Kota Tangerang – Kecamatan Neglasari salah satu wilayah di Kota Tangerang yang terkenal dengan tempat pembuangan akhir (TPA) Rawa Kucing yang merupakan lokasi penampungan sampah bagi seluruh warga kota seribu industri sejuta jasa itu. Kendati demikian, perlahan tapi pasti, masyarakat Neglasari ingin mengubah stigma itu melalui program ketahanan pangan dan kelompok wanita tani.
Dibawah kepemimpinan Camat Neglasari, Tubagus S.S.AP.Msi dan Sekretaris Camat Neglasari, Edih S.sos, Msi mampu menginspirasi warga Neglasari menyulap wilayahnya menjadi lebih indah sekaligus tangguh. Melalui program ketahanan pangan, warga telah membuat 17 lumbung pangan yang telah berdiri di setiap wilayah Kecamatan Neglasari.
Camat Neglasari, Tubagus S.S.AP.Msi mengatakan, Dibangunnya Kampoeng taman wisata dan Rumah bibit kecamatan agar masyarakat tidak jauh-jauh untuk cari tempat hiburan dan rekreasi kemana-mana.
“Cukup di kampoeng sendiri, tidak harus mengeluarkan uang yang banyak, dan waktu dan gratis,”ujar Camat Neglasari.
Guna dari Kampoeng Taman Wisata menumbuhkembangkan warga masyarakat dalam menciptakan PHBS (Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat).
Salah satunya adalah kampung wisata dan rumah bibit yang berlokasi di Tangga Asem, RT 01 RW 05, Kelurahan Mekar Sari. Di lokasi itu, warga berhasil memanfaatkan lahan seluas 1.300 meter yang dahulunya digunakan untuk menumpuk sampah menjadi lokasi pembibitan tanaman.
Tak hanya menyulap lahan, keberadaan kampung wisata dan rumah bibit juga berhasil menumbuhkan kesadaran masyarakat setempat untuk hidup lebih baik. Dulunya, warga abai dengan kondisi kumuh di lingkungan tersebut. Sampah dibiarkan menumpuk. Namun saat ini, warga sadar dan mulai gotong royong menjadikan lahan itu layak dikunjungi dengan pertanian.
“Dahulu tempat ini sangat kumuh. Sampah dimana-mana bau dan kumuh. Alhamdulillah sekarang warga mulai sadar dan mereka semangat membangun ketahanan pangan,” ujar Sekretaris Camat Neglasari, Edih.
Lokasi tersebut kini nampak elok dengan ditanami berbagai macam tanaman pangan dan budidaya ikan. Terlebih, lokasinya yang tepat berada di bantaran aliran sungai Cisadane membuat suasana tambah asri. Ditambah dengan pemandangan bendungan pintu air 10.
Di kampung wisata dan rumah bibit juga terdapat gazebo yang bisa digunakan pengunjung untuk bersantai ria. Fasilitasnya pun cukup lengkap dengan adanya toilet.
Edih mengatakan upaya masyarakat dalam mengubah stigma lingkungan kumuh ini dilakukan secara mandiri. Untuk di kampung wisata dan rumah bibit ini warga mulai gotong royong sejak 10 Januari lalu. Anggaran yang didapat masyarakat kata Edih berasal dari patungan.
“Kita tidak minta ke Pemerintah. Untuk pembelian bibit dan pembuatan gazebo ini hasil patungan masyarakat. Namun setelah ini berjalan pemerintah masuk dengan membantu kebutuhan perlengkapan seperti paving blok,” kata Edih.
Lahan yang dimanfaatkan, kata mantan Lurah Gandasari, adalah milik negara. Pihaknya melakukan komunikasi dengan Balai Besar Wilayah Sungai Cisadane Ciliwung (BBWSCC) untuk memanfaatkan lahan tersebut.
“Rata-rata lahan yang kami gunakan adalah milik negara,” kata Edih.
Tak sulit dalam mendorong masyarakat Negalasari untuk mensukseskan program ketahanan pangan ini. Lantaran semangatnya sama, mereka ingin mengubah stigma kawasan kumuh menjadi layak dikunjungi.
“Supaya warga mandiri dan menikmati manfaat ketahanan pangan ini. Karena mereka juga ingin belajar,” kata Edih.
Edih mengatakan mulanya mereka membeli bibit berbagai macam tanaman pangan dan ikan. Namun seiring berjalannya waktu, warga mulai mandiri dan sudah dapat menyemai bibit sendiri.
“Tapi sebagian ada yang masih kita beli seperti caisim. Selebihnya, warga sudah kita ada penyemaian bibit mandiri, begitu juga dengan pupuk,” kata Edih.
Ketahanan pangan memang menjadi program pemerintah yang dianjurkan kepada masyarakat untuk mencukupi kebutuhan makanan sehat sekaligus mengurangi stunting. Terlebih, di masa Pandemi Covid-19 yang mempengaruhi roda perekonomian masyarakat.(Advetorial).