Menyambut Hari Pers Nasional (HPN) Tahun 2024 (Bagian Kesatu)


Peraturan Pers dari Zaman Belanda Sampai Zaman Merdeka

Zaman Belanda

Sejak zaman penjajahan Pemerintah Hindia Belanda, zaman penjajahan Jepang, sampai zaman Indonesia merdeka sekarang ini, selalu ada penerbitan pers, peraturan pers, dan insan pers. Di Indonesia, pers hampir sama populer dengan press. Ada jumpa pers, press meeting, press conference (konferensi pers), press release, dan lain-lain.

Pers, secara harfiah adalah barang cetakan, berbentuk fisik, sedangkan isi pers adalah karya jurnalistik hasil liputan insan pers, wartawan, atau jurnalis. Wartawan pernah diberi gelar Kuli Tinta karena ikut pula mencetak atau mengontrol hasil liputannya, dalam mesin cetak, mesin press, yang penuh tinta. Pers adalah bahasa Belanda, press bahasa Inggris, dan presse bahasa Prancis.

Ayat (1), Pasal 1, Bab I, Undang-Undang Nomor 40 Tahu 1999 mendefinisikan, “Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia”.

Pada zaman Pemerintah Hindia, peraturan pers dituangkan pada tahun 1856 dalam Regelement op de Drukwerken in Nederlandsch – Indie, lalu diperbaiki pada tahun 1906, untuk disesuaikan dengan tuntutan keadaan masa itu. Perubahan itu terutama didorong oleh dua hal : karena desakan kaum demokratis dan sistem sensor preventif ternyata merepotkan (Surjomihardjo, 2002 : 171).

Terhadap Pers, pada tahun 1856 itu, ada sensor preventif. Sebelum diterbitkan, semua karya cetak harus dikirimkan kepada kepala pemerintahan (Hindia Belanda setempat), kepada pejabat justisi dan Algemene Secretarie, dan ditandatangani oleh pihak pencetak. Kalau tidak, akan disita. Tempat pencetakannya pun bisa disegel.
Lalu, ada perubahan, pada tahun 1906, bahwa karya cetak itu dikirimkan sehari setelah dicetak setelah 24 jam barang cetakan beredar. Ketentuan pencantuman nama dan tempat tinggal pencetak berlaku pula. Pelanggaran, tidak lagi berupa penyitaan, tetapi denda sebesar f10 – f100. Dalam peraturan pers tahun 1856, pihak pencetak harus menyerahkan uang tanggungan f200 – f5.000. Pada peraturan tahun 1906, tidak ada lagi uang tanggungan.

Pada tanggal 7 September 1931, Pemerintan Hindia Belanda menerbitkan Persbreidel Ordonnantie, yang berisi bahwa Gubernur Jenderal Hindia Belanda berwenang melarang penerbitan pers tertentu untuk sementara (paling lama delapan hari), kalau dinilai mengganggu ketertiban umum. Kalau pers itu melunak, peraturan itu bisa dicabut. Kalau tidak dicabut, maka pers yang bersangkutan tidak boleh terbit selama satu tahun.
Selain itu, pers yang dinilai menyebarkan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap pemerintah Nederland atau Hindia Belanda (pasal 154 dan 155) dan terhadap sesuatu atau sejumlah kelompok penduduk di Hindia Belanda (pasal 156 dan 157), dikenai sanksi pula.

Untuk kedua pelanggaran di atas tersebut, menurut Surjomohardjo (2002 : 173), sebenarnya Haatzaai Artikelen, pasalnya-pasalnya, sebetulanya bisa dibuat dua kelompok, yakni “Kejahatan Melanggar Ketentuan Umum” (Misdrijven tegen de Openbare Orde) dan “Kelompok Kejahatan Ketertiban Umum” (Misdrijven tegen het Openbaar Gezag).

(Dean Al-Gamereau, Sekretaris Dewan Penasihat PWI Provinsi Banten 2010 – 2024)


Next Post

Jelang Pemilu, Partai Golkar Gelar BIMTEK Dan Pembekalan Untuk KorDes Dan KorTPS Dapil ll Kabupaten Tangerang

Kam Feb 8 , 2024
Tangerang – Mahfudz Fudianto S.H (Kang Bimo) Calon Anggota Legislatif dari Partai Golkar Nomor urut 4 Daerah Pemilihan (Dapil) 2 […]