Geopark Nasional Ujung Kulon

Peta Kawasan Geopark Nasional Ujung Kulon

KORANTANGERANG.COM – Geopark atau taman bumi adalah sebuah wilayah geografi  yang memiliki warisan geologi dari keanekaragaman geologi yang bernilai tinggi, termasuk didalamnya keragaman hayati dan keragaman budaya yang menyatu di dalamnya, yang dikembangkan dengan tiga pilar utama, yaitu konservasi , edukasi dan pengembangan ekonomi lokal.

Dalam hal ini suatu kawasan yang akan mengembangkan geopark terlebih dahulu hasur memiliki situs warisan geologi yang bernilai tinggi, sedangkan aspek keragaman hayati selalu ada di berbagai wilayah nusantara karena keberadaannya diatur dengan Undang-undang tentang Tata Ruang. Demikian pula dengan keragaman budaya karena NKRI adalah Negara yang memiliki kebudayaan tinggi di setiap daerahnya, karena memiliki sejarah peradaban yang luhur sejak berdirinya Kerajaan Hindu, Budha hingga Kesultanan.

Provinsi Banten memiliki potensi yang baik untuk pengembangan geopark di tiga wilayah, yaitu Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Serang. Dari ketiganya Kabupaten Pandeglang sudah memiliki Geopark Nasional yaitu Geopark Ujung Kulon, kemudian Kabupaten Lebak sudah menentukan Geoparknya yaitu Geopark Bayah Dome. Sedangkan Kabupaten Serang masih melakukan inventarisasi geodiversity di daerah Rawa Dano dan sekitarnya yang diyakini para ahli geologi sebagai kaldera gunung api purba.

Geopark Ujung Kulon telah ditetapkan sebagai Geopark Nasional pada 10 November 2023 melalui Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor: 393.K/GL.01/MEM.G/2023 setelah sebelumnya terbit Surat Keputusan Menteri ESDM Nomor 54.K/40/MEM/2020 tentang Penetapan Warisan Geologi (Geoheritage) Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten.

Dengan terbitnya Surat Keputusan penetapan sebagai Geopark Nasional tersebut, maka Geopark Ujung Kulon harus sudah dapat melaksanakan program dan kegiantannya dalam rangka pengembangan Taman Bumi (Geopark) melalui pengelolaan berkelanjutan dalam hal konservasi, edukasi dan pemberdayaan enokomi masyarakat sekitar kawasan geopark. Saat ini Geopark Nasional Ujung Kulon sedang dalam menyelesaikan beberapa pekerjaan penting diantaranya membangun Pusat Informasi Geopark di Pandeglang.

Dalam Peta Kawasan Geopark Nasional Ujung Kulon tercantum empat belas titik lokasi Situs Warisan Geologi, enam lokasi Keragaman Hayati, 2 lokasiKeragaman Budaya dan 6 lokasi destinasi penting lainnya pada 7 wilayah kecamatan dan Kecamatan Pandeglang sebagai pusat informasi.

Warisan Geologi

Dalam Surat Keputusan tersebut disebutkan ada 14 situs warisan geologi di Kabupaten Pandeglang, masing-masing: Situs Warisan Geologi Bongkah Batugamping Tsunami 1883, Situs Warisan Geologi Curug Puteri, Situs Warisan Geologi Curug Ciajeng Kembar (Kecamatan Carita), Situs Warisan Geologi Curug Sawer, Situs Warisan Geologi Gua Lalay, Situs Warisan Geologi Batugamping Kuarter (Kecamatan Cigeulis), Situs Warisan Geologi Batuhideung, Situs Warisan Geologi Endapan Tsunami Cipenyu (Kecamatan Panimbang), Situs Warisan Geologi Lava Curug Dengdeng (Kawasan TNUK, Kecamatan Cimanggu), Situs Warisan Geologi Air Panas Cibiuk, Situs Warisan Geologi Kompleks Sanghyang Sirah, Situs Warisan Geologi Tanjunglayar, Situs Warisan Geologi Karangcopong, Situs Warisan Geologi Batupasir Citambuyung (Kawasan TNUK Kecamatan Sumur)

Dari ke empatbelas warisan geologi tersebut, 2 diantaranya dinilai berperingkat nasional yaitu Situs Warisan Geologi Bongkah Batugamping Tsunami di Pantai Carita dan Endapan Tsunami pantai Cipenyu. Jadi yang akan ditampilkan sebagai tema Geopark Ujung Kulon dari segi geologi adalah peristiwa bencana geologi tsunami, terutama yang terjadi pada tahun 1883 yaitu tsunami yang diakibatkan meletusnya Gunung Krakatau.

Salah satu situs warisan geologi yang mewakili jejak peristiwa tsunami tahun 1883 tersebut berupa bongkah batugamping terumbu yang terhempas oleh dahsyatnya gelombang tsunami. Contoh bongkah batugamping jejak tsunami sebetulnya banyak di sepanjang pantai Sukarame Carita, tetapi yang paling menonjol adalah sebuah bongkah besar batugamping berdimensi sekitar (4 x 5 x 7) meter, dimana penduduk setempat menamakan bongkah batugamping terumbu tersebut sebagai Karang Dalem.

Karang Dalem diyakini sebagai bongkah batugamping yang terangkat dan terseret oleh gelombang tsunami besar pada tahun 1883 sebagai akibat dari letusan Gunung Krakatau. Hal ini sangat beralasan karena bongkah batugamping tersebut sudah dalam keadaan (posisi) terbalik dari keadaan normal, dicirikan dari jejak koral yang menunjukkan posisi terbalik. Fakta lainnya yang dapat dilihat pada pengambilan gambar dari atas dengan drone, tidak jauh dari bongkah tersebut tampak bentuk kolam yang sudah sebagian terisi material sedimen pasir dan sisa koral. Ini menunjukkan bahwa bongkah tersebut berpindah tempat tidak jauh dari tempat asalnya. Diduga kuat bahwa, saat tsunami besar yang melanda pantai sekitar Carita pada tahun 1883 mengangkat bongkah batugamping terumbu berukuran sangat besar tersebut kemudian menggulingkannya sehingga terbalik.

Bongkah batukarang di sekitar pesisir Carita tidak hanya satu, tetapi cukup banyak dengan diameter lebih dari 1,5 meter, yang terbanyak terdapat di Desa Sukarame, di lokasi ini bongkah batukarang tidak hanya terdapat di pantai tetapi beberapa diantaranya ada di pesawahan penduduk, bahkan menurut Sekretaris Desa, dahulu pernah melihat bongkah batukarang didalam rumah penduduk, tapi sekarang tidak tersisa.

Bongkah-bongkah batukarang lainnya dapat dengan mudah ditemukan di pantai Ujung Kulon, bahkan di pesawahan penduduk Kampung Cipunaga, Desa Tunggaljaya Kecamatan Sumur yang jauhnya sekitar 300 meter dari tepi pantai. Ketika seorang petani ditanya tentang keberadaan bongkah-bongkah tersebut dikatakan bahwa menurut orang tua dahulu itu akibat dari peristiwa “caah laut” atau laut yang menggenangi daratan dahulu kala.

Situs warisan geologi lain yang diyakini sebagai jejak tsunami Krakatau 1883 dan sudah ditetapkan oleh Menteri ESDM adalah endapan tsunami yang berada di pantai Cipenyu, Kecamatan Pandeglang, berupa sedimen muda yang terdapat hanya sekitar pantai, dengan ketebalan sekitar 50 cm, tersusun dari material koral, cangkang kerang dan material pasir karbonat sebagai rombakan dari terumbu karang muda. Singkapan yang nampak, terbagi atas 3 bagian, di bawah batuan setengah lapuk (saprolit) bersifat karbonat, diduga dari endapan batugamping formasi Bojongmanik, diatasnya pasir yang kemungkinan sebagai pasir pantai lama sebelum terjadinya tsunami, dan di bagian atas terdapat endapan tsunami.

Dari data keterdapatan foraminifera pada contoh endapan tsunami tersebut diketahui bahwa terdapat beberapa spesies yang hidup  pada kisaran umur Miosen Tengah hingga Pleistosen, seperti Orbulina universa, bahkan ada yang hanya terdapat di kisasan umur oligosen, yaitu Miogypsinita Mexicana, juga ada beberapa spesies yang hidup dalam kisaran Holosen dan Resen seperti spesies-spesies; Planorbulinella larvata, Lepidocyclina, atau Calcarina gaudichaudii.

Kisaran lingkungan pengendapan dari fosil foraminifera, antara lingkungan neritic luar (kedalamaan 100-200) hingga bathial di kedalaman di 1000 meter, bahkan spesies yang lingkungannya dikedalaman laut cukup dalam seperti Amphistegina pinarensis yang bisa ditemukan di kedalaman laut Neritik luar (100 – 200 m dpl) hingga abysal (2000 – 3000 m dpl). Jadi data fosil foraminifera tersebut menunjukkan sumber endapan berasal dari lingkungan dan kisaran umur yang berbeda-beda, sehingga semakin meyakinkan bahwa endapan tersebut adalah endapan yang terjadi karena peristiwa tsunami yang membawa material dari laut dangkal hingga laut cukup dalam.

Selain tema Geopark Jejak Tsunami Krakatau 1883, Geopark Ujung Kulon memiliki beberapa situs warisan geologi lainnnya yang menarik, yaitu batuan hasil gunung api yang terdiri atas batuan gunung api muda dan gunung api purba.

Batuan gunung api muda terlihat di bagian utara dari deliniasi geopark yaitu sekitar Kecamatan Carita seperti di situs warisan geologi Curug Ciajeng Kembar dan Curug Putri, sedangkan batuan yang dihasilkan oleh aktifitas gunung api purba diantaranya adalah Kompleks Sanghyang Sirah, Tanjunglayar dan Karangcopong, semuanya berada dalam kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Juga terdapat beberapa lokasi situs warisan geologi yang dihasilkan oleh aktifitas gunung api tua seperti yang terdapat di Curug Sawer Cigeulis, Gua Lalay Cigeulis dan Lava Curug Dengdeng di Cimanggu.

Hal menarik dari situs-situs warisan geologi gunung api purba, tampak dari penamaan pada 2 peta geologi skala 1 :100.000 yang berbeda berumur Miosen. Peta geologi tersebut masing-masing; peta geologi lembar Ujung Kulon dan peta geologi lembar Cikarang. Pada lembar Cikarang kelompok batuan gunung api tersebut dinamakan Formasi Honje, sedangkan pada lembar peta Ujung Kulon dinamakan Formasi Cikancana.

Formasi Cikancana (Tmc)

Formasi Cikancana tersusun dari litologi breksi gunung api dan tuf dengan sisipan lava pejal bersusunan andesit, breksi lava, lava bantal, tuf pasiran dan tuf gampingan, stempat terdapat sisipan bantal batugamping (S. Atmawinata dan H.Z. Abidin (1991)

Batuan dari formasi ini tersingkap di Kompleks Sanghyang Sirah dengan penampakan litologi tersusun dari breksi gunung api, tuf lapilli, tuf halus terubah, lava hingga retas dan sisa leher gunung api (volcanic neck). Singkapan batuannya dapat ditelusuri sepanjang lebih dari 5 kilometar di pesisir bagian selatan Taman Nasional Ujung Kulon.

Dengan demikian lokasi ini sangat menarik untuk penelitian geologi terkait gunung api purba, selain wisata pantai karena karena panoramanya yang sangat indah. Sanghyang Sirah bahkan terkenal sebagai tempat orang beziarah karena dipandang sangat bersejarah dan memiliki nilai legenda mistis yang sangat kuat, dimana terdapat sebuah gua yang cukup besar, didalamnya terdapat sebuah sumur air tawar yang sangat jernih.

Selain di Kompleks Sanghyang Sirah, batuan gunung api purba juga tersingkap di titik paling barat dari Pulau Jawa, yaitu Tanjunglayar yang secara litologi tersusun dari breksi gunung api dan lava yang terlipatkan sebagai dragfold (lipatan seretan) sebuah sistem sesar yang besar. Diduga sesar ini tersambung dengan Sesar Sumatera. Batuan ini termasuk dalam bagian Formasi Cikancana yang berumur Miosen Awal – Tengah.

Lokasi lain dimana tersingap batuan dari Fromasi Cikancana ini juga adadi Karangcopong yang menempati bagian paling utara Pulau Peucang, secara litologi tersusun dari breksi gunung api, lapilli, tuf pasiran dan tuf gampingan.

Formasi Honje

Batuan dari formasi ini penyebarannya berpusat di Gunung Honje yang berada dalam Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang. Sebaran batuan dari formasi ini melipiti wilayah Kecamatan Panimbang, Cigeulis, Sumur, Cimanggu dan sebagian wilayah Cibaliung. Beberapa singkapan dari batuan ini telah ditetapkan sebagai situs warisan geologi, dengan nama situs; Curug Sawer Cigeulis dan Lava Curug Dengdeng Cimanggu. Batuan di Curug Sawer tersusun dari lava andesitic terkekarkan dengan kekar lembar dan breksi gunung api.

Di Kecamatan Cimanggu, sebuah lokasi yang secara litologi termasuk formasi Honje telah ditetapkan sebagai salah satu situs warisan geologi yaitu lava curug dengdeng yang tesusun dari batuan lava andesitik terubah propilit dan mengandung urat-kuarsa setebal 0,5 hingga 2 centimeter. Terjadinya ubahan tersebut di tempat-tempat tertentu diikuti oleh terjadinya mineralisasi emas seperti yang telah ditambang oleh PT. Cibaliung Sumber Daya selama sekitar 10 tahun sejak tahun 2009. Sebagai sumber panas (heat source) yang menyebabkan mineralisasi tersebut, yaitu dengan terdapatnya beberapa tubuh intrusi batuan andesitik berumur Pliosen (Tpa) yang tersebar di beberapa titik

Keragaman Hayati (Biodiversity)

Kawasan Ujung Kulon sebagian besar termasuk sebagai bagian dari Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). TNUK ditetapkan pada tanggal 11 Januari tahun 1992 melalui Keputusan Menteri Kehutanan nomor 284/Kpts-II/1992 mencakup wilayah daratan dan pulau-pulau kecil seluas 78.619 Ha serta wilayah laut disekitarnya seluas 44.337 Ha. Saat ini TNUK dikelola oleh Balai Taman Nasional Ujung Kulon bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.  Kawasan ini intinya merupakan cagar alam suaka margasatwa di dalam kawasan hutan tropis yang sangat baik tempat perlindungan satwa sangat langka di dunia yaitu badak jawa (Rhinoceras sondaicus) dengan populasi antara 50 sampai 60 ekor dan merupakan satu-satunya tempat di dunia dimana spesies badak ini mampu bertahan dan berkembang biak secara alami.

Ragam satwa besar di Taman Nasional Ujung Kulon, diantaranya; badak jawa

Selain Badak Jawa dalam kawasan TNUK juga terdapat sekitar 30 jenis mamalia dilindungi seperti Banteng (Bos javanicus), Macan tutul (panthera pardus), Macan dahan, Anjing hutan (Cuon alpinus javanicus), Owa Jawa (Hylobates moloch), Surili (Presbytis aigula), Lutung (Presbytis cristata), Kukang (Nycticebus coucang), Kera ekor panjang (Macaca fascicularis), Rusa (Cervus timorensis), Babi hutan (Sus scrofa) Celeng (Sus verrucosus), Muncak (Muntiacus muntjak), Pelanduk (Tragulus javanicus), Kukang Jawa, Buaya Muara, Biawak, Ular Sanca Batik, Penyu Hijau, Penyu Sisik, Merak, Ayam Hutan, Burung Enggang, Burung Rangkong, Elang Sikep Madu, Elang Laut Dada Putih, Burung Dara Laut, Burung Cekakak, Burung Wili-wili dan lain-lain. Habitat dari berbagai jenis hewan dilindungi tersebut merupakan hutan yang sangat alami, terdiri atas hutan hujan tropis, padang rumput, hutan rawa air tawar, hutan mangrove dan hutan pantai.

Bagian hutan hujan tropis banyak terdapat berbagai jenis tanaman kayu seperti Merbau (Intsia bijuga), Kiara (Ficus spp.), Mahoni, Bayur, Sempur, Teureup, Palahlar (Dipterocarpus haseltii), Laban, Kikembang, Kihurang, Kicalung, Bungur (Lagerstroemia speciosa), cerlang (Pterospernum diversifolium) Kihujan (Engelhardia serrata), berbagai jenis tanaman palem (Palma), Rotan (Daemonorops spp.) juga berbagai jenis Anggrek (Dendrobium). Padang rumput ditumbuhi Cyperus pilosuc, Cyperus compactus, Panicum repans, Panicum colonum, Andropogon sp., Isachne meliacae, Imperata cylindrical dan Melastoma polyanthum dll. Hutan pantainya banyak ditumbuhi nyamplung (Calophyllum innophyllum), Butun (Barringtonia asiatica), Ketapang (Terminalia catappa) serta Bakau (Mangrove).

Atas dasar kekayaan fauna dan flora sebagaimana disebutkan diatas, maka Kawasan Ujungkulon juga telah ditetapkan sebagai Warisan Dunia oleh Unesco sejak tahun 1991 sehingga mendapat perhatian khusus selain dari Unesco juga dari World Wildlife (WWF) Foundation.

Keragaman hayati yang kuat lainnya dalam kawasan Geopark Nasional Ujung Kulon, yaitu Kawasan Taman Hutan Raya (Tahura). Tahura Banten yang berada di Carita dan sekitarnya dikembangkan sebagai kawasan ekowisata dan agrowisata dengan berbagai jenis flora yang dilindungi dan aneka jenis tumbuhan yang dibudidayakan. Pengelolaan Tahura ini dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Banten melalui Dinas Lingkungan Hidup Dan Kehutanan. Saat ini dalam tahap pembangunan sarana infrastruktur. Kawasan hutan raya  seluas 1.595,9 hektar ini ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor SK.3108/Menhut-VII/KUH/2014 tanggal 25 April 2014.

Aneka jenis flora yang ada di kawasan Tahura meliputi lebih dari 116 jenis diantaranya adalah beberapa jenis tanaman kayu seperti Meranti, Mahoni (Swietenia magohani), Puspa serta tanaman budidaya Melinjo (Gnetum gnemon), Durian (Durio cibertinus), Jati (Tectona grandis), Kecapi (Sandoricum koetjape), Kelapa (Cocos nucifera) dll.

Dalam kawasan hutan juga terdapat beberapa jenis hewan liar seperti Monyet (Macaca fascicularis), Surili (Presbytis comate), Biawak (Varanus salvator), Trenggiling (Manis javanicus), Babi hutan (Sus scrofa) Ular sanca (Python sp.), Ular tanah (Callo selasma rhodostoma) serta berbagai jenis burung seperti Elang (Haliacetus leucogastrea), Pelatuk (Picus sp.), Puyuh (Coturnix chinensis)  Kutilang (Pycnonotus aurigaster), Anis (Zoothera sp.), Tekukur (Streptopelia cinensis), Perkutut (Geoperlia striata), Ciblek (Primia familiaris) dan Punai (Chalcopaps indica).

Keragaman Budaya Cutural Diversity

Situs keragaman budaya terpenting di kawasan Geopark Nasional Ujung Kulon berupa Masjid Caringin dan Arca Ganesha di Pulau Panaitan

Masjid Caringin

Masjid Caringin adalah sebuah masjid yang bersejarah, ada sejak abad ke 19. Menjadi sangat dikenal sejak dipimpin oleh seorang ulama muda kharismatik, salah seorang murid terbaik dari Syeh Nawawi Al Bantani, beliau dikenal sebagai Syeh Asnawi Caringin atau Syeh Muhammad Asnawi bin Abdurrahman. Saat beliau berumur 33 tahun atau pada tahun 1883, sebuah peristiwa besar terjadi. Peristiwa bencana yang tampaknya sudah diprediksi oleh beliau, yaitu meletusnya Gunung Krakatau dengan dahsyat pada tanggal 26 dan 27 Agustus 1883, diikuti oleh bencana yang sangat besar pula yaitu terjadiinya gelombang tsunami dengan ketinggian hingga 40 meter.

Peristiwa letusan 3 bulan sebelumnya tampaknya mengiyaratkan bahwa beliau harus mengungsikan penduduk Caringin yang saat itu menjadi ibukota Banten Barat. Akan tetapi ajakan beliau hanya diikuti oleh para santrinya dan beberapa orang warga pengikut. Jadi Syeh Asnawi saat itu memindahkan sementara pesantrennya ke daerah Muruy, dekat Menes, dan apa yang dikhawatirnya benar-benar terjadi setelah bencana tsunami melumat seluruh pesisir bagian barat Banten dan selatan Lampung, menyusul letusan Gunung Krakatau yang benar-benar menghancurkan dirinya sendiri.

Sebagian massa gunung tersebut terlontar ke angkasa, bahkan kolom asap mencapai ketinggian 80 km, sementara sebagian lainnya ambruk ke dasar laut Selat Sunda. Gelombang kejut dari letusan dahsyat dan ambrukan massa inilah yng menimbulkan rangkaian gelombang tsunami tinggi terus menerus dalam waktu lebih dari 24 jam, lalu menghancurkan semua yang ada di pesisir tidak terkecuali Masjid Caringin yang berada dibibir pantai.

Pada saat bencana terjadi Syeh Asnawi bersama para santrinya selamat karena berada di Muruy. Caringin luluh lantak sehingga ibukota pemerintahan sementara di pindahkan ke Menes. Kemudian setelah kembali ke Caringin Syeh Asnawi kembali membangun Masjid Caringi di lokasi berbeda, yaitu lokasi yang sekarang. Terungkap pula cerita lain bahwa bagian atas dari mimbar masjid yang dipakai sekarang adalah mimbar masjid yang sempat terlontar oleh gelombang tsunami, tapi diketemukan tersangkut di pepohonan.

Syeh Asnawi Caringin juga dikenal sebagai pejuang anti colonial yang menggerakkan para pemuda untuk melakukan perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda, sehingga beliau  pernah dipenjara di Tanah Abang dan diasingkan di Cianjur

Arca Ganesha

Benda Cagar Budaya terkemuka lainnya di Geopark Nasional Ujung Kulon adalah sebuah patung atau Arca Ganesha yang terdapat di puncak Gunung Raksa (329 Mdpl), Pulau Panaitan, Ujung Kulon. Selain Arca Ganesha tadinya terdapat Arca Syiwa, namun sempat hilang, kemudian ditemukan dan sekarang berada di Museum Sri Baduga di Bandung.

Biasanya di tempat lain Arca Ganesha memiliki mahkota, tetapi di Ujung Kulon tidak demikian dan memiliki pahatan lebih sederhana, oleh karena itu arca ini diyakini merupakan arca Hindu tertua di Pulau Jawa. Kemudian dari tempat duduknya dan letak arca tersebut yang berada di puncak gunung, maka kemungkinan lokasi arca tersebut merupakan daerah sacral pusat peribadatan sekaligus  scriptorium (Dani Sunjana, 2019).

Destinasi penting lainnya

Pantai Carita, Masjid Al Khusaini, Lembur Mangrove Patikang, Pulau Liwungan, Sungai Cigenter, Mecusuar Tanjunglayar.

Pantai Carita merupakan daerah wisata yang sudah sangat dikenal sejak lama. Memiliki panorama pantai indah berpasir atau berbatuan. Dalam kawasan ini sudah banyak tempat-tempat penginapan mulai kelas sederhana hingga hotel atau resort berbintang.

Masjid Al Khusaini adalah sebuah masjid bersejarah yang dibangun oleh salah seorang murid ulama terkenal Syeh Asnawi Caringin

Lembur mangrove Patikang, terletak di Panimbang, merupakan tempat ekowisata yang cukup menarik dengan dilengkapi srana untuk aktifitas canoe dan berjalan-jalan di hutan bakau.

Sungai Cigenter yang berada dalam kawasan Taman Nasional UjungKulon merupakan tempat wisata yang banyak diminati dengan aktifitas menantang canoeing sepanjang sungai di hutan belantara.

Mercusuar Tanjunglayar, adalah bangunan  merana sua r bersejarah yang dibangun sejak awal abad ke 19 oleh pemerintah Hindia Belanda. Pada awalnya selain bangunan mercusuar di lokasi tersebut dilakukan pembangunan pelabuhan, tetapi dari sejak awal muncul sesuatu hal yang di anggap mistis yang mampu membunuh para pekerja. Kemungkinan di tempat tersebut terdapat sumber penyakit malaria yang belum dikenali secara medis saat itu.

Keragaman geologi lainnya

Di Geopark Ujung Kulon masih belum ada situs warisan geologi yang berperingkat internasional dan jumlah situs warisan geologinya baru 14 lokasi yang sudah mendapat penetapan dari Menteri ESDM. Namun ini belum final karena telah ada temuan lokasi lain yang bisa ditetapkan sebagai situs warisan geologi terkemuka, seperti taman tsunami di Tanjunglesung, Jejak bentang alam karst di sungai Cicegog Cimanggu atau di lokasi lain yang belum masuk deliniasi Geopark Nasional Ujung Kulon.

Taman Tsunami Tanjunglesung

Lokasi ini berada di Rawa Gibrig, Kawasan KEK Tanjunglesung, setelah dilakukan penelitian oleh Eko Yulianto peneliti dari BRIN. Dari penelitian ini terungkap bahwa di lokasi rawa tersebut terdapat ratusan bongkah koral dan endapan pasir tsunamidi daratan KEK Tanjunglesung. Ini adalah temuan yang dapat dikembangkan obyek wisata dengan tema “dark tourism” yang dapat menjadi salah satu daya tarik wisata di Tanjunglesung. Selain itu lokasi ini juga menambah situs geologi yang ada dalam kawasan deliniasi Geopark Nasional Ujung Kulon.

Selain ratusan bongkah korl berukuran sedang – besar tersebut, dalam keadaan laut surut, ditemukan endapan pasir Tsunami Krakatau 1883 sengan ketebalan 50 cm, dengan penciri mengandung lapisan batuapung Gunung Krakatau.

Karst Sungai Cicegog

Lokasi ini berada di Kampung Cicegog, Desa Rancapinang, Kecamatan Cimanggu. Tidak jauh dari muara sungai Cicegog atau kurang dari 500 m. terdapat singkapan batugamping yang menunjukkan bentukan khas yang biasa ada di dalam gua karst, yaitu terdapatnya ornament gua seperti stalaktit dan stalagmite. Posisinya di beberapa tempat ornament tersebut menaungi sisi sungai. Keadaan tersebut menimbulkan dugaan bahwa lokasi ini sebelumnya merupakan gua karst dengan aliran sungai bawah tanah, tetapi kemudian atapnya runtuh.

Litologi lokasi ini tersusun dari batugamping klastik yang termasuk dalam batuan Formasi Bojongmanik.(Adv)


Next Post

Media Rockwool, Kunci Rutan Bangil Sukseskan Budidaya Sawi Pakcoy sebagai Dukungan Ketahanan Pangan

Rab Des 11 , 2024
PASURUAN – Sebagai wujud nyata pelaksanaan 13 program akselerasi yang dicanangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM RI, Rutan Kelas IIB […]