Lakpesdam Menilai Perseteruan Dimyati dan JB Merupakan Sajian Politik Feodal


Pandeglang – Menyikapi panasnya suhu politik jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Pandeglang 2020 mendatang, terutama terkait adanya dua kekuatan politik yang saling serang statement, baik di media massa maupun di media sosial, membuat sementara kalangan menilai, bahwa perseteruan dua penguasa wilayah, baik itu Dimyati Natakusumah maupun Mulyadi Jayabaya (JB), ibarat sebuah “Gimik Politik” Feodalisme

Hal tersebut ditegaskan Zaenal Abidin, selaku Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PC NU Pandeglang, yang menurutnya, perseteruan dua dinasti jelang Pilkada Pandeglang 2020 nanti, secara langsung maupun tidak, telah membuat sebagian besar masyarakat Pandeglang bertanya-tanya, benarkah mereka berseteru, atau hanya sebatas gimik politik.

“Bagi saya, ramai dibeberapa media masa baik online maupun cetak, soal balas pantun antara kubu Dimyati dan kubu JB jelang Pilkada Pandeglang yang direspon serius oleh publik, menjadi indikasi bahwa ternyata kita masih suka dengan menu dan sajian gaya-gaya politik Feodal,” ungkap Zenal, Rabu (9/10/2019).

Bahkan Ketua Lakpesdam ini pun melihat, bahwa saat ini semua pihak mulai terbelah pada sebuah “subordinat” yang kemudian memberi kuasa penuh pada kekuatan fatsun politik mapan. Padahal sebenarnya, kekuatan itu yang mereduksi semua pihak setiap saat dan mengalienasi, sehingga posisi para pihak terdorong jauh keluar ke pinggir-pinggir pusat kekuasaan.

“Selera kita masih disitu ternyata, kita masih memelihara fedoalisme dalam berpolitik. Menganggap bahwa asa kehidupan dan perubahan lahir dari orang orang kuat dalam menjaga teritorial kekuasaannya. Sehingga kita larut pada gimik bukan pada subtansi,” tambahnya.

Zenal berpendapat, inti dari “perseteruan” politik antara Dimyati dengan JB menjelang Pilkada Pandeglang hanya gimik politik “feodal”. Sehingga menurutnya, publik yang memang seleranya feodalistik, hanya punya dua pilihan.

“Tidak lebih ya, lebih tepatnya perseteruan dua dinasti ini hanya gimik politik “feodal”. Pilihannya, Pandeglang ini sepenuhnya mau diserahkan ke siapa? Ke keluarga Dimyati kembali atau keluarga JB. Padahal kedua-duanya tidak minus koreksi, tapi banyak,” jelasnya.

Ia menambahkan, kondisi saat ini ada grand desain opini publik supaya semua pihak tertuju pada kedua pilihan dinasti tersebut.

“Jadi seakan-akan merekalah yang paling layak memimpin Pandeglang lima tahun mendatang, atau seumur-umur sampai ke anak cucunya dan yang lain dianggap tidak ada,” tandasnya.

Terpisah, juru bicara keluarga JB, Agus Wisas mengaku meapersiasi atas analis yang disampaikan Zenal. Akan tetapi kata dia, untuk kata-kata yang ditulisnya dimedsos dinilai kasar, tidak ada niatan dari dirinya “mengkasari” situasi.

“Tapi okelah kepada akang (sebut Wisas ke Zenal) saya sampaikan permohonan maaf atas kata-kata kasar yang pernah saya sampaikan. Tetapi, prilaku kotor politik Dimyati-lah yang membuat saya harus kasar, karena dengan cara halus khawatir tidak dipahami oleh Dimyati,” katanya.

Bahkan dia mengklaim, sebelum Dimyati menyatakan itu, dirinya tidak pernah berbicara kasar. Dia juga tak memungkiri bahawa dirinya masih banyak kekurangan seperti yang lainnya dan ia juga tidak merasa lebih berhak atas Pandeglang.

“Sekali lagi ijinkan menyampaikan penegasan, kami banyak kekurangan sama seperti yg lain, kami tidak merasa lebih berhak atas Pandeglang, kami hanya punya niat baik atas situasi pembangunan di Pandeglang saat ini. Jauh di lubuk hati kami, jika ada yang lebih baik dari kami, tentu kami akan mendukung siapapun itu, dari manapun itu,” tegasnya (Daday)


Next Post

Tatap Muka Kapolri, Panglima TNI dan Menkopolhukam Dengan Pengungsi Wamena

Rab Okt 9 , 2019
Pspua – Kapolri Jenderal Polisi Prof. H. Muhammad Tito Karnavian, Ph.D., bersama Panglima TNI Marsekal TNI hadi Tjahjanto, S.I.P., dan […]