Pesan Ke-Tidak Berdaya-an : Dari “Serangan Fajar” ke “Serangan Jantung…”


Kita punya media untuk mengekpresikan kebahagian, kesedihan, kekecewaan, atau ke-tidak berdaya-an, bahkan pada saat-saat serius seperti sekarang ini : menunggu perolehan suara resmi hasil pemilihan presiden dan wakil presiden (2024).

Kita baca eksepresi mereka di media massa, dalam debat atau diskuksi, dalam berita atau hasil analisis dan lain-lain: ada yang tenang dan datar, ada yang hangat penuh semangat, juga ada yang marah dan emosional. Media massa jadi panggung terbuka dan bebas untuk mengekresikan “mazhab”.

Mereka yang tak diundang jadi narasumber diskusi, yang tak menjadi sumber berita, yang tak punya media massa, ternyata mencari jalannya sendiri, seperti air yang terus mencari celah dan ruang untuk mengalir.

Pada zaman The Information Age seperti sekarang ini, telepon genggam jadi media. Kita bisa tersenyum membaca ekspresi mereka, bahkan bisa pula merasa senasib. Saya menghimpun beberapa pesan orang-orang biasa, tanpa identitas, karena bagi mereka, mungkin yang terpenting adalah pesan yang tersampaikan, bukan siapa pembuat atau penyampai pesan. Namun, bagi para calon, pembuat atau penyampai pesan sangat penting karena terkoneksi dengan elektabilitas (keterpilihan).

Dalam perspektif komunikologi, pesan termasuk salah satu unsur komunikasi, di samping komunikator, komunikan, media, dan umpan balik. Orang-orang komunikolog menyebut kelima unsur komunikasi itu dengan Lasswell’s Model of Comunication – yang dinisbatkan kepada Harold Dwight Lasswell sebagai pencetusnya. Lasswell sendiri, sebetulnya, seorang 😻ilmuwan politik Amerika Serikat (13 Februari 1902 – 18 Desember 1978).

Kita baca pesan-pesan lucu, lalu kita bisa tersenyum, seperti : “Ke TPS, datang dengan cinta, pulang dengan tinta”, Jangan cuma nyinyir di media sosial, coblos juga di TPS”, “Pemilu, saatnya memilih pemimpin, buka saatnya bertanding memilih restoran”, dan “Semenjak aku dilantik jadi anggota KPPS, maaf, seleraku bukan kamu lagi”.
Lalu, pesan ini, mungkin kita tak habis pikir.

Mereka sampaikan pesan diiringi nyanyian dengan musik gembira sambil berjoget (teks pesan ditulis sesuai dengan aslinya), “Duit serangan fajar kemaren sudah habis, sekarang tinggal menunggu serangan jantung karna harga beras naik, sembako naik, pajak naik, BBM naik. Jangan lupa joget”. Saya tak tahu, bagaimana umpan balik Lasswell kalau menyaksikan semua itu : pesan serius ke-tidak berdaya-an jadi joget gembira, dan kita tersenyum.

(Dean Al-Gamereau. Warga negara biasa yang sudah terbiasa dengan keadaan biasa-biasa saja. Tempat tinggal di Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten).


Next Post

Lewat Kinerja Cemerlang tahun 2023, BRI Insurance Berhasil Catat Pertumbuhan Premi Bruto sebesar 26,60 Persen

Jum Feb 23 , 2024
PT. BRI Asuransi Indonesia yang dikenal BRI Insurance (BRINS) mampu mencatatkan premi bruto sebesar Rp3,30 triliun atau tumbuh sebesar 26,60% […]