Korantangerang.com – Di Kabupaten Lebak terdapat sekitar 394 menara telekomunikasi, atau bangunan tower Base Transceiver Station (BTS). Dan dari total jumlah tersebut, diketahui baru 94 BTS yang telah mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Sementara sisanya, sekitar 300 BTS yang ada saat ini, sampai saat ino belum memiliki IMB.
Seperti halnya diakui Kepala Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal dan Informasi Penanaman Modal pada Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Lebak, Erdi Fitriadi, yang mengaku sejak tahun 2013 hingga Februari 2019, DPMPTSP Lebak, baru menerbitkan sekitar 94 IMB untuk BTS yang ada diseluruh Kabupaten Lebak.
“Dari data yang ada di kami, IMB untuk bangunan menara sejak tahun 2013 hingga Februari 2019 kemarin, baru sekitar 94 IMB. Dengan rincian di tahun 2013, kita menerbitkan 27 IMB, tahun 2014 menerbitkan 7 IMB, tahun 2015 menerbitkan 7 IMB, tahun 2016 kosong, tahun 2017 menerbitkan 8 IMB, tahun 2018 menerbitkan 35 IMB, dan hingga bulan Februari di tahun 2019 ini, kita telah menerbitkan sekitar 10 IMB untuk menara,” jelas Erdi pada awak media, belum lama ini.
Demikian juga ditegaskan Yahya Sukmana, Kepala Bidang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan pada DPMPTSP Lebak, menurutnya. Dari jumlah 394 tower yang ada, dan hanya 94 tower yang telah ber-IMB. Maka jelas, sisanya 300 tower tersebut ilegal. “Kalau tower belum memiliki IMB, ya ilegal lah,” ucapnya singkat.
Sementara itu, Haris, Kasi Tata Ruang, pada Bidang Tata Ruang di Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang, Lebak. Menurutnya, dari data hasil kajian konsultan bersama DPUPR, jumlah BTS yang sudah berdiri di Kabupaten Lebak per Desember 2018, sebanyak 390 BTS, sementara terhitung dari Januari hingga Februari 2019, ada penambahan sebanyak 4 tower BTS.
“Ketika perusahaan akan mendirikan bangunannya, harus mengajukan permohonan rekomendasi tata ruangnya. Dari hasil kajian yang kita lakukan, ketika perusahaan memasukan data via Sistem Informasi Tata Ruang (Sitaru), kita akan lihat kelengkapan datanya. Bila sudah fix semua, serta dokumennya sudah lengkap, ditambah titik kordinatnya masuk kedalam zona, baru kita buatkan Surat Keterangan Tata Ruang (SKTR)-nya,” ungkap Haris.
Dikatakannya juga, sebelum membangun sebuah tower BTS atau Saluran Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), terdapat beberapa tahapan proses yang harus ditempuh, sebelum diterbitkannya IMB atas bangunan BTS maupun SUTET itu. Baik dari segi tata ruang, yang rekomendasinya dikeluarkan oleh DPUPR, dan dari segi dampak lingkungan yang dikeluarkan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
“Untuk mendapatkan IMB atas bangunan tower itu, harus melalui beberapa proses. Dan ketika pola ruang masuk kedalam zona untuk pembuatan tower, maka kita akan keluarkan SKTR. Akan tetapi, nanti setelah SKTR itu keluar, ada dinas teknis lain lagi yang lebih spesifik. Karena dari kita sifatnya surat keterangan, yang lebih spesifik dikeluarkan oleh DLH, guna pembuatan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL) ditentukan jarak antara pemukiman dengan menara,” terangnya.
Secara terpisah, Kabid Tata Lingkungan DLH Lebak, Ivan Gura Ginting juga mengatakan, bahwa selama ini instansi lingkungan hidup itu, telah menerbitkan SPPL, sebanyak SKTR yang dikeluarkan oleh DPUR. “Jadi, apa yang dikeluarkan di tata ruang, biasanya sama dengan jumlah surat yang dikeluarkan oleh kami (DLH). Tapi menurut saya, terkait bangunan tower itu, lebih dominan ke tata ruang,” ujarnya. (Daday/TimTerasnetwork)