JALAN ISLAM DIMAD BIN TSA’LABAH AL-AZDI


Dimad bin Tsa’labah Al-Azdi mendengar, sahabat lamanya sejak zaman Jahiliyah jadi gila. Padahal, sebelumnya, bahkan diberi gelar Al-Amin (orang yang jujur). Dimad, yang bergerak dalam pengobatan, perdukunan, juga pencari ilmu ini, merasa harus menemui sahabat lamanya ini, dan bermaksud akan mengobatinya. Melalui tangannya, seperti pengakuan Dimad sendiri, banyak pasien yang Allah sembuhkan melalui tangannya. L Harapan bisa menyembuhkan sahabatnya ini cukup besar.

Dimad bertemu dengan sahabatnya ini. Tak ada pertanyaan riwayat penyakit atau keluhan-keluhan kata Dimad, “Saya akan mengusir jin jahat (rukiah) dari tubuh Anda. Maukah kau, Muhammad, saya sembuhkan penyakit gila Anda? Banyak pasien yang Allah sembuhkan melalui tanganku,” kata Dimad, menawarkan diri.

Sahabatnya ini, Nabi Muhammaad saw tak memarahinya, juga tak menjawab tawarananya. Hanya saja, Nabi Muhammad saw, menjawab dengan serangkaian kalimat, seperti berikut :
“Innal hamda lillaah. nahmaduhu wa nasta’iinuhu. Man yahdihillaah falaa mudlilla lah. Wa man yudllil falaa haadiya lah. Wa asyhadu an laa ilaaha ilallaah wahdahu laa syariika lahu wa anna Muhammadan rasuulullah. Ammaa ba’du…” (Segala puji milik Allah. Kita memuji-Nya dan mohon pertolongan kepada-nya. Siapa saja yang Allah beri hidayah kepadanya, tak akan ada orang yang menyesatkannya. Barang siapa yang Allah sesatkan, tak akan ada orang yang bisa memberi hidayah kepadanya. Aku bersaksi, tak ada tuhan kecuali Allah. Dia Allah yang Esa, tak ada sekutu bagi-Nya. Aku bersaksi pula, Muhammad itu utusan Allah”.

Dimad, terkesima setelah mendengar jawaban Nabi Muhammad saw.). Baru kali ini, Dimad mendengar kalimat yang menyihirnya, yang begitu penuh pesan spiritual. Jawabannya masuk ke otak dan meresap ke dalam qalbunya (hatinya). “Coba sekali lagi!” pinta Dimad. Lalu, Nabi Muhammad saw mengulanginya. “Sekali lagi!” pinta Dimad, belum puas. Nabi Muhammad saw dengan sabar mengulanginya sampai tiga kali.

Kata Dimad “Baru kali ini saya mendengar susunan kalimat seperti ini. Saya banyak mendengar syair, jampi dukun, dan rangkaian kalimat rukiah”. Kata Dimad berikutnya, dan hidayah sudah masuk ke dalam hatinya,”Ulurkan tanganmu! Salami tanganku!Aku masuk.Islam”. Sambut Nabi Muhammad saw,”Kaummu akan diajak masuk Islam juga?”. Jawab Dimad, “Ya! (hadis dari Ibnu Abbas riwayat Imam Muslim). Inilah jalan Islam Dimad bin Tsa’labah Al-Azdi. Awalnya, mau “merukiah” Nabi Muhammad saw, tetapi kemudian justru Dimad-lah yang “dirukiah”.

Kelembutan Nabawiah

Wajar saja, kalau saja Nabi Muhammad saw memarahi Dimad, karena termakan berita hoaks, Namun, Nabi Muhammad saw menghadapinya dengan kelembutan seorang nabi. Para ulama menyebutnya al-hilmu an-nabawiyah (kelembutan kenabian).
Nabi Muhammad saw tak menolak tuduhan gila secara langsung. Namun, sikapnya kepada Dimad, jelas merupakan jawaban telak : bahwa tuduhan gila adalah keliru. Sangat tak mungkin, tutur kata yang indah, memukau, dan “menyetrum” itu datang dari orang gila.

Pelajaran untuk kita, sifat kelembutan Nabi Muhammad saw bisa kita serap, kita contoh misalnya dalam berdakwah. Kata ulama, dakwah itu mengajak, bukan mengejek. Materi dakwah disampaikan supaya jelas, bukan supaya puas. Nabi Muhammad saw dan Dimad tak berdebat lebih dahulu, langsung ingin masuk Islam. Kalimat demi kalimat yang disampaikan Nabi Muhammad saw langsung mengubah Dimad, sehingga jadi muslim.

Komunikasi yang Efektif

Nabi Muhammad saw sebagai komunikator. Dimad sebagai komunikan, Pesan atau isi yang disampikan Nabi Muhammad saw adalah serangkaian kalimat bermakna. Umpan balik komunikan kepada komunikator, dengan pesan seperti itu, adalah keberterimaan dan dan proses komunikasi yang efektif.

Pelajaran pula bagi para juru dakwah agar pandai menyusun isi atau pesan yang memukau, yang menggugah. Pesan yang disampaikan Nabi Muhammad saw tegas, tegak lurus, dan tak perlu tafsir. Dimad mampu mencernanya. Permintaanny kepada Nabi Muhammad saw sampai tiga kali, bukan tak mengerti, tetapi l karena isi pesannya memukaunya yang sama sekali baru didengarnya.

Hidayah

Tak semua orang masuk Islam setelah yakin Al-Quran itu firman-Nya dan Muhammad saw sebagai utusan-Nya. Ini menyangkut hidayah. Allah SWT melimpahkan kepada orang yang Allah SWT sendiri inginkan.

Nabi Muhammad saw sangat menginginkan agar Abu Talib mendapatkan hidayah-Nya, di akhir hayatnya. Hadis Al-Bukhari melukiskan keinginannya itu, dan harus “bertarung” pengaruh dengan Abu Jahal dan kawan-kawan. Namun, Allah SWT berkehendak lain, tak seperti yang diinginkan Nabi Muhammad saw.

Namun, Allah SWT melimpahkan hidayah-Nya kepada orang yang dikehendaki-Nya, sebagaimana ayat dalam Al-Qashash 56, “Sesungguhnya, engkau tak bisa memberi hidayah (meski) kepada orag yang engkau cintai, Allah memberi hidayah kepada orang yang dikehendaki-Nya”.

Tugas juru dakwah mengajak, menyampaikan, dan meyakinkan kebenaran ajaran-Nya. Nabi Muhammad saw berdakwah melalui surat kepada para kepala negara dan raja. Di antara mereka, ada yang menerima ajakannya, dan masuk Islam (seperti Raja Najasyi), ada yang menolak secara halus (seperti Kaisan Romawi), juga ada yang menolak secara kasar, misalnya, dengan merobek-robek surat dakwahnya. Untuk yang terakhir ini, balas Nabi Muhammad saw, “Negaranya akan ‘dirobek-robek’, sebagaimana dia merobek-robek surat saya”. Doanya diijabah. Negara Persia kemudian “dirobek-robek” pasukan tentara muslim dalam sebuah peperangan. (Dean Al-Gamereau).


Next Post

Silaturahmi Kapolda Metro Jaya Bareng Media: Jaga Sinergi, Perkuat Komunikasi

Ming Mar 9 , 2025
Jakarta – Polda Metro Jaya menggelar acara silaturahmi bersama insan media pada Kamis (6/3/2025) sore. Acara yang berlangsung di Lapangan […]