Pandeglang – Dalam dua pekan terakhir di awal tahun 2020, jumlah penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah Kabupaten Pandeglang telah mencapai 80 orang. Dimana angka tersebut disumbang terbanyak oleh penderita akibat gigitan nyamuk Aedes Aegypti ini, dari Kecamatan Sumur yang mencapai 57 penderita, dan sisanya dari Kecamatan Majasari, Cibitung, Banjar, serta Pandeglang.
Hal ini pun diakui Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) pada Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Pandeglang dr. Ahmad Sulaiman yang mengatakan, bahwa jumlah penderita DBD di wilayah Kecamatan Sumur, bisa dikatakan lebih banyak bila dibandingkan dengan jumlah penderita DBD di kecamatan yang lain. Maka itu, untuk saat ini perhatian instansi kesehatan lebih mengarah ke wilayah tersebut.
“Peningkatan kasus DBD ini memang tidak mudah diagnosisnya. Satu hal yang harus dicamkan, diagnosis DBD itu harus lewat pemeriksaan laboratorium. Yang 10 itu, sebagian ada yang sudah pulang dan ada yang masih dirawat,” kata Sulaiman saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (15/1/2020).
Akan tetapi Sulaiman menjelaskan, meningkatnya DBD di Sumur bukan sesuatu yang mengagetkan. Mengingat kawasan Sumur dan Pandeglang pada umumnya, tergolong wilayah endemis DBD.
“Ini kejadian bisa terjadi dimana pun. Tinggal masalahnya, bagaimana masyarakat bisa mencegah terjadinya DBD. Karena penyakit ini yang disebabkan oleh virus yang dihantarkan oleh vektor nyamuk. Tapi yang jelas, Pandeglang memang endemis DBD,” jelasnya.
Meski meningkat, namun Dinkes belum mengarahkan kasus tersebut sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Soalnya Sulaiman menjabarkan, jumlah penderita yang muncul ini belum mengkhawatirkan.
“Indikator KLB dapat dilihat pada jumlah kasus penyakit DBD dalam rentang waktu tertentu, meningkat drastis hingga 2 atau 3 kali lipat dari biasanya. Kemudian dilihat dari angka kematian yang ikut meningkat,” terang Sulaimna.
Sementara saat ini lanjut Dia, belum ada korban jiwa yang disebabkan DBD. Adapun informasi mengenai adanya adanya balita yang meninggal dunia di Kecamatan Sumur, bukanlah disebabkan DBD. Melainkan adanya penyakit penyerta yang diderita korban sebelumnya.
“Beberapa kasus tiap demam di daerah tertentu, karena ini terjadinya di Sumur, di situ ada kasus DB, maka Sumur dikategorikan suspect DBD. Maksudnya baru terduga, belum tegak DBD. Satu yang meninggal itu pun bukan karena DBD. Setelah diperiksa, dia ada penyakit penyerta,” ungkapnya.
Walaupun sampai kini hanya 10 orang yang dinyatakan positif DBD, bukan berarti tidak berpotensi bertambah. Sebab, dimungkinkan ada warga lain yang mengalami panas, namun belum mendapat penanganan medis dari puskesmas.
“Jumlah yang positif bisa bertambah. Karena mungkin ada warga yang belum berobat ke puskesmas karena jaraknya jauh. Jadi belum membawa ke fasilitas kesehatan. Tindakan pertama, tenaga medis sibuk ke lapangan, mencari warga yang demam, dan dicurigai DBD untuk dibawa ke puskesmas,” katanya.
Sementara dalam mencegah meningkatnya kasus DBD di Pandeglang, Dinkes menyarankan masyarakat melakukan gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Upaya ini lebih efektif ketimbang melakukan fogging. Soalnya, kegiatan fogging hanya menyasar nyamuk dewasa, sedangkan jentik nyamuk masih bisa berkembang biak.
“Meski belum menonjol, sebaiknya dicegah dengan melakukan PSN. Karena gerakan itu dinilai lebih efektif daripada fogging. Kami imbau jika ada anggota keluarga yang mengalami panas, segera dibawa ke puskesmas sebagai langkah mencegah,” imbaunya.
Lebih jauh Sulaiman mengingatkan warga yang tinggal di wilayah padat penduduk, memiliki banyak tempat pembuangan sampah, untuk selalu waspada dengan penyebaran DBD. Ada sejumlah kecamatan yang perlu mewaspadai sengatan nyamuk Aedes Aegypti itu. Diantaranya daerah Kecamatan Carita, Panimbang, Majasari, dan Labuan.
“Penyakit ini seringkali menyerang kawasan yang padat penduduk, kemudian tempat yang banyak penampungan sampah, terutama sampah plastik, ban, itu bisa menjadi penyebaran nyamuk. Yang penting, kita memutus perkembang biakan nyamuk supaya tidak bisa berkembang di rumah atau lingkungan kita,” sarannya.
Pengelola Program Tular Vektor dan Zoonotik pada bidang P2P Dinkes Pandeglang, Darmadi menuturkan, KLB DBD terakhir dikeluarkan pemerintah pada tahun 2016 silam. Kala itu, jumlah penderita DBD mencapai 873 kasus dengan menelan 10 korban jiwa. Angka itu terus menurun dalam dua tahun berikutnya. Tahun 2017, terdata hanya ada 100 kasus DBD dengan 4 orang meninggal dunia.
“Lalu kembali turun ditahun 2018, dengan jumlah 82 kasus dan menghilang 2 nyawa. Tahun 2019, kasus DBD malah kembali meningkat hingga 10 kali lipat, yakni sebanyak 315 kasus. Akan tetapi, jumlah sebanyak itu tidak sampai menimbulkan korban jiwa,”
Dia mengatakan, melihat grafik tersebut, kasus DBD saat ini, merupakan siklus tiga tahunan. Tapi kalau dibandingkan tiga tahun lalu, kasus saat ini belum sebanyak Januari 2016.
“Jadi ini adalah siklus tiga tahunan. Karena mungkin dipengaruhi perubahan iklim dan cuaca. Termasuk ada prediksi akibat tsunami di Sumur. Apalagi jentik nyamuk bisa bertahan hingga 6 bulan,” bebernya. (Daday)