Korantangerang.com – Dua baris lirik lagu Bimbo tentang aku, “Corona datang Tuhan mencuci dunia” dan membungkam kesombongan manusia, sungguh sangat aku sukai. Dua baris lagu itu, dalam judul “Corona”, menurut aku, tali-temali, ketika dibedah (misalnya) dengan analisis tafsir teks Hermeneutika (baca : Hermenoitika).
Soal lagu pesanan ini bocor ke media sosial dan viral, sebelum resmi diserahkan ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Republik Indonesia sebagai pemesan, itu bukan urusan aku.
Bimbo memang sering menyebut nama tuhan dalam banyak lagunya, bahkan ada lagu khusus tentang tuhan, dengan judul “Tuhan”.
Mungkin kau terkejut, dan harus melipat-lipat jidat dulu ketika mendengar lirik lagu Bimbo seperti ini, “Waktu Tuhan tersenyum, lahirlah Pasundan”.
Tuhan tersenyum? Lirik itu harus ditafsirkan, tanah Pasundan adalah Anugerah Tuhan, yang tercipta dengan penuh kasih sayang-Nya.
Bimbo seperti terinspirasi oleh Al-Baqarah 126 tentang terciptanya Tanah Suci Makkah yang aman, subur, dan jadi tujuan ibadah umat Islam seluruh di dunia. Bimbo melukiskannya dengan “senyuman” Tuhan.
Kini, Bimbo datang dengan “Tuhan mencuci dunia”? Ini seperti gambaran Al-Baqarah 125 ketika Allah S.W.T. memerintah Ibrahim A.S. dan Ismail A.S. membersihkan Ka’bah untuk tawaf, ruku dan sujud. Bersih dulu, atau suci dulu, kemudian beribadah di sini.
Bimbo sah menyebut dunia sudah kotor, dan oleh karena itu perlu dicuci dulu agar bersih jadi tempat ibadah sebagaimana Ka’bah yang dulu dibersihkan sebelum jadi tempat tawaf, rukuk, dan sujud. Apa yang harus dibersihkan lebih dulu di dunia? Bimbo menyebut kesombongan, seperti bunyi lirik lagu baris kedua berikutnya, “Membungkam kesombongan manusia”.
Tetapi, bukankah tugas manusia pula memberangus kesombongan, disamping mengelola, mengambil keuntungan, menertibkan, dan mendamaikan dunia?. Sudahlah, sudah banyak oknum manusia sombong, dan pamer kesombongan setelah mereka berkuasa, setelah mereka jadi pemimpin, setelah mereka terpapar watak Iblis.
Aku ingin menarik ke belakang sejarah kepemimpinan manusia, kalau kau tak mau menyebut khilafah di dunia (Al-Baqarah : 30 – 34). Mengapa Allah S.W.T mengangkat Nabi Adam A.S yang sudah diajari banyak ilmu, sebagai khalifah di muka bumi, bukan malaikat yang diciptakan-Nya bersih, yang tak pernah, dan tak akan pernah memanipulasi data atau mengkorupsi amanah-Nya?.
Sebuah isyarat, ilmu harus didahulukan daripada kesucian kalau mau jadi pemimpin umat. Mengapa pula Allah S.W.T. tak mengangkat Iblis jadi khalifah, padahal gagah berani sampai-sampai menolak perintah-Nya, bahkan mengajak berdebat dengan-Nya?. Oh, Iblis sombong, dan oleh karena itu – sebuah isyarat pula dari Allah S.W.T.
Ahli waris Iblis jangan pernah diberi kesempatan jadi pemimpin.
Memimpin itu dengan ilmu, tak cukup bersih. Seperti sekarang, aku sedang menyaksikan kesombongan yang dibungkam, atau tepatnya dilumpuhkan, sekaligus pula aku menyaksikan ilmuwan bekerja keras mencari penangkal aku melalui pengkajian. Aku menyaksikan pula para ulama mencari penangkal melalui pengajian (doa).
Aku yakin, pertemuan ilmuwan dan ulama inilah yang sesungguhnya lebih cepat melumpuhkan aku. Setelah kesombongan manusia lumpuh, kini giliran kau melumpuhkan aku! Pertemukan ilmuwan dan ulama!. Hasil pertemuan itu sederhana, kau pasti sudah tahu : doa ulama dan usaha ilmuwan. (Dean Al-Gamerau/zher).