Pandeglang – Hari Penyandang Disabilitas Internasional, atau biasa dikenal dengan sebutan Hari Disabilitas Internasional (HDI), adalah sebuah ketetapan waktu yang diploklamirkan oleh Majelis Umum PBB sejak tahun 1992, guna membangun kesadaran masyarakat dan pemerintah, terhadap situasi para difabel di setiap aspek kehidupan, baik politik, sosial, ekonomi, maupun budaya.
Hari Disabilitas Internasional yang selalu diperingati disetiap tanggal 3 Desember tersebut, juga menjadi monentum dalam memperjuangkan hak-hak dan kesejahteraan para penyandang disabilitas disemua bidang. Bahkan untuk menguatkan itu, PBB pun menegaskan kembali realisasi dari hak asasi manusia, bahwa semua difabel adalah bagian yang tidak dapat dicabut dan tidak terpisahkan dari semua hak asasi manusia.
Namun demikian, merujuk dari ketentuan tersebut, sejatinya masih banyak yang kurang dalam rangka pemenuhan hak-hak para penyandang disabilitas ini, baik dalam sekala nasional, maupun sekala kecil di kabupaten kota. Contohnya di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, yang hingga saat ini dinilai sementara kalangan, baik ruang publik, ruang pelayanan, maupun fasilitas umun lainnya, belum berpihak pada penyandang disabilitas.
Hal ini ditegaskan Ahmad Subhan, selaku Pekerja Sosial Kabupaten Pandeglang, yang mengatakan, bahwa dari data sensus KPU pada saat Pileg dan Pilpres lalu, tercatat sebanyak 805 jiwa penyandang disabilitas, masuk pada Daftar Pemilih Tetap (DPT), diluar jumlah yang belum terdata, maupun para penyandang disabilitas yang belum memiliki hak pilih.
“Sebenarnya di Kabupaten Pandeglang saja, para penyandang disabilitas ini jumlahnya tidak sedikit. Maka itu, seharusnya setiap pembangunan sarana prasarana umum, maupun fasilitas umum lainnya, bisa berpihak dan ramah terhadap para penyandang disabilitas. Karena sejatinya, Pandeglang ini tidak hanya dihuni oleh mereka yang memiliki keadaan normal saja,” ungkap Subhan, Selasa (3/12/2019).
Masih menurut pria yang akrab disapa Aank, bahwa pada 11 Juni 2019 lalu, Antonio Guterres selaku Sekjen PBB, telah meluncurkan Strategi Inklusi Disabilitas PBB. Dimana strategi ini, menyediakan landasan untuk kemajuan yang berkelanjutan dan transformatif pada inklusi disabilitas, disamping penegasan kembali realisasi hak asasi manusia untuk semua difabel.
“Seharusnya kita, atau Pandeglang secara umum, dapat berpijak pada Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas yang diadopsi di tahun 2006, guna memajukan hak dan kesejahteraan penyandang disabilitas dalam implementasi Agenda 2030 nanti. Maka itu, jika saja setiap tahun Pemerintah Daerah selalu membangun fasilitas yang dibutuhkan para disabilitas pada setiap ruang publik, gedung umum, dan fasilitas umum lainnya, di tahun 2030 mimpi menjadi wilayah kesetaraan bagi setiap warga akan tercapai,” tegas Aank.
Demikian juga diungkapkan Ketua Perkumpulan Sahabat Difabel (Persada) Provinsi Banten, Memi Elmiliasari. Menurutnya, 3 Desember sebagai Hari Disabilitas Internasional, hanyalah titik awal sebuah momentum, yang ditetapkan untuk sama-sama di tafsirkan secara harfiah. Karena menurutnya, tidak menjadi penting bila peringatannya hanya sebagai ajang seremoni, bila maknanya tidak didapat.
“Memaknai mungkin lebih tepat menurut saya, bukan merayakan. Akan tetapi memaknai Hari Disabilitas Internasional ini, sejatinya pemerintah terus melakukan perbaikan-perbaikan terhadap setiap fasilitas pendukung disemua sektor, yang barang tentu akan mendukung potensi disabilitas untuk beraktifitas yang terfasilitasi. Sehingga para disabilitas dapat melakukan aktifitasnya sendiri tanpa bantuan,” ucapnya singkat. (Daday)