korantangerang.com – Sidang lanjutan perkara Ifranius Algadri pedagang HP yang didakwakan TPPU kembali digelar Pengadilan Negeri Tangerang,Selasa 14/6/2016 dengan pemeriksaan saksi “et de charge”.
Hadir sebagai saksi , Alvin Lim, SH, MSc, CFP, mantan wakil Presiden Bank of America sebagai pemilik mobil yang disita oleh Kejaksaan Negeri Tigaraksa dengan cara dirampas oleh pihak pelapor (Budi Santoso, David Susanto, Nazar dan Edward Arief) dari kekuasaan Ifranius pada tanggal 2 September 2015.
Atas perampasan tersebut Bpk Alviq Lim, SH, MSc, CFP melaporkan perkara perampasan tersebut ke Polres Tangerang dengan No LP/429/K/IV/2016 pada tanggal 8 April 2016.
“Budi Santoso, Edward Arief, David Susanto dan Nazar sudah dua kali dipanggil Polres Tigaraksa tetapi tidak hadir. Kalau mereka benar dan tidak bersalah kenapa takut untuk hadir dan diperiksa di Polres?” kata Alvin.
Alvin Lim mengatakan bahwa berdasarkan rekaman pembicaraan dengan Jaksa Kejati Sukanda dan Zaini mengakui bahwa penyidik hanya menerapkan pasal TPPU sebagai alasan penahanan dan sebenarnya tidak akan terbukti. Terdapat dugaan penyalahgunaan wewenang para penegak hukum dalam hal ini karena akhirnya memasukkan pasal TPPU sebagai pasal titipan dengan penerapan “kumulatif” dalam dakwaan sehingga apabila pidana penggelapan terbukti maka TPPU akan langsung diikutsertakan tanpa perlu dibuktikan.
Alvin mengatakan mobilnya tidak ada hubungan dengan kasus utang piutang ini,tapi kenapa disita oleh kejaksaan dan dijadikan korban oknum mafia hukum dengan pemaksaan pasal TPPU.
Setelah pemeriksaan saksi “Et de Charge” Alvin Lim, SH, MSc, CFP, sidang dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi ahli hukum pidana, Dr Arbijoto, SH, MH yang menjelaskan bahwa kasus ini sebenarnya adalah kasus perdata yang dipelintir menjadi pidana.
“Segala sesuatu yang berhubungan dengan Invoice dan jual beli dan utang piutang adalah Perdata.”jelasnya.
Semestinya Jaksa cermat dan melihat bahwa barang bukti adalah perkara perdata dan jangan dipaksakan. Menurutnya disini terjadi penyalahgunaan wewenang oleh para oknum penegak hukum dalam hal ini sehingga perkara perdata ternyata disidangkan secara pidana.
Arbiyoto berharap agar majelis hakim yang diketuai oleh Hakim Ketua Indra Cahya SH, MH dapat tegas dan memberikan keputusan karena hakim adalah wakil Tuhan di persidangan.
Masih adakah keadilan di Indonesia ini , bagaimana nasib anak usia 21 tahun bernama Ifranius Algadri yang menjadi korban permainan hukum ini.
Penasehat Hukum Ifranius, Luthy Yustika, SH, MH merasa sedih dan sangat kecewa ketika terdapat bukti perdata yaitu Surat Pernyataan tertanggal 01 September 2015 yg intinya surat pernyataan hutang terdakwa yg akan dilunasi dalam jangka waktu 3 tahun , tetapi pada tanggal 04 September 2015 Terdakwa sdh dilaporkan oleh PT SCM melalui Budi Santoso sebgai manager Legal.
Saksi Budi Santoso, saksi Edward Arief Hidayat, saksi Mario dan saksi verbalisan BRIGADIR ELVI RYANY, SH, juga memberikan kesaksian adanya surat tersebut, namun surat itu tidak dimunculkan sebagai alat bukti surat atau barang bukti.
Jadi dari fakta persidangan ini telah terbukti adanya upaya-upaya menjadikan perkara perdata atas nama Ifranius Algadri menjadi perkara pidana murni. Kemudian patut diduga telah terjadi penggelapan barang bukti surat yaitu Surat Pernyataan Tertanggal 01 september 2015 oleh penyidik.
Penasehat Hukum berharap Majelis Hakim dapat mengadili perkara ini secara objektif, tidak memihak dan takut kepada hukum Tuhan. Luthy Yustika sempat menitikkan air mata di persidangan ketika saksi ahli mengatakan bahwa hakim sebagai wakil Tuhan, karena kalimat itu memiliki arti yang sangat dalam, bukan hanya sebagai kalimat kiasan.
Yuthy akan terus berjuang bagi Ifranius dalam menegakan kebenaran dan keadilan, meski pun kebenaran dan keadilan yang hakiki hanyalah milik Tuhan.(Naser)