Pandeglang – Ratusan warga Labuan, Kabupaten Pandeglang, yang saat itu sedang asik beraktivitas, mendadak panik, lantaran mendengar suara sirine peringatan tsunami berbunyi, pada Rabu (14/8/2019) tadi.
Akibat sirine peringatan tsunami yang nyaring itu, mengakibatkan ratusan warga yang sebagian besar adalah lansia, ibu-ibu dan anak-anak tersebut, lari berhamburan menuju satu titik, guna menjauhi bibir pantai agar dapat terhindar dari kemungkinan terjadinya terjangan tsunami.
Terlihat jelas raut ketakutan dan panik dari ratusan warga yang sedang berusaha menghindar dari kemungkinan tsunami tersebut. Bahkan sejumlah petugas dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) pun, ikut sibuk mengarahkan warga agar secepatnya menuju gedung shelter. Dan ada beberapa petugas BPBD, yang terlihat harus membopong anak-anak, maupun lansia untuk dapat segera sampai dititik perlindungan.
Usai ratusan warga itu masuk semua ke gedung shelter, mulai terlihat wajah ceria, bahkan banyak diantara warga yang ikut berlarian saat itu, tampak tertawa. Pasalnya, bunyi sirine dan aksi berlari warga yang terkesan sedang berusahan untuk menyelamatkan diri itu, hanyalah sekedar simulasi penanganan bencana tsunami, yang dilakukan oleh petugas gabungan dari Tim Ekspedisi Desa Tangguh Bencana (Destana) dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan BPBD Pandeglang.
Kepala BNPB, Letjen TNI Doni Monardo, mengaku. Simulasi tsunami menjadi salah satu agenda dalam ekspedisi Destana yang dimulai sejak 12 Juli 2019 lalu. Dirinya menjelaskan, bahwa simulasi tsunami merupakan upaya pemerintah untuk mengedukasi masyarakat Pandeglang, agar dapat lebih tanggap terhadap bencana.
“Jadi tugas kita bersama menyiapkan seluruh keluarga dari tingkat paling kecil agar mereka siap, menyadari bahwa daerah kita adalah daerah yang rawan bencana,” ujarnya usai menggelar simulasi tsunami, Rabu (14/8/2019).
Oleh karenanya, kegiatan Destana dan simulasi tsunami, diharapkan dapat meningkatkan kesiapsiagaan dan membentuk masyarakat yang tangguh terhadap bencana.
“Kami melihat semangat masyarakat cukup tinggi. Tinggal bagaimana nanti kolaborasi antara pemerintah dan Pemda untuk memfasilitasi kegiatan riil dari masyarakat,” terangnya.
Namun demikian, dia berpesan agar ke depannya, Pemerintah Daerah menyelenggarakan latihan yang betul-betul menyentuh kepentingan sampai tingkat yang paling rendah, yakni keluarga.
“Ke depan latihan ini harus betul-betul menyentuh kepentingan sampai tingkat yang paling rendah, yakni keluarga. Karena saat bencana terjadi, keluarga lah yang paling berdampak,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati menambahkan, peringatan dini tsunami tidak mesti dengan sirine. Tetapi yang penting, ada informasi potensi tsunami dari BMKG, BNPB, maupun BPBD setempat yang segera disampaikan.
“Berdasarkan informasi tersebut, dari kami kirim setelah gempabumi 5 menit maksimum seletah gempa, sudah disiapkan jalur evakuasinya. Nah ini lah shelter untuk evakuasi. Kalau untuk pakai sirine, meski disiapkan oleh BMKG, namun yang memencet harus Pemda yang ada di lokasi,” urai Dwikorita.
Kegiatan ekspedisi Destana yang digagas BNPB, dimulai sejak tanggal 12 Juli 2019, dengan titik awal dari Banyuwangi. Selama 32 hari, ekspedisi Destana menyusuri 24 kabupaten kota di Pulau Jawa dengan sasaran jangkauan ke 518 desa.
Rencananya, persinggahan terakhir tim ekspedisi Destana akan tiba di Kabupaten Serang pada tanggal 17 Agustus mendatang. (Daday)