Media massa, pada pemilihan umum (pemilu) presiden dan wakil presiden tahun 2024, jadi agen politik, punya agenda politik, dan punya kepentingan politik. Sebagai agen politik, Suwardi menyebutkan (Hamad : 2004), media massa melakukan proses pengemasan pesan (framing of political message) dan proses inilah sesungguhnya menyebabkan sebuah peristiwa atau aktor politik memiliki citra tertentu. Dalam proses pengemasan pesan ini, media massa dapat memilih fakta yang akan (dan yang tidak) dimasukkan ke dalam tubuh berita.
Media massa pula, dengan demikian, pada pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2024, berperan dalam pembentukan opini publik, yang akhirnya keterpilihan aktor politik. Menurut Sujiman (Badara, 2014 : 10), ada tiga hal yang dilakukan pekerja media (wartawan) tatkala melakukan konstruksi realitas, yakni pemilihan simbol (fungsi bahasa), pemilihan fakta yang akan disajikan (framing strategy), dan kesediaan memberi tempat (agenda setting).
Penempatan berita, di halaman muka atau di halaman dalam, ditentukan pula oleh kebijaksan redaksional media massa yang bersangkutan. Dengan ketiga hal tersebut di atas, maka media massa bisa mengubah persepsi, atau jadi pembentuk makna untuk sesuatu realitas atau tindakan tertentu di lapangan.
Motif pembentukan makna itu bisa karena ideologis, politis, dan bisnis, atau malah mungkin karena ketiga-tiganya. Biasanya, latar belakang agama atau nilai-nilai yang dihayatinya jadi ideologi sesuatu media massa (Badara, 2014 : 11). Media massa selalu saja berhubungan dengan kepentingan ideologi, politik, agama, ekonomi, dan kepentingan lainnya.
Pelajaran dari Chomsky Chomsky dan Edward Herman dalam Watimmena (2019) mengungkapkan, sekarang ini kekuatan ekonomi politik menentukan isi media massa (penerbitan Pers), baik cetak maupun elektronik. Kata Chomsky dan Edward Herman, “Bahwa ada sekelompok orang yang memiliki kekuatan ekonomi politik dan sekelompok orang pemilik perusahaan raksasa yang kedua-duanya menyaring dan menentukan berita untuk masyarakat luas”.
Rifai (2019) menyebutkan ada dua pelajaran yang bisa ditarik dari pemikiran Chomsky. Pertama, bahwa dunia sekarang dikuasai oleh media massa yang dikendalikan oleh dua kepentingan kelompok Pemerintah yang berkuasa dan kepentingan kelompok ekonomi pemodal. Kedua, masyarakat harus bersikap kritis terhadap media masa, harus mau mencari sumber lain (second opinion).
Kebenaran : Intisari Berita
Kalau kemudian ada pihak-pihak yang meragukan independensi atau netralitas media massa (cetak maupun elektronik) atas kenyataan tersebut, memang tidak bisa dihindarkan. Akibatnya, para pengamat sering menyuarakan, media massa tidak netral dan tidak sepenuhnya jadi alat pendidikan dan penyaluran informasi yang lengkap. Salah satu dari empat fungsi media massa itu sendiri adalah to educate (mendidik) khalayak melalui pengajian berita atau informasi yang benar dan lengkap.
Kewajiban pertama wartawan, dalam Bill Covach dan Tom Rosenstiel (2006 : 38 – 39), adalah pada kebenaran dan menyajikan fakta secara benar. Kebenaran akan menciptakan rasa aman yang tumbuh dari kesadaran seseorang, dan kebenaran inilah yang menjadi intisari berita.
Sebuah media massa tidak akan lepas dari negara tempat media massa itu berada. Wacana berita yang diproduksi tidak boleh bertentangan dengan haluan ideologi negara itu. The Soviet Communist Theory of The Press, misalnya, pasti dilarang hadir di Indonesia. Media massa bebas memilih diksi dan gaya bahasa, bebas menuliskan fakta, tetapi kemudian wacana berita itu perlu diteliti.
Kemerdekaan Pers
Media massa di Indonesia, termasuk media massa cetak, menikmati kemerdekaan Pers seluas-luasnya lebih dari sekadar kemerdekaan Pers zaman Pers Pancasila sebelumnya, ditandai dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang cukup reformatif.
Meski begitu, selalu ada peluang tarik-menarik kekuasaan : siapa menguasai siapa. Penguasa bisa menguasai dan mengendalikan Pers. Bisa pula terjadi sebaliknya. Pers mengendalikan Penguasa. Pers pun bisa mengendalikan publik melalui pembentukan opini, terutama ketika para calon membutuhkan dukungan politik.
Ada mediacracy, terdiri dari media dan democracy. Para pemilihan hakikatnya tidak menjalankan democracy, tetapi sesungguhnya dikendalikan oleh media melalui agenda media, agenda setting, atau media framing. Peran media massa jadi begitu besar dalam pembentukan opini publik.
Dalam praktik media massa pada zaman Orde Baru, Penguasa mampu mengendalikan Pers, bahkan termasuk urusan teks atau bahasa dalam tubuh berita. Pers, ketika itu, tidak merasa dikendalikan atau dikuasai, malah merasa senang dikuasai. Inilah hegemoni sebagaimana diungkapkan Antonio Gramsci.
Pers dan Penguasa menyepakati konsensus dan posisi. Pihak yang dikuasai bahkan merasa senang dikuasai setelah menggunakan pendekatan yang halus. Teori Hegemoni Komunikasi Massa Antonio Gramsci terbukti berhasil. Tetapi, di satu sisi, hak-hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang lengkap dan benar sering terabaikan.
Pada zaman pascaaksi reformasi, Pers dan Penguasa “bercerai”. Pers mengurus dirinya sendiri. Departemen Penerangan RI yang biasa “mengurus” Pers pun bubar. Kemerdekaan Pers semakin dirasakan insan Pers. Seperti dalam peliputan pemilu 2024 ini, juga rekam jejak para calon pun (termasuk calon presiden dan wakil presiden), lebih bebas diinformasikan kepada publik.
Kita ke TPS
Tahun 2024 tahun pemilu serentak lagi (pemilu presiden dan wakil presiden jadi satu paket dengan pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota). Pemilu serentak ini untuk kedua kali dilaksanakan sejak pemilihan umum zaman Reformasi dimulai.
Suhu politik pun meningkat. Setiap media massa, baik cetak maupun elektronik, punya teras acara atau kolum khusus pemilu 2024, termasuk pemilu presiden dan wakil presiden. Para wartawan lebih banyak di lapangan. Bahkan, banyak media massa yang membentuk wartawan tim peliput pemilu.
Kita ke Tempat Pemungutan Suara (TPS), Rabu 14 Februari ini. Kita sudah banyak menyaksikan, mendengar, tentang para calon, baik calon yang akan kita pilih. Bebas dan rahasia untuk pemilih. Jujur dan adil untuk penyelenggara.
Akhirnya, kalau para calon itu kita anggap baik semua, tentu kita akan memilih yang terbaik di antara yang baik-baik itu. Kalau kita anggap para calon itu buruk semua, tentu kita akan memilih yang terbaik di antara mereka. Selamat mengguinakan hak pilih. Senang dan bahagia. Jangan lupa, baca bismillah sebelumnya, dan baca pula alhamdulillah sesudahnya. Memilih pemimpin, termasuk ibadah.
(Dean Al-Gamereau. Sekretaris Dewan Penasihat PWI Provinsi Banten masa jabatan 2029- 2024).