
Jumlah penduduk usia produktif di Banten pada Juni 2018 mencapai 68,61 persen dari total 12,7 juta orang. Angka tersebut menunjukkan, bahwa dari 100 orang penduduk Banten menanggung beban ketergantungan maksimal 46 orang penduduk usia tidak produktif.
Berdasarkan besaran angka tersebut, Banten sudah mengalami bonus demografi, dimana penduduk usia 15 – 64 tahun (usia produktif) lebih banyak dari usia penduduk 0 – 14 dan 65 tahun keatas (usia tidak produktif).
Dikatakan Anggota Komisi IX DPR RI Irgan Chairul Mahfidz, bonus demografi berkonsekuensi pada berbagai hal, diantaranya kebutuhan lapangan kerja yang lebih luas. Karena jika tidak terserap di lapangan kerja, yang terjadi adalah bertambahnya jumlah pengangguran, seperti yang dialami Banten pada medio Agustus 2018, dimana Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menjadi yang tertinggi di Indonesia.
“TPT Banten yang mencapai 8,52 persen pada Agustus 2018 menjadi peringatan bahwa kita gagal mengantisipasi bonus demografi ini,” ungkap Irgan disela-sela acara Promosi Pelayanan KB dan Kesehatan Reproduksi (KR) Berkualitas dalam era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bersama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan Propinsi Banten di halaman Kantor Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang, Rabu (28/11/2018).
Dijelaskan Irgan, nonus demografi pasti dialami setiap negara, dimana struktur penduduk sangat menguntungkan dari sisi pembangunan. Hal ini karena jumlah penduduk usia produktif sangat besar, sedangkan proporsi penduduk usia muda sudah semakin kecil dan proporsi penduduk usia lanjut belum banyak.
Bonus demografi, lanjutnya, mulai dinikmati bila angka beban ketergantungan terus mengalami penurunan hingga menjadi di bawah 50.
Masih kata Irgan, namun meskipun Banten sudah mulai mengalami bonus demografi tersebut, tapi belum tentu sepadan dengan konsep idealnya karena ada prasyarat yang harus dipenuhi.
“Prasyarat tersebut diantaranya kualitas sumber daya manusia harus terus ditingkatkan, kemudian lapangan kerja harus diperluas. Jika dua hal itu tidak terpenuhi, yang terjadi adalah ledakan penduduk usia produktif,” bebernya.
Ia juga membeberkan, dampak dari ledakan penduduk usia produktif yang tidak terserap lapangan kerja itu berkonsekuensi munculnya berbagai masalah sosial, diantaranya tingginya jumlah pengangguran dan tindak kriminalitas.
“Saat ini yang harus dilakukan para pemangku kepentingan adalah membuat kebijakan untuk memanfaatkan bonus demigrafi ini untuk meningkatkan produktifitas perekonomian daerah. Harus ada terobosan kebijakan agar generasi muda kita tidak menjadi penonton pembangunan,” tegasnya (Mul).