Wajib Belajar 12 Tahun Masih Sebatas Retrorika


Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) melakukan penelitian pendidikan tentang orientasi anggaran pendidikan yang berkeadilan pada program wajib belajar (wajar) 12 tahun. Hasil penelitian menyatakan belum adanya prioritas pemerintah daerah pada program ini.

Penelitian ini dilakukan di 20 kota/kabupaten yang dipilih secara random (acak) yakni, Kabupaten Aceh Besar, Kota Banda Aceh, Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Bengkalis, Kota Palembang, Kabupaten Bandung, Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Kebumen, Kota Pekalongan, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Bojonegoro, Kota Malang, Kabupaten Mempawah, Kabupaten Maros, Kabupaten Jembrana, Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten Kupang, dan Kota Pare-Pare.

Hasil survei ini dipublikasikan dalam diskusi publik ‘Peluncuran Buku Temuan Hasil Riset Wajib Belajar 12 Tahun’, di Bakkoel Koffie, Jalan Cikini Raya Nomor 25, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (30/3/2017), dengan mengangkat tema ‘Menagih Janji Kebijakan Program Wajar 12 Tahun’.

Seperti yang diketahui, program wajar 12 tahun ini adalah salah satu program dari Nawacita. Namun menurut JPPI hal ini masih belum beranjak dari sekedar retrorika saja.

“Ada saya bilang di sini wajar 12 tahun masih sebatas retorika, di lapangan belum berjalan dengan baik, dari 20 kabupaten atau kota yang kita teliti juga, tidak ada satu pun yang mengalokasikan dana APBD mereka untuk wajar 12 tahun,” kata Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji saat ditemui.

Menurut Ubaid di 20 daerah ini masih menggunakan istilah wajar 9 tahun, dan belum ada komitmen dalam implementasi wajar 12 tahun. JPPI juga mengomentari alokasi dana pendidikan tahun 2016 di daerah yang mencapai 32,6 persen.

“Sekilas sudah bagus, kebanyakan berasal dari dana transfer, tapi jika dipisahkan dana murni yang berasal dari daerah tidak sampai 20% untuk pendidikan, tapi kebanyakan pemerintah provinsi hanya menganggarkan 10%, ini sangat ironis, hanya DKI saja yang menggunakan lebih dari 20% dana daerahnya untuk pendidikan,” ujarnya.

Temuan lainnya adalah penyelenggaraan pendidikan di daerah belum berorientasi pada kualitas guru. Menurut Ubaid, kesejahteraan yang diterima guru tidak berbanding lurus dengan peningkatan kualitas.

“Hasil uji kompetensi guru, terakhir tahun 2016, itu skornya belum beranjak dari 53,05, kalau anak sekolah itu kan tidak lulus, gurunya saja dapat skor segitu, bagaimana kualitas murid nanti,” imbuh Ubaid.

Dari hasil penelitian ini, Ubaid berharap gagasan wajar 12 tahun jangan sampai kandas sebelum berlabuh. Maksudnya, hal ini harus terwujud dalam pendidikan di Indonesia.

“Karena ini penting untuk upaya peningkatan kualitas dan daya saing bangsa, melalui pendidikan pengembangan pengetahuan, keahlian, serta keterampilan generasi muda bisa bertambah,” imbuhnya.

JPPI juga menawarkan sebuah website bagi sekolah maupun wali murid yang mempunyai masalah tentang pendidikan. Mereka bisa melaporkan atau mengadu terkait pendidikan ke Laporpendidikan.com. Hal yang dilaporkan akan diteruskan dan ditindaklanjuti oleh JPPI ke lembaga terkait. @sinta


Next Post

Mobil Kesayangannya Hilang di Purwakarta, Samuel Zylgwyn Panik

Kam Mar 30 , 2017
Aktor Samuel Zylgwyn baru saja kehilangan mobil kesayangannya berjenis Kijang Innova dengan nopol cantik B 2 MUE. Mobil tersebut hilang […]