Pandeglang – Moda transportasi Kereta Api (KA) yang menghubungkan Kabupaten Lebak (Rangkasbitung) dengan Kabupaten Pandeglang (Labuan), yang dibangun pada tahun 1906 oleh Staatsspoorwegen (SS) yang merupakan salah satu perusahaan kereta api pada zaman Hindia Belanda pada saat itu, kini hanya tinggal tersisa onggokan rel, serta serpihan kenangan.
Namun demikian, jalur KA Rangkasbitung-Labuan yang sempat kalah oleh moda transportasi darat lainnya, hingga akhirnya dinonaktifkan pada tahun 1984 an, rencananya dalam kurun waktu beberapa tahun kedepan, jalur KA yang sempat menjadi primadona transportasi darat di tahun 1960 an itu, akan kembali diaktifkan.
Jalur KA sepanjang 56 Km (Rangkasbitung-Labuan) tersebut, saat ini sedang dalam penataan ulang, dan pembebasan lahan, maupun jalur KA yang sudah banyak digunakan warga, akibat puluhan tahun dibiarkan terbengkalai.
Seperti halnya di Kampung, Kadomas, Kelurahan Kadomas, Kecamatan Pandeglang, yang sebagian dari luas kampung tersebut, adalah lahan bekas stasiun kereta api, yang rencananya akan kembali diaktifkan, sehingga tidak kurang dari 141 kepala keluarga (KK) yang menggunakan lahan milik Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) itu, akan tergusur atau harus hengkang dari lahan dan jalur KA yang akan direaktivasi tersebut.
Seperti dikatakan Suparman, Ketua RT 03 RW 07, Kelurahan Kadomas, Pandeglang, yang mengaku bahwa rencana reaktivasi jalur KA Rangkasbitung – Labuan tersebut, sudah disosialisasikan pemerintah jauh-jauh hari. Bahkan beberapa kali petugas dari PJKA datang ke kampungnya, guna melakukan pendataan serta pemasangan patok, dan terakhir Bupati Pandeglang, Irna Narulita bersama sejumlah petugas PJKA, juga datang memberitahu pada warga pengguna lahan PJKA, untuk meninggalkan lahan tersebut.
“Sebenernya kami sudah tahu (reaktivasi jalur KA Rangkasbitung-Labuan) hal ini, jauh-jauh hari sebelum ada sosialisasi. Bahkan sebagian warga yang saat ini memiliki bangunan di atas rel, maupun yang bersebelahan dengan rel, sudah pasrah kalau harus pindah dari lokasi itu. Tapi yang pasti kami kan manusia, ya harapan kami pemerintah dapat memanusiakan kami, jangan asal usir begitu saja,” ungkap Suparman, Selasa (22/10/2019).
Dikatakannya juga, bahwa dirinya bersama warga lainnya yang saat ini menempati lahan milik PJKA tersebut, sebenarnya sudah menempati lahan itu sejak tahun 80 an. Dan lahan yang saat ini di tempati Suparman, diakuinya adalah lahan warisan dari orang tuanya, karena memang posisinya kurang lebih 15 meter dari bibir Rel KA.
“Tahun 2004, saya lihat ada patok PJKA di sana. Entah apa dasar dan siapa yang memasang, kami juga nggak tahu pasti. Namun yang pasti, dengan adanya patok PJKA itu, mau tidak mau lahan milik saya yang sudah bersertifikat sejak tahun 70-an ini, akan terpangkas sekitar 4 meter x 12 meter,” aku Ketua RT 03, RW 07, Kelurahan Kadomas ini.
Sementara itu, dihubungi terpisah Anggota Komisi I DPRD Pandeglang, Habibi Muslim, dengan singkat mengatakan, bahwa secara prinsip pihaknya mendukung dengan program reaktivasi jalur KA itu. Akan tetapi anggota DPRD yang juga warga Kadomas ini, meminta pemerintah transparan, serta memposisikan warga yang terdampak itu, sebagai manusia pada saat melakukan pembebasan lahan tersebut.
“Mereka (warga) juga manusia, jadi manusiakan mereka. Sosialiasi jangan setengah-setengah, terutama terkait besaran dana kerahiman yang dijanjikan yang akan mereka dapatkan, itu jelas harus dibuka secara gamblang kepada mereka, agar masyarakat juga paham seutuhnya. Kasihan mereka harus pergi dari situ, tapi harus kemana coba,” tegas Habibi Muslim, seraya mengaku akan berusaha mendampingi masyarakat. (Daday)