Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) kembali menegaskan perannya sebagai penghubung strategis antara pemerintah dan masyarakat melalui upaya memperkuat ruang dialog dan penyerapan aspirasi publik. Komitmen ini, salah satunya diwujudkan melalui pertemuan dengan Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) yang berlangsung di Ruang Aspirasi Kemensetneg pada Rabu (12/11/2025).
Pertemuan tersebut menjadi wadah penting untuk membahas berbagai isu yang tengah dihadapi industri rokok putih nasional, seperti implementasi aturan mengenai ketentuan cukai hasil tembakau, rencana penerbitan regulasi mengenai pengaturan kadar tar dan nikotin, serta Peraturan Presiden tentang Pengelolaan Kesehatan. Selain itu, turut dibahas pula kebijakan larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari kawasan satuan pendidikan yang menjadi perhatian pelaku industri.
Melalui forum ini, pemerintah menegaskan pentingnya koordinasi lintas kementerian dan lembaga dalam merespons isu-isu strategis tersebut. Langkah ini bertujuan agar kebijakan yang dihasilkan dapat bersifat solutif dan berimbang, dengan tetap memperhatikan aspek kesehatan masyarakat sekaligus kesejahteraan seluruh pihak utamanya petani tembakau.
Audiensi ini dihadiri oleh Deputi Bidang Hubungan Kelembagaan dan Kemasyarakatan Yuli Harsono, Staf Khusus Wakil Menteri Binbin Firman Tresnadi, dan Tenaga Ahli Wakil Menteri Ngatoilah.
Dalam sambutannya, Yuli Harsono menegaskan bahwa Kemensetneg senantiasa berkomitmen untuk mendengarkan dan menindaklanjuti setiap aspirasi masyarakat agar kebijakan pemerintah tetap berpihak pada kepentingan publik.
“Audiensi ini menjadi bagian dari komitmen kami untuk memastikan setiap aspirasi publik dapat tersampaikan dan ditindaklanjuti secara tepat. Kami ingin memastikan bahwa setiap kebijakan yang dijalankan pemerintah tetap berpihak pada kepentingan masyarakat, termasuk dalam hal perlindungan terhadap kesejahteraan pelaku usaha,” ujar Yuli.
Diskusi kemudian dilanjutkan oleh Ketua Umum Gaprindo, Benny Wahyudi, menjelaskan bahwa pertemuan ini bukan ditujukan untuk membahas persoalan antar industri, melainkan untuk memastikan keberlangsungan rantai ekonomi nasional yang melibatkan banyak pihak, mulai dari petani tembakau hingga pelaku industri rokok.
“Perlu kami tegaskan bahwa fokus kami adalah memastikan keberlanjutan ekonomi nasional. Kami berharap agar dalam setiap kebijakan yang akan ditetapkan, aspek sosial dan ekonomi dapat menjadi pertimbangan utama, sehingga kesejahteraan seluruh pihak yang terlibat dapat terus terjaga,” ujar Benny.
Selanjutnya, perwakilan Gaprindo, Estyo Herbowo, menyoroti bahwa industri rokok putih di Indonesia telah beroperasi sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan regulasi yang berlaku. Ia menilai bahwa rencana penerapan regulasi baru di sektor ini perlu dikaji secara hati-hati agar tidak mengabaikan fakta bahwa produk hasil tembakau merupakan bagian dari budaya bangsa.
“Perlu kami tekankan bahwa rokok kretek merupakan bagian dari warisan budaya yang telah lama melekat di Indonesia. Sementara itu, rokok putih yang beredar di Indonesia pun telah diproduksi sesuai standar keamanan dan kualitas sebagaimana diatur dalam SNI serta regulasi yang berlaku,” ungkap Estyo.
Sementara itu, anggota Gaprindo, Eka Tangtere, menyampaikan bahwa pelaku industri berharap dapat terlibat secara aktif dalam proses penyusunan peraturan turunan, terutama terkait pembatasan bahan tambahan dalam produk rokok.
“Kami ingin menekankan pentingnya partisipasi aktif dari pelaku industri dalam proses penyusunan peraturan turunan tersebut. Selama ini, kami merasa keterlibatan kami dalam pembahasan aturan di sektor kesehatan masih sangat terbatas, sehingga belum ada kejelasan mengenai bahan-bahan apa saja yang dilarang untuk ditambahkan dalam produk rokok,” jelas Eka.
Menanggapi berbagai masukan tersebut, Yuli Harsono menyampaikan empat poin utama hasil pembahasan dalam audiensi. “Pertama, terkait pengaturan kemasan, Pemerintah memahami bahwa setiap perusahaan rokok memiliki identitas dan ciri khas tersendiri. Adapun wacana penerapan kemasan polos (plain packaging) saat ini masih berada dalam tahap rancangan, dan Kemensetneg akan berkoordinasi dengan kementerian terkait untuk memastikan perkembangan proses penyusunan regulasi tersebut,” jelasnya.
“Kedua, mengenai kadar tar dan nikotin, hal ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024, sementara regulasi turunannya yang mengatur lebih lanjut masih dalam tahap awal pembahasan. Pemerintah akan memastikan agar proses penyusunannya mempertimbangkan berbagai masukan dari para pemangku kepentingan,” lanjut Yuli.
“Ketiga, berkaitan dengan Peraturan Presiden tentang Pengelolaan Kesehatan, Kemensetneg akan mengawal prosesnya agar tidak muncul ketentuan baru dari amanat PP Nomor 24 Tahun 2024, serta memastikan perumusan kebijakan dilakukan secara hati-hati dan konsisten dengan regulasi yang telah berlaku,” tegasnya.
“Keempat, terkait kawasan tanpa rokok, Pemerintah mencatat adanya ketentuan larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari kawasan satuan pendidikan, yang merupakan bagian dari upaya pengendalian kawasan bebas rokok di berbagai daerah. Seluruh aspirasi yang telah disampaikan akan kami tindak lanjuti dan laporkan. Prinsipnya, setiap kebijakan akan dibahas secara matang dengan tetap berpedoman pada ketentuan yang berlaku,” pungkas Yuli Harsono.
Senada dengan hal ini, Tenaga Ahli Wakil Menteri, Ngatoilah, menyoroti isu pembatasan kadar nikotin yang dinilai dapat memberikan dampak bagi berbagai pihak dalam ekosistem industri tembakau.
“Kami memahami bahwa aspek penurunan pendapatan industri akibat kebijakan pembatasan tersebut tentu telah menjadi bagian dari pertimbangan pemerintah. Namun demikian, kami menilai bahwa kebijakan ini perlu dikaji secara lebih komprehensif agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap rantai produksi, tenaga kerja, maupun kesejahteraan para petani tembakau,” ungkap Ngatoilah.
Menutup pertemuan, Staf Khusus Wakil Menteri, Binbin Firman Tresnadi, menegaskan pentingnya dukungan data dan analisis prediktif dalam proses perumusan kebijakan. “Kami mohon agar dapat diberikan data serta analisis prediktif terkait pihak-pihak yang terlibat dan berpotensi terdampak oleh kebijakan ini. Informasi tersebut sangat penting bagi kami sebagai bahan untuk melakukan kajian serta menyusun langkah tindak lanjut yang lebih komprehensif kedepannya,” pungkas Binbin.
Secara keseluruhan, pertemuan antara Kemensetneg dan Gaprindo ini mencerminkan komitmen pemerintah dalam memperkuat kolaborasi dengan pelaku industri melalui dialog terbuka dan konstruktif. Pemerintah berupaya memastikan agar setiap kebijakan yang dihasilkan bersifat adil, transparan, dan berorientasi pada keberlanjutan demi mendukung kesejahteraan masyarakat serta membangun perekonomian nasional yang inklusif dan berdaya saing. (ANA – Humas Kemensetneg)



