Pandeglang – Sejak awal bulan Januari 2020 ini, wabah Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, sudah menyerang sekitar 56 warga. Bahkan kasus DBD di Sumur pada awal tahun ini, bisa dikatagorikan sebagai kasus terdampak DBD terbanyak, bila dibandingkan dengan kasus DBD selama tahun 2019 lalu.
Hal ini pun diakui Camat Sumur, Ahmad Suhaerudin yang menegaskan, bahwa dalam beberapa pekan terakhir ini, warga Sumur yang terkena sengatan nyamuk Aedes Aegypti tersebut, bisa dikatakan melonjak drastis penderitanya, bahkan dikabarkan ada seorang penderita DBD yang sampai meninggal dunia.
“Pasein itu berasal dari tiga desa, Desa Sumberjaya, Kertajaya, dan Kerta Mukti,” ujarnya, Selasa (14/1/2020).
Heru menjelaskan, sebagian besar penderita kini sudah diperbolehkan pulang lantaran kondisinya mulai membaik. Hingga kini, hanya tersisa 11 pasien yang masih dirawat di Puskesmas Sumur.
“Dari total itu, kondisional, ada yang sudah sehat dan masih dirawat. Yang masih dirawat sampai kemarin sore ada 11 orang. Ada yang sudah geser pulang,” terang mantan Sekmat Pandeglang itu.
Heru mengakui, meningkatnya kasus DBD di Sumur karena faktor cuaca yang mulai memasuki pancaroba. Hal ini diperparah dengan munculnya genangan air disejumlah titik termasuk dampak dari bencana tsunami Selat Sunda yang masih terasa hingga kini.
“Ini kan pancaroba, terus pengaruh lingkungan banyak menampung air. Termasuk pasca tsunami juga mungkin berpengaruh. Tetapi memang peningkatan kasus meningkatan dengan kondisi cuaca saat ini. Apalagi telur nyamuk dalam kondisi tertentu, bisa bertahan berbulan-bulan,” beber Heru.
Dirinya mengungkapkan, tenaga medis di Sumur sudah melakukan penanganan sesuai standar. Setiap pasien yang terdeteksi terjangkit DBD, langsung dilakukan pemeriksaan dan uji lab. Dia mengakui, tidak seluruh penderita diberi pelayanan rawat inap.
“Terkait dengan penanganan, puskesmas sudah melakukan sesuai SOP. Setiap pasein yang datang, langsung ditangani dan dilakukan uji lab. Ketika dideteksi memang DBD, jika cukup dirawat di rumah ya cukup di rumah. Kalau harus dirawat di piskesmas, ya harus diinap. Kalau tidak mau dirujuk, puskesmas menyediakan pernyataan bahwa pasien tidak mau dirujuk ,” jelasnya lebih lanjut.
Bahkan dia menyebut, pihak kecamatan dan petugas kesehatan juga langsung melakukan observasi ke wilayah tempat tinggal pasien. Malah kegiatan fogging juga langsung dilakukan.
“Semua desa yang terdapat pasien, langsung diobservasi ke rumahnya untuk dilakukan identitifikasi awal. Kemudian kami juga sudah melakukan fogging lanjutan ke wilayah yang terdapat pasien,” tandasnya. (Daday)