JAKARTA – Tiga nenek-nenek menjadi saksi dugaan pemalsuan tanda tangan diancam dimasukkan penjara selama 6 tahun oleh Kanit Resmkrim Polsek Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, Ispektur Dua (Ipda) Darmon.
“Bila tidak tercapai perdamaian, semua yang telah diperiksa baik terlapor maupun saksi terlapor, akan ditahan di kantor Polsek,” ujar Darmon.
Hal itu diungkap oleh Yoserizal kepada wartawan, Jumat (15 November 2019) di Jakarta setelah mengikuti proses mediaasi di kantor Polsek tersebut. Mediasi dilakukan oleh Polsek Bayang dengan mengundang HM Rapani (pelapor), Taufik (terlapor), dan tujuh orang saksi terlapor yakni tiga orang nenek; Ny. Jusni, 82, Ny. Lismaini, 79, Ny. Murni, 77, Yoserizal, Anwar Wahab, dan Sabri. Seorang saksi terlapor yakni Fadlan, berhalangan hadir.
Yoserizal menyebutkan kasus ini bermula ketika Lismaini mengajukan surat rekomendasi ke kantor Karapatan Adat Nagari (KAN) Pasar Baru, Kecamatan Bayang, dengan Ketua HM Rapani Datuk Batuah dan Sekretaris Taufik untuk pembuatan sertifikat tanah warisan pada 4 Februai 2016. Lismaini mendatangi kantor KAN dan bertemu dengan Taufik namun Rafani tidak ada di tempat.
Seminggu kemudian, kata Yoserizal, Lismaini datang menemui Taufik dan surat rekomendasi sudah ditandatangani. Oleh l Lismaini, surat tersebut dimasukkan sebagai lampiran sebagai syarat untuk mengajukan sertifikat tanah adat ke kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pesisir Selatan.
Dalam tempo dua bulan, kata Yoserizal, sertifikat tanah selesai dengan nama yang tertera dalam akta adalah nama para saksi terlapor. Belakangan antara Rafani dan Taufik bersilang pendapat bahwa surat rekomendasi yang diberikan kepada Lismaini tersebut tidak ditandatangani oleh Rafani. Di atas nama Rafani, tanda tangan diketahui belakangan ini yang membubuhkan adalah Taufik.
Atas tindakan Taufik sebagai Sekretaris KAN tidak disetujui oleh Rafani lalu melaporkan dugaan pemalsuan tanda tangan kepada petugas Polsek. Laporan tersebut terdorong oleh pula adik Yoserizal karena tidak menyetujui Yoserizal mewakil pihak keluarga masuk namanya mewakili ibunya, Nurcahaya almarhum. Dengan alasan, anak tertua adalah perempuan dan bukan Yoserizal. Ada silang pendapat dalam keluarga Yoserizal soal tanda tangan sertifikat membuat Rafani tertarik.
Oleh penyidik, terlapor dan saksi terlapor, semua sudah diperiksa dan dimintai keterangan sejak Juli 2019. Oleh karena perkara ini delik aduan, sehingga ada tawaran untuk dilakukan mediasi apakah perkara dilanjutkan atau tidak. Rapani bersedia mencabut laporan bila Yoserizal bisa menyelesaikan masalah internal keluarga.
Yoserizal keberatan masalah keluarga dikaitkan dengan pemalsuan tanda tangan. “Saya dalam rapat mediasi sudah mengusulkan agar laporan tersebut bila ingin dicabut oleh Rafani, silakan. Biar, saya menyelesaikan urusan keluarga. Oleh karena, perbuatan dugaan pidana pemalsuan tanda tangan tidak terkait langsung dengan urusan keluarga,” ucap Yoserizal.
Anwar Wahab, sebagai saksi terlapor pun heran dengan sikap polisi yang mengaitkan dugaan tanda tangan palsu dengan urusan keluarga. “Ini tidak ada kaitan langsung. Kenapa harus dikaitkan. Dan lebih aneh lagi, kami sebagai pemohon surat ke kantor Kantor KAN akan dijadikan tersangka dan akan ditahan. Apa betul ini kerja polisi seperti itu,” tutur Anwar keheranan.
Anwar menilai Kanit Reskrim Polsek Bayang tidak pantas mengeluarkan ancaman seperti itu. “Kami ini sudah tua-tua. Apalagi kakak saya dan perempuan pula. Sudah nenek renta mau dimasukkan penjara, terlalu polisi,” ucap Anwar.
Nenek Jusni yang badannya sudah bungkuk ketika mendengar ucap Darmon, heran. “Apa iya, nenek-nenek tidak melakukan kesalahan mau ditahun,” ujar Jusni dengan nada tanya. (***)