Keempat teori Pers klasik itu kemudian bertambah, seiring dengan perkembangan situasi dan perkembangan zaman. Denis McQuail menambah dua teori haru, yakni Teori Pers Pembangunan dan Teori Partisipasipan Demokratik.
Kedua teori ini memiliki kesamaan dan perbedaan dengan tiga teori klasik sebelumnya. Salah seorang pemikir Pers Indonesia, Arifin, menambah Teori Pers Pancasila yang hidup di Indonesia pada zaan Orde Baru. Teori Pers Pancasila ini pun punya kesamaan dan perbedaan dengan teori-teori Pers yang ada sebelumnya.
Teori Pers Pembangunan.
Menyusul empat teori klasik sebagaimana disebutkan terdahulu, McQuail menambah dua teori pers baru, yakni Teori Pers Pembangunan dan Teori Demokratik Partisan. Teori Pers Pembangunan terutama berada atau digunakan di Negara Dunia Ketiga. Negara Dunia Pertama adalah negara-negara kapitalis Barat yang terkait dengan pasar, sedangkan Negara Dunia Kedua adalah negara-negara dunia sosialis komunis dengan sistem Marxis (Arifin, 2017 : 67-68).
Teori Pers Pembangunan bertolak dari filsafat atau ideologi pembangunan, dengan ciri khas adanya keterlibatan Pemerintah dalam berbagai bidang, termasuk dalam pers atau media massa. Contoh kongkret, di Indonesia, pada Zaman Orde Baru.
Pemerintah terlibat aktif dalam pembangunan dan pembinaan pers melalui Departemen Penerangan RI. Di Departemen ini, antara lain, ada Dirjen Pembangunan Pers dan Grafika yang berinteraksi aktif dengan pers. Ketua Dewan Pers pada masa ini adalah otomatis Menteri Penerangan RI.
Teori Pers Demokratik Partisipan
Teori Pers Demokratik Partisipan sangat menentang monopoli media sebagai akibat berkembangnya Teori Pers Libertarian dan Teori Pers Tanggung Jawab Sosial. Meski begitu, Teori pers ini menawarkan tanggung jawab baru, yakni terlaksananya demokrasi dan terjaminnya hak-hak warga negara secara bebas dalam berekspresi melalui Pers (Arifin, 2017 : 73).
Maka, dalam teori ini, dipastikan tidak ada sensor atau breidel dari Pemerintah. Pelaksdanaan penyaluran aspirasi atau kebebasan berpendapat bisa dilaksanakan melalui Pers. Wartawan bisa menjadi penyalur aspirasi, bisa pula jadi penyalur kritik atau koreksi kepada Pemerintah.
Dalam penyaluran aspirasi itu, tentu saja, warga sudah dewasa. Bisa membedakan kritik dan caci maki, kebijakan dan pribadi. Redaktur di jajaran redaksi pun sudah paham. Kebijakan menyangkut kepeningan umum, perlu diapresiasi atau dikoreksi. Soal pribadi pejabat, atau pembuat kebijakan publik, tidak akan kaitananya dengan kepentingan umum.
Pers selalu menulis untuk kepeningan dan atau ada kaitananya dengan kepentingan umum. Teori Demokrasi Partisipan hadir untuk menyelematkan demokrasi yang sedang terancam oleh semakin kuatnya “kapitalisme media” (Arifin, 2017 : 74).
(Dean Al-Gamereau. Sekretaris Dewan Penasihat PWI Provinsi Banten masa jabatan 2019 – 2024).