Sikapi Nilai “Merah” Ombudsman Terkait Pelayanan Publik, Irna Mengaku Dampak Bencana


Pandeglang – Ombudsman Perwakilan Provinsi Banten sempat merilis indikator kualitas pelayanan publik yang ada di kabupaten kota se Provinsi Banten. Dimana dalam rilisnya tersebut, Ombudsman memberi penilaian dengan sistem zonasi warna, mulai merah, kuning, dan hijau.

Dari delapan daerah yang ada di Provinsi Banten itu, terdapat tiga daerah yang dikategorikan baik atau memasuki zona hijau, yakni Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Sedangkan tiga daerah lainnya, yakni Lebak, Cilegon, dan Kota Serang, masuk pada katagori kuning, atau kurang baik, sisanya yakni Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Serang, masuk dalam katagori merah, atau buruk.

Hal ini terlihat dari laporan pada 2019 yang datang ke Ombudsman. Dari 122 laporan, 92 di antaranya dari Kota Serang, Kabupaten Tangerang, Tangerang Selatan, dan Kabupaten Serang. Sementara Lebak, Pandeglang, dan Cilegon hanya 13 laporan.

Menanggapi penilaian Ombudsman, terkait kualitas pelayanan publik di Kabupaten Pandeglang yang masuk pada katagori merah, atau dengan indikator buruk. Bupati Pandeglang, Irna Narulita menyebut jika hal itu dampak dari adanya musibah tsunami Selat Sunda, serta gempa diawal Agustus lalu. Karena dirinya meyakini, bila penilaian itu terletak pada sektor perikanan dan pelayanan sosial.

“Ada penilaian-penilaian, apakah disektor perikanan, sosial, karena kan kemarin kita habis dirundung bencana, musibah. Ada tsunami dan gempa. Saya yakin disektor-sektor itu yang menjadi penilaian,” ujarnya, Senin (16/12/2019).

Irna menjelaskan, akibat kejadian tersebut, banyak pelayanan yang tidak maksimal sehingga pada akhirnya dikeluhkan oleh masyarakat. Misalnya saja berkaitan dengan bantuan perahu bagi nelayan. Keterbatasan angggaran, membuat pemerintah tidak bisa menyalurkan bantuan perahu.

“Mungkin kita tidak bisa juga memberikan pelayanan langsung kepada nelayan yang kehilangan perahu hampir seribu sekian. Kami juga tidak bisa membantu dari APBD kami. Sudah terkunci. APBD Provinsi juga begitu,” sambungnya.

Selain itu, perihal pelayanan di Hunian Sementara (Huntara). Keterbatasan air yang dialami penghuni Huntara, diduga sampai ke Ombudsman sehingga menjadi penilaian. Belum lagi musim kemarau yang panjang, membuat kebutuhan air bersih bagi warga meningkat. Akan tetapi fasilitas yang tersedia belum cukup mengakomodir semua kebutuhan masyarakat Pandeglang.

“Kedua dari Dinsos, kan banyak yang mengeluh. Mungkin sudah dilakukan pelayanan Huntara, tapi air tetap kurang. Itu kan sampai ke sana (Ombudsman), itu kan terus dinilai,” tambah Irna.

Bupati perempuan pertama di Pandeglang ini meminta kepada Ombudsman supaya memahami kondisi masyarakat Pandeglang yang tengah bangkit dari musibah tersebut. Apalagi ada sejumlah wilayah di Pandeglang yang rawan terhadap bencana.

“Mereka harus paham kita juga sedang transformasi dari kejadian musibah itu. Kita terus beruaya mendorong mereka agar tetap struggle untuk bisa tetap hidup di daerah rawan bencana,” beber bupati

Kendati demikian, Irna mengungkapkan catatan Ombudsman tersebut menjadi bagian introspeksi dan evaluasi bagi pemerintah ke depan agar catatan Ombudsman bagi Pandeglang tahun mendatang bisa lebih baik lagi.

“Namun kami akui catatan itu menjadi bahan evaluasi dan introspeksi kami untuk menjadi lebih baik lagi. Dan tentunya saya punya harapan besar ombudsman memberikan penilaian untuk di tahun 2020 trennya signifikan dari sebelumnya,” pungkasnya. (Daday)


Next Post

TUJUH TERSANGKA KASUS KEJAHATAN TERHADAP KEAMANAN NEGARA/MAKAR DI LIMPAHKAN KE KEJAKSAAN TINGGI SAMARINDA

Sen Des 16 , 2019
Jayapura- Pada hari Senin tanggal 16 Desember 2019 pukul 12.30 WITA/pukul 13.30 WIT telah dilaksanakan penyerahan tersangka dan barang bukti […]