Pandeglang – Kekeringan yang melanda sebagian besar pesawahan di wilayah Kabupaten Pandeglang saat ini, diakui Ketua Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Pandeglang, Anton Khaerulsamsi, tidak hanya dipengaruhi oleh faktor alam semata. Karena siklus cuaca setiap tahunnya pasti berubah, dan tanda-tandanya pun sudah jelas.
Maka dari itu, Anton menilai dampak kekeringan pada ribuan hektar pesawahan di musim kemarau saat ini, juga diakibatkan oleh ketidak seriusan Pemkab Pandeglang, dalam upaya mengantisipasi, atau meminimalisir dapat perubahan musim tersebut. Hal itu terlihat dari tidak adanya solusi yang diberikan saat kekeringan melanda.
“Harusnya Pemkab Pandeglang, dalam hal ini dari Dinas Pertanian, bisa mengantisipasi, karena kan tiap tahun terulang seperti ini, dan ini kan siklus alam. Dan ini bukti kalau Pemkab sepertinya tidak pernah serius dalam antisipasi perubahan cuaca, hingga terkesan tidak pernah ada solusinya,” kata Anton, Jumat (5/7/2019).
Sementara bantuan yang diberikan selama ini, kerap kali tidak maksimal. Misalnya saja, bantuan pompa air yang tidak dibarengi dengan kapasitas selang yang mumpuni. Akibatnya, petani kesulitan menjangkau sumber air.
“Memang sering ada bantuan pompa air. Tetapi tidak penuh karena panjang selang yang diberikan kadang tidak cukup untuk menyedot sumber air,” sambungnya.
Belum lagi saluran irigasi yang juga tidak optimal. Anton menegaskan, pembuatan saluran irigasi cacing yang digadang-gadang pemerintah, acap kali sia-sia. Lantaran tidak diikuti dengan pembuatan saluran irigasi sekunder.
“Memang dibeberapa titik pemerintah membuat jaringan irigasi cacing. Namun sayangnya, tidak dibarengi dengan perbaikan atau pembuatan saluran irigasi sekunder, sehingga air tetap sulit mengalir,” jelas Anton.
Dia memandang, hal itu terjadi akibat minimnya koordinasi antara Dinas Pertanian dan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR). Sehingga pembangunan saluran irigasi tidak sesuai dengan kebutuhan petani.
“Mestinya, Distan berkoordinasi dengan PU untuk membuat aliran sungai yang bisa mengaliri areal pesawahan,” tambahnya.
Bukan cuma itu, Anton juga mengkritik pembangunan embung desa yang tidak berjalan baik. Karena keberadaannya tidak mampu mengatasi kekeringan yang terjadi di desa. Padahal sejatinya, embung dibuat untuk mengatasi kekeringan yang terjadi.
“Termasuk (koordinasi) dengan pihak desa untuk memastikan embung berfungsi dengan baik tidak. Masa setiap tahun terulang seperti ini? Kan tujuan buat embung untuk menampung air bilamana dimusim kemarau kekurangan air, bukan sekadar wisata,” bebernya panjang lebar.
Oleh karena itu, dirinya menuntut pemerintah menciptakan program yang inovatif untuk mengatasi kekeringan. Bila tidak, peristiwa kekeringan akan selalu terjadi di Pandeglang. Parahnya, hal itu akan mengganggu tingkat produktifitas pangan.
“Kekeringan ini kan sebagian besar melanda daerah yang menjadi lumbung pangan di Pandeglang, seperti di Kecamatan Cikeusik dan Sobang. Apalagi kemarau tahun ini, diprediksi akan sampai Oktober, lebih lama dibanding tahun lalu,” tandasnya. (Daday)