Bermitra Dengan GGF, Limousin Membangun Harga Diri Di Desa Astomulyo.


Korantangerang.com – Boleh jadi, Sarjono tak pernah berpikir sedikit pun sebelumnya akan sejajar dengan dua orang profesional yang menempati posisi prestisius di lingkungan Great Giant Foods (GGF). Lelaki yang ditaksir berusia 40-an tahun itu hanyalah peternak sapi, atau paling tinggi ketua kelompok peternak sapi, yang mau tak mau harus menyeimbangi isi seminar dan gaya seminar dua orang profesional GGF itu.

Kedua orang profesional dimaksud, Head of Local Sourcing PT Sewu Segar Nusantara, Vera Monika yang cantik dan Junior Manager Sustainability GGF, Gilang M. Nugraha yang ganteng. Sarjono pun sebetulnya tak kalah ganteng. Ia berkumis tebal, tak seperti Gilang yang hanya berkumis tipis dan tentu saja tak seperti Vera yang halus mulus tanpa kumis.

Tampil jadi narasumber ketiga, dengan moderator Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Provinsi Lampung, Asrian Hendy Caya, lelaki berbaju putih dan bertopi kuning itu mengakui baru kali pertama jadi narasumber seminar seperti ini. Sarjono merendah dan mengakui.

“Jadi kalau bahasa saya blepotan dan kurang maksimal, mohon maaf karena saya praktisi ndeso, berbeda dengan Mas Gilang atau Mbak Vera yang sudah sangat profesional,” kata Sarjono, praktisi ndeso ini.

Semua itu disadari atau tak disadari, sesungguhnya GGF telah membangun harga diri Sarjono, menariknya ke ruang publik dan memaksanya berbicara dalam seminar yang berkelas dan khas, dibawah tema “GGF Membangun Sosial Ekonomi Masyarakat Melalui Program Kemitraan Perusahaan” series 2, Rabu 12 Agustus 2020.

Ada pengarahan seminar dari Direktur Coorporate Affairs Director GGF, Welly Sugiono, dan ada pula pengantar seminar dari Gubernur Lampung, Ir. H. Arinal Djunaidi. Jadi, Sarjono bagian penting dari seminar berkelas dan khas itu.
Bagi Sarjono sendiri, seminar itu tampaknya jauh lebih berharga dari sekedar rombongan sapi yang diternaknya.

Jadi narasumber dalam seminar telah mengangkat lelaki yang mengaku praktisi ndeso itu ke tingkat status sosial yang lebih tinggi. Ini pula yang mungkin boleh disebut sebagai nilai tambah konsep Creating Shared Value (CSV) yang digulirkan GGF kepada masyarakat di sekitar perusahaan dan Sarjono tampil sebagai “mahkota” para peternak sapi setempat.

Cukup menguasaikah Sarjono mengenai konsep CSV atau perbedaanya dengan corporate social responsibility (CSR) atau mengapa GGF meninggalkan CSR lalu beralih ke CSV?. Ini bagian Gilang dan Vera yang fasih mendeskripsikannya atau menguraikannya, bukan Sarjono yang lebih fasih mendeskripsikan sisi praktis CSV. Lelaki dari Desa Astomulyo, Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah itu hakikatnya “produk” CSV yang digulirkan GGF, disadari atau tak disadari baik oleh GGF maupun oleh Sarjono sendiri.

Membedah “Rumah” Pemikiran Sarjono,
Mana yang lebih baik, materi Gilang dan Vera di satu pihak atau materi Sarjono di pihak lain dalam seminar GGF series 2 itu?. Kalau materi Gilang dan Vera itu deskriptif, abstrak, teoritis dan “melangit” maka materi Sarjono itu kongkret, “membumi” karena memang berbicara berdasarkan pengalaman di lapangan. Sarjono banyak melihat, banyak mendengar, dan banyak merasa tanpa harus “meminjam” mata, telinga, dan hati orang lain.

Kalau kemudian materi Sarjono lebih baik dan lebih asyik dari materi Gilang dan Vera sekaligus, maka itu tak lebih dari sekedar menunjukkan bahwa CSV yang digulirkan GGF memang sukses dan jadi kebanggaan peternak sapi khususnya. Sarjono punya kandang sapi di seberang sana, sekaligus juga punya “rumah” pemikiran untuk mengelola kelompok dan peternakan sapinya.

Sebagai mitra CSV Sapi Swadana PT Great Giant Livestock (GGL), Sarjono mendasarkan pola hubungan kemitraan pada konsep berbisnis bersama Tuhan. Ya, berbisnis bersama Tuhan, karena memang salah satu misi Kelompok Limousin, kelompok peternak sapi yang diketuai Sarjono sendiri adalah menjaga amanah dengan nilai-nilai berbisnis bersama Tuhan.

Sarjono benar, dan itu adopsi dari Pancasila yang menempatkan Tuhan sebagai sila pertama yang kemudian mewarnai sila-sila berikutnya. Sarjono, seorang Pancasilais!.

Berbisnis bersama Tuhan, kata Sarjono dalam seminar yang disaksikan publik secara nasional lewat zoom meeting ini, harus punya etika, tak semata-mata mencari keuntungan. Ini berkaitan dengan pemaparan Sarjono sendiri di bagian lain yang menyebutkan bahwa kemitraan berbisnis yang ditempuhnya agar bertambah berkah. Itu artinya, Sarjono menciptakan ikon bisnis yang mungkin baru, bisnis yang berkah, bahwa bisnis seharusnya mencari berkah, bukan mencari untung.

Sarjono seperti ingin mengatakan bahwa berbisnis bersama Tuhan adalah bisnis mencari berkah, bukan mencari untung. Pemikiran Sarjono, kalau bisnis mencari untung maka hanya akan menghalalkan segala cara, tetapi bisnis mencari berkah hanya akan menempuh cara-cara yang halal, agar hasilnya halal dan jadi berkah untuk semua. Itu keuntungan dan saling menguntungkan.

Oleh karena itu, dalam prakteknya, diakui Sarjono, ada etika bermitra, ada sinergi dan harmoni yang berkelanjutan antara kelompok petani di satu pihak dan perusahaan di pihak lain. Tak ada eksploitasi, tak ada pula hegemoni yang bertentangan dengan misi berbisnis bersama Tuhan.

“Kami bermitra, saling menguntungkan. Kami merasakan manfaat CSV yang digulirkan GGF. Sangat terasa!,”tegas Sarjono.

“GGF dengan CSV-nya itu, mendidik kami mandiri, punya daya tawar sehingga nanti tak lagi tergantung pada perusahaan,” tambah Sarjono.

Di luar dugaan, Sarjono berbicara pula revolusi mental seperti yang pernah dicanangkan Presiden Joko Widodo. Bagi Sarjono, pembangunan mental atau karakter itu harus didahulukan sebelum terjun ke dimensi praktis. Bagi Sarjono pula, berdasarkan pengalamannya, ternyata bukan masalah modal, melainkan masalah mental.

“Bangun dulu mentalnya, bangun dulu karakternya, baru kemudian modal,” tegas Sarjono, serius.

Dari Brahman ke Limousin

Tak ada lagi peternakan sapi di Desa Astomulyo, Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. Padahal dulu, kabarnya banyak warga Desa Astomulyo yang berternak sapi.
Untuk mempertahankan kehidupan sehari-hari, warga hanya mengandalkan hasil pertanian. Ketika itu, warga belum berpikir adanya peternakan sapi, apalagi sampai melibatkan warga sebagai peternak.

Pada tahun 1992, berdirilah PT Great Giant Livestock (GGL) yang bergerak dalam peternakan sapi dengan melibatkan warga melalui konsep CSV. Warga pun mulai berpikir tentang peternakan sapi sebagai sumber ekonomi alternatif. Tarap kesejahteraan warga desa bisa bisa meningkat.

Sejumlah warga mendirikan Kelompok Brahman dan menerima manfaat konsep CSV yang digulirkan PT GGL(GGF). Menurut Sarjono, Kelompok Brahman ini sebagai perintis, sebagai generasi pertama kelompok peternak sapi.

Generasi peternak sapi kedua lahir pada tahun 2009, bernama Kelompok Limousin, yang kemudian bermitra dengan PIR swadana, beranggotakan 16 orang dengan ternak sapi sebanyak 150 ekor. Tahun 2012- 2018, Kelompok Limousin masih terus bekerja sama dengan PT GGL dalam program PIR Wiener Gaduh.

Kelompok Limousin berkembang pesat pada tahun 2020. Ini ditandai dengan melonjaknya jumlah anggota jadi 85 orang dan populasi ternak sapi jadi 1.500 ekor.

“Kerja sama dengan PT GGL terus tumbuh dan berkembang dibalut dengan ikatan emosional dan binaan sejak awal. PT GGL sebagai of taker,”kata Sarjono.

Lebih dari itu, kata Sarjono lagi, selain memediasi penyuntikan modal melalui perbankan, PT GGL ikut mengawal pemeliharaan ternak sapi seperti penyediakan pakan dan kesehatan ternak, juga sampai ikut bertanggungjawab dalam pemasaran dengan segala pelatihan manajemennnya.

Dalam proses jual beli sapi dilengkapi dengan administrasi yang rapi dan terhitung modern. Ada pula pajak. “Kami dididik pula jadi pembayar pajak yang baik,” kata Sarjono.

Kelompok Limousin maju dengan visi dan misi yang bersinergi dengan konsep CSV. Visi Kolompok Limousin adalah membangun usaha kelompok tani ternak yang berkualitas berbasis kewirausahaan untuk kemakmuran dan memerdekakan finansial dan bermartabat.

Misinya, menjaga amanah dengan nilai nilai berbisnis bersama Tuhan, memberdayakan masyatakat dengan peningkatan kualitas SDM dan membangun wadah yang kuat agar mempunyai posisi tawar.

Dari sebuah desa, dari Kelompok Limousin yang mendapat manfaat konsep CSV guliran PT GGL (GGF), para peternak sapi seakan berpesan dengan bangga. “Mari cintai desa, mari betah tinggal di desa!. Berbanggalah jadi peternak sapi seperti kami, sambil merawat desa dan memakmurkan desa”.

Tak berlebihan, seperti kata Sarjono, peternakan sapi di desa ini akhirnya jadi daya tarik generasi muda desa setempat khususnya. GGF (PT GGL) dengan CSV-nya telah berhasil membangun harga diri mereka yang tak lagi sekedar peternak sapi, tetapi juga peternak yang cerdas, ceria dan cerah seperti Gilang dan Vera saat menyampaikan materi seminar.(C.R.Nurdin).


Next Post

Bamsoet Apresiasi Pemda DKI Jakarta Tingkatkan Kinerja Petugas PPSU

Ming Agu 23 , 2020
*Bamsoet Undercover Bersama Petugas Kebersihan Pemda DKI Jakarta* *JAKARTA* – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo kembali menyatroni kehidupan masyarakat bawah. […]