesia, tapi juga masyarakat Internasional. “Makanya tahun 2024 kami mengangkat tema The World Loves Bekantan, Kita ingin membangun mata rantai kepedulian dari semua pihak,” tegasnya.

Kemudian bertepatan Hari Bekantan, SBI Kalsel menggelar acara syukuran sederhana dan pembagi paket sembako kepada nelayan yang berada di lingkungan Pulau Curiak tempat habitat bekantan berada.

“Nanti usai lebaran, SABI menggelar talk show, penganugerahan Bekantan Award kepada pihak-pihak yang peduli terhadap keberadaan Bekantan Kalsel ini,.” Paparnya.

Peraih penghargaan Kalpataru tahun 2022 ini mengatakan, Bekantan adalah spesies indikator biologis yang menjadi penanda kualitas ekosistem lahan basah. Jika terjadi kepunahan bekantan maka keseimbangan lingkungan juga akan terganggu dan ini tentu berimbas juga berdampak negatif terhadap kehidupan manusia.

“Dengan kita menyelamatkan bekantan, memuliakan alam, kita akan menyelamatkan peradaban manusia,” katanya.

Amalia mengungkapkan, sampai saat ini keberadaan Bekantan di Provinsi Kalsel sesuai data Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA Provinsi Kalsel) terdata sebanyak 3.508 ekor. “Agar keberadaan bekantan tak punah, SBI mengembangkan bekantan di Kawasan Stasiun Riset Bekantan Pulau Curiak yang menjadi role model pengelolaan habitat bekantan diluar kawasan konservasi yang ada. Syukur Alhamdulilah, terjadi peningkatan dari yang awalnya 14 individu bertambah menjadi 46 individu bekantan,” ujarnya.

Nama Amalia Rezeki di dunia konservasi khususnya primata endemik Kalimantan berhidung mancung yakni bekantan (nasalis larvatus) sudah tidak asing lagi.
Bahkan bisa dikatakan Amalia Rezeki adalah perempuan pertama yang mendedikasikan diri melindungi bekantan dari kepunahan melalui berbagai aksinya.

Untuk mendukung upayanya tersebut, Amalia Rezeki mendirikan Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) pada 2013 lalu.

Bersama sejumlah relawan lainnya yang ada di SBI, Amalia melakukan aksi-aksi penyelamatan. Di antaranya terhadap bekantan yang sedang sakit, kehilangan induk dan ditemukan masyarakat dalam keadaan sekarat.

Profil Amalia Rezeki
Di kutip dari Fanpage Facebook-nya, Amalia Rezeki saat ini tinggal di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Wanita yang akrab disapa Amalia ini berprofesi sebagai dosen muda Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Lambung Mangkurat (ULM).

Lalu Sebelumnya, dia menempuh gelar sarjana di kampus tempatnya kini mengajar.
Selain itu, ia juga mengenyam pendidikan di MAN 1 Banjarmasin dan MTs Mulawarman 364. Masih mengutip keterangan di fanpage-nya, Amalia memiliki kemampuan berbahasa Inggris dan Prancis.

Pada 2010 dia mulai bekerja di Pusat Studi & Konservasi Keanekaragaman Hayati Indonesia. Kemudian, pada 2011 di Sahabat Bekantan-Proboscis Monkey Conservation, lalu pada 2012 di Rumah Amal Kita.

Berkat kiprahnya di dunia konservasi, Amalia dianugerahi penghargaan pada 2015 lalu. Dikutip dari laman resmi Sahabat Bekantan Indonesa, bekantan.org, Amalia menerima She Can Award 2015 bidang penyelamatan bekantan.

Tak hanya itu, dia dan tim SBI juga mendapatkan penghargaan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia pada Foresters Day 2019.

Melalui BKSDA Kalimantan Selatan kemudian diserahkan oleh Gubernur Kalimantan Selatan H Sahbirin Noor, Amalia dan tim SBI didapuk sebagai konservasionis bekantan.

Lalu pada Selasa (8/10/2019), dia kembali mendapatkan penghargaan tingkat internasional.

Amalia mendapatkan penghargaan ASEAN Youth Eco-champions Award (AYECA) 2019 yang dilaksanakan di negara Kamboja.

Penghargaan itu terbilang sangatlah bergengsi di bidang lingkungan hidup antar negara di ASEAN dan menjadi penghargaan pertamanya di tingkat internasional.

Penghargaan AYECA 2019 yang diterimanya, diserahkan oleh MS Yukari Sato, State Minister, Minister of The Environment Japan dan Tun Sa Im, Ministry of Education, Youth and Sport di Sokhalay Angkor Resort & Spa, Siem Reap, Cambodia.

Sebagai seorang dosen biologi, kecintaan Amalia terhadap lingkungan dan bekantan, satwa berhidung mancung itu sudah tak perlu diragukan lagi. Sebagian besar hidupnya didedikasikan untuk melestarikan dan melindungi bekantan yang juga sebagai ikon kebanggaan Kalimantan Selatan tersebut. (*)


Next Post

Lapas Perempuan Tangerang Buka Puasa Bersama Kakanwil Kemenkumham Banten

Kam Mar 28 , 2024
Tangerang, (28/03/2024). Dalam rangka meningkatkan Ukhuwah Islamiyah dan Silaturahmi sesama pegawai Kementerian Hukum dan HAM di bulan suci Ramadhan, Lapas […]