Anda : Dari Mana, Di Mana, dan Mau ke Mana?


Korantangerang.com – Aku datang entah dari mana. Aku ini entah siapa. Aku pergi entah ke mana. Aku akan mati entah kapan. Aku heran bahwa aku bergembira.

Cobalah tanyakan sajak kuno di atas kepada kiai. Mereka pasti bisa menjawabnya. Pas dan tuntas. Kitab-kitab klasik Islam mengajarkan banyak bahasan, bukan saja soal batal wudu atau tata cara salat, melainkan juga mengajarkan tentang perjalanan hidup dari hari ke hari,tentang hidup sesudah mati, tentang hidup yang selalu berpasangan, ada siang ada malam, ada senang ada susah, ada laki-laki ada perempuan, juga ada hidup dan mati.

Kitab klasik Islam merumuskan tiga hal saja, dan untuk dijawab manusia kalau ingin selamat, min ayna? (Anda dari mana?), ayna? (sedang di mana?) dan ilaa aayna? (mau ke mana?), Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 28 menjawab semua pertanyaan itu sehingga hidup ini jadi jelas.

Seorang pemikir Barat, Bertrand Russel menyebutkan, bahwa antara teologi dan ilmu pengetahuan terletak suatu daerah tak bertuan. Daerah itu diserang baik oleh teologi maupun oleh ilmu pengetahuan. Daerah tak bertuan itu adalah filsafat.

Kini, berdasarkan Alquran dan Assunnah, kiai bisa menjelaskan klasifikasi ilmu. Kiai bisa melacak ilmu ketika Nabi Adam AS akan diangkat jadi khalifah. Sangat menarik, Allah S.W.T, ternyata memprioritaskan ilmu sebagai syarat jadi khalifah dan itu diajarkan dulu kepada Nabi Adam AS. Malaikat, makhluk senior dan selalu suci yang tercipta dari cahaya diminta-Nya pula bersujud kepada Nabi Adam AS.

Boleh jadi, ilmu lah yang mengangkat derajat Nabi Adam AS itu dan ini relevan dengan firman-Nya, “Allah akan mengangkat derajat orang yang berilmu.” (Al-Mujaadilah : 11). Syarat jadi khalifah, ilmu lebih diutamakan daripada bersih diri?.

Kiai generasi terdahulu berkeliling kampung, dari masjid ke masjid, dari majlis taklim ke majlis taklim karena didorong tanggung jawab menyebarkan ilmu yang fundamental untuk umat, iman, islam, dan ihsan. Mereka ikhlas beramal.

Mereka menyimpan keikhlasan itu hanya dalam qalbu, tak terucap di bibir. Persis seperti nama surat dalam Alquran, surat Al-Ikhlas. Tak akan kita temukan kata ikhlas dalam surat Al-Ikhlas itu. Ini berbeda dengan surat-surat yang lain, yang selalu saja disebut judul surat dalam isi surat Alquran. Ini sama dengan nama surat Al-Fatihah, yang di situ tak disebut kata Al-Fatihah.

Ada nasihat K.H Gafar Ismail (ayah penyair Taufik Ismail), “Masyhuurun fi ‘s-samaa’i, majhuulum fi ‘l-ardli” (Langit yang mengenal mereka bukan jadi pesohor di bumi).

Nasihat ini mengajarkan ikhlas beramal. Kita beramal berdasarkan ilmu, tentu saja tak cukup karena harus juga bersendikan ikhlas. Harus karena Allah!. Alangkah indahnya hidup seorang muslim. Tahu diri asal dari nama, tahu diri sedang di mana, dan tahu pula akan terus ke mana. Seorang muslim tahu persis, bahwa ada tempat abadi yaitu surga dan neraka untuk manusia (Dean Al-Gamereau)


Next Post

Danrem 172/PWY Beri Pembekalan Kepada Satgas 432/WSH

Jum Sep 11 , 2020
Abepura – Komandan Korem 172/PWY selaku Komandan Komando Pelaksana Operasi (Dankolakops) Brigjen TNI Izak Pangemanan memberikan pembekalan kepada Satuan Tugas […]