
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Perwakilan Provinsi Banten bersama Mitra, Anggota Komisi IX DPR RI melakukan Sosialisasi Pembangunan Keluarga di Pondok Pesantren Darul Ahsan, Kampung Dangdeur, Desa Dangdeur, Kecamatan Jayanti, Kabupaten Tangerang, Senin (26/11/2018).
Ratusan santri dan santriwati itu antusias menyimak pemaparan seputar Program Generasi Berencana (GenRe) yang dipaparkan Kabid Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi pada Perwakilan BKKBN Provinsi Banten Nurizky Permanajati dan Anggota Komisi IX DPR RI Siti Masrifah.
Dipaparkan pria yang akrab disapa Kiky tersebut, dari 12,7 juta jiwa penduduk Banten saat ini, sekitar 3 juta adalah remaja. Namun, dengan jumlah remaja sebanyak itu, Banten menghadapi persoalan pernikahan dini.
“Persoalan yang dihadapi itu adalah Banten peringkat keempat dari 34 provinsi untuk pernikahan dini,” ungkap Kiky.
Dijelaskannya juga, pernikahan dini tersebut menimbulkan dampak turunan, diantaranya terputusnya pendidikan di sekolah, terhentinya cita-cita serta munculnya berbagai persoalan lain, terutama terhadap pihak perempuan.
“Karenanya, kami melalui program Triad Kesehatan Reproduksi pada Remaja mengajak remaja di Banten untuk menikah diusia ideal, yaitu perempuan diusia minimal 21 tahun dan laki-laki minimal 25 tahun,” tambah Kiky.
Kiky juga menjelaskan kepada peserta, alasan untuk menghindari pernikahan dini. Dijelaskannya, angka kematian ibu melahirkan di Indonesia masih tinggi, salah satu penyebabnya karena pernikahan dini.
“Penyebabnya karena organ reproduksi belum siap, sehingga terjadi komplikasi saat kehamilan, misalnya pendarahan dan resiko hipertensi saat persalinan,” bebernya.
Selain diajak menghindari pernikahan dini, peserta juga diingatkan untuk menghindari seks pra nikah dan seks bebas, kemudian menghindari juga penyalahgunaan napza (narkoba dan zat adiktif) lainnya.
Soal seks pra nikah, Kiky berpendapat, hal tersebut dipicu karena akibat dari ketidakmampuan remaja mengendalikan hawa nafsunya. Sehingga ia mengimbau remaja untuk menghindari pacaran, karena peluang untuk melakukan seks pra nikah pada remaja sangat terbuka. Faktor pendorongnya adalah kondisi emosi yang masih labil serta secara biologis sedang terjadi perubahan hormon, baik pada remaja perempuan maupun laki-laki.
“Resiko seks pra nikah itu terjadinya kehamilan tidak diinginkan, apa dampaknya? bisa terjadi aborsi karena menanggung malu, atau keselamatan remaja yang hamil tersebut juga terancam. Sebab idealnya perempuan yang hamil itu rutin diperiksa ke bidan atau dokter spesialis kandungan minimal 4 kali. Kalau hamil diluar nikah kan biasanya tidak melakukan hal itu. Makanya hindari pacaran, karena semua bisa berawal dari situ,” tandas Kiky.
Sementara Siti Masrifah menambahkan bahwa dalam ajaran agama Islam, perilaku mendekati zina itu berdosa. Artinya, segala sesuatu yang menjurus pada perilaku seks pra nikah maupun seks bebas harus dihindari, karena perbuatan tersebut tergolong berdosa.
“Kalau mendekatinya saja sudah dilarang, apalagi sampai melakukannya. Oleh karenanya, jangan pernah sekali-kali mendekati zina,” kata Masrifah (Mul).

