Banten – Polda Banten melalui Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Krimsus) Polda Banten Mulai mengusut kasus dugaan pencemaran privasi hingga penistaan dalam tulisan, yang melibatkan empat media di Wilayah Provinsi Banten, Kamis 26 Oktober 2023.
Panggilan klarifikasi Polda Banten
Korban seorang wanita bernama Vivi Apriani, warga Merak, Kelurahan Tamansari, Kecamatan Pulomerak, Kota Cilegon. Korban tidak hanya dicemarkan nama baiknya, karena pemberitaan yang tidak sesuai kebenarannya, hingga kini masih trauma atas tuduhan yang disiarkan melalui laman digital tersebut.
“Kasusnya masih tahap klarifikasi. Kita minta keterangan korban, pelapor, juga saksi saki lain, termasuk ahli. Baru kita juga klarifikasi para terlapor. Kita juga akan usut mungkin sumber berita, narasumbernya. Kita juga sudah koordinasi dengan dewan pers,” kata petugas di Krimsus Polda Banten.
Kepada media, Vivi mengatakan bahwa sejak pemberitaan muncul, empat media tersebut tidak mengindahkan norma norma dan kaidah jurnalistik dan wartawan. Tidak pernah ada konfirmasi, bahkan isi tulisan mengada ada. Karena dianggap tidak profesional dalam melaksanakan kerja jurnalistik, terutama tidak uji informasi (verifikasi, klarifikasi, konfirmasi), tidak berimbang dan mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi.
Menurut Vivi awalnya pihaknya masih menghormati profesi jurnalistik dan peran media pers, maka Vivi mengadu ke Dewan Pers, dan sudah di keluarkan rekomendasi putusan dewan pers atas pemberitaan empat media tersebut. Vivi mengadukan berita yang tanpa konfirmasi dan klarifikasi kepada pihak yang diberitakan. Selain dirinya berita itu juga mempengaruhi psikologis anak-anaknya, dan keluarga besar.
“Bukan hanya saya yang tersiksa, tapi anak anak saya apalagi yang wanita. Dan isi putusannya sama dengan pemikiran kami. Bahwa berita berita di empat media itu banyak melanggar hukum pers, dan UU Per no 40 Tahun 1999. Empat media itu adalah kabarmudabanten.com, Postnewtv.id, anekafakta.com dan star7tv.com,” kata Vivi, dalam acara podcast lugas TV, Kamis 26 Oktober 2023.
Berlinang airmata, Vivi menyampaikan ucapan terimakasih kepada Dewan Pers, Polda Banten dan juga keluarga besar atas support dan dukungan, sehingga hari ini dirinya memenuhi panggilan Polda Banten untuk diminta keterangan. “Alhamdulillah kasus saya sudah masuk ke Polda Banten, dan hari ini saya di mintain keterangan,” Kata Vivi.
“Sekali lagi, kami berterimakasih kepada Dewan Pers yang merespon atas aduan saya, sehingga mengeluarkan rekomendasi, saya juga terimakasih kepada Polda Banten dan saya percaya keadilan akan terkuak, dimana hancurnya psikis saya terutama anak saya,” ujanya.
Vivi juga berharap kasusnya cepat selesai, dan dia mendapat keadilan atas ulah oknum oknum yang tidak bertanggung jawab atas ulah lnya. “Harapan saya semoga kasus ini cepat selesai. Dan pihak pihak yang sudah merugikan dan mencemarkan nama baik saya segera dihukum, mempertanggung jawabkan perbuatannya sesuai aturan undang undang yang berlaku. Saya juga terimakasih kepada keluarga besar saya, yang selalu support saya, terutama om saya, kebetulan beliau wartawan juga,” kata Vivi.
Untuk diketahui kasus itu kini mulai ditangani Penyidik Krimsus Polda Banten. Korban sudah diminta klarifikasi untuk meminta keterangan dengan panggilan surat nomor B/610/X/RES.2.5./2023//Ditreskrimsus Polda Banten. Korban juga membawa surat rekomendasi dari Dewan Pers dengan nomor 1051/DP/K/VIII/2023, Perihal penilaian dan Rekomendasi. Selain terancam pasal pidana KUHP, UU ITE, empat media tersebut terancam denda Rp500 juta.
Sebelumnya Vivi diberitakan oleh empat media online dengan dituduh melakukan kumpul kebo, dan macam-macam tuduhan. Tidak terima dengan tuduhan yang dianggap tidak jelas itu, korban melapor ke dewan Pers.
Dalam rekomendasi dewan pers menyebutkan berita empat media itu telah menggiring opini sehingga masyarakat terprovokasi. Tanpa konfirmasi ke obyek berita (dalam hal ini adalah Pengadu), Berita tidak valid disertai pengambilan foto (rumah Pengadu) tanpa izin. Berita bukan hasil karya jurnalis atau wartawan media tersebut.
Dewan Pers telah menganalisis dan menemukan bahwa berita yang ditayangkan di empat media siber yang diadukan, isinya sama persis dan bisa dipastikan ke 4 media itu hanya saling menyalin dan menayangkan (copy paste). Isinya sama, bahkan sampai titik komanya, dan juga judulnya.
Sumber berita adalah informasi random dari keterangan warga sekitar dan keterangan RT serta mantan asisten rumah tangga korban yang membenarkan bahwa ST dan V adalah pasangan suami istri siri. Namun dalam tujuh paragraf pada berita media, tidak ada sama sekali memberikan ruang bagi obyek berita (dalam hal ini adalah korban), yang berpotensi dirugikan, untuk memberikan penjelasan.
Nada berita terkesan persoalan pribadi (persoalan suami istri). Tidak ada konfirmasi dan klarifikasi dari pihak yang diberitakan. Temuan administratif bahwa media Teradu ada yang tanpa menyebut badan hukum (kabarmudabanten.com). Badan Hukum Media Teradu ada yang berbentuk Perkumpulan (anekafakta.com), Media Teradu ada yang tanpa alamat (postnewstv.id).
Terkait hal itu, Pasal 12 UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers menyebutkan antara lain “Perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamat dan penanggung jawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan”.
Demi pelaksanaan fungsi Dewan Pers antara lain “memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers” sebagaimana disebutkan dalam Pasal 15 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan bahwa “penilaian akhir atas pelanggaran Kode Etik Jurnalistik dilakukan Dewan Pers”
Penilaian sesuai Kode Etik Jurnalistik:
Teradu melanggar Kode Etik Jurnalistik, Pasal 1 terutama tidak akurat dan berimbang. Pasal 2 terutama tidak profesional dalam melaksanakan kerja jurnalistik. Pasal 3 terutama tidak uji informasi (verifikasi, klarifikasi, konfirmasi), tidak berimbang dan mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi.
Kemudian Berita yang diadukan tanpa konfirmasi dan klarifikasi kepada pihak yang diberitakan. Tidak adanya konfirmasi ini menjadikannya berita tidak berimbangserta mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi. dan Kerja jurnalistik keempat media yang diadukan, yang meliputi 6 m (mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi) tidak dilakuan secara profesional, hanya sekedar menyalin ulang (diduga plagiasi) atau setidaknya berbagi berita/fabrikasi.
Rekomendasi Dewan Pers
Teradu wajib melayani Hak Jawab dari Pengadu secara proporsional, disertai permintaan maaf kepada Pengadu dan masyarakat pembaca, selambatlambatnya 2 x 24 jam setelah Hak Jawab diterima. Pengadu memberikan Hak Jawab kepada Teradu selambat-lambatnya tujuh hari kerja setelah menerima Surat Penilaian dan Rekomendasi ini.
Pengadu dan Teradu wajib mengacu kepada Pedoman Hak Jawab Dewan Pers (Peraturan Dewan Pers No. 9/Peraturan-DP/X/2008). Dan teradu wajib memuat catatan di bawah Hak Jawab yang menjelaskan bahwa berita awal yang diadukan dinilai oleh Dewan Pers melanggar Kode Etik Jurnalistik.
Teradu wajib menautkan Hak Jawab dari Pengadu pada berita awal yang diadukan, sesuai dengan angka 4 huruf b Peraturan Dewan Pers Nomor 1/PeraturanDP/III/2012 tentang Pedoman Pemberitaan Media Siber yang menyatakan “Ralat, hak koreksi dan atau hak jawab wajib ditautkan pada berita yang diralat, dikoreksi. Tidak melayani Hak Jawab bisa dipidana denda sebanyak-banyaknya Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) sebagaimana disebutkan dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
Sinarlampung.co, membutuhkan konfirmasi kepada empat pimpinan media tersebut. Namun hingga berita ini diturunkan, keempat media online itu tidak mencantumkan alamat, dan nomor yang bisa dihubungi.(Red)