Rekor Baru Jokowi : Presiden Paling Banyak Menggelar Rapat!!


Oleh : Hersubeno Arief

Konsultan Media dan Politik

 

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto punya info menarik soal gaya dan kebiasaan beberapa Presiden RI dalam memimpin pemerintahan.

 

Kebetulan Wiranto pernah menjadi pembantu empat  presiden, yakni Soeharto, BJ Habibie, Abdurahman Wahid dan  Joko Widodo.

Wiranto hanya absen menjadi menteri selama Megawati Soekarno Putri  dan Susilo Bambang Yudhoyono menjadi presiden.

 

Menurut Wiranto, dari empat orang presiden tersebut, Jokowi adalah presiden yang paling banyak menggelar rapat. Dalam satu hari, Jokowi bisa menggelar dua sampai tiga rapat. Dalam sebulan rapat yang digelar Jokowi bisa mencapai 36 kali rapat. Sungguh dahsyat!

 

“Saya jamin pemerintah Jokowi-JK ini yang paling baik. Tidak ada hari tanpa rapat terbatas,” Menurut Wiranto rapat sebanyak itu sesuai dengan nama kabinet Jokowi, yakni Kabinet Kerja. Jadi “kerja…kerja….kerja…”

 

Suasana kerja di masa Jokowi,  kata Wiranto sangat berbeda. Jauh lebih mantap dibandingkan dengan pemerintahan sebelumnya.

 

Di era Presiden Soeharto, Wiranto adalah Menteri Pertahanan dan Keamanan merangkap  Panglima ABRI. Saat Soeharto berkuasa, rapat dilakukan lima kali dalam satu bulan, terdiri dari satu rapat paripurna, satu rapat kementerian koordinator, dan satu rapat cadangan.

 

Pada masa pemerintahan Habibie yang berlangsung singkat, Wiranto tetap menjabat posisi yang sama sebagai Menhankam/Pangab. Di zaman Habibie, rapat dilakukan dua kali dalam satu pekan.

 

Ketika pemeritahan berganti ke Presiden Abdurahman Wahid, posisi Wiranto menjadi Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polkam).

 

Suasananya jauh lebih santai. Rapat sangat jarang dilakukan dan frekuensinya tidak teratur. “Saya pernah usul ke Gus Dur kalau rapat menteri ke Polkam saja, nanti dilaporkan ke presiden. Katanya, ya bagus itu,” kata Wiranto.

 

Kebanyakan rapat produktivitas menurun

 

Benarkah banyaknya rapat menunjukkan kinerja dan produktivitas?

 

Sebuah penelitian yang digelar oleh Sharp di Inggris (2014) menunjukkan kebanyakan rapat bisa menurunkan produktivitas. Rapat dan presentasi yang terlalu sering juga membuang-buang waktu.

 

Dengan rata-rata jam kerja selama 8 jam/hari  selama 5  hari, maka waktu kerja adalah 40 jam. Bila dalam sehari digunakan untuk rapat selama 1-1,5 jam, maka setidaknya waktu kerja sudah berkurang 5-7,5 jam.

 

Lho bukankah rapat maupun presentasi  juga bagian dari kerja? Dalam penelitian tersebut terungkap, satu dari delapan orang  tertidur selama presentasi kerja. Satu dari 10 orang  merasa bosan saat presentasi. Saking bosannya, mereka rela berbohong demi bisa meninggalkan ruang presentasi.

 

Sedangkan sebanyak enam dari 10 orang (61 persen) mengatakan, mereka menganggap presentasi itu terlalu lama, dan 56 persen lainnya menganggap pembicaranya lah yang membosankan.

 

Sisanya, mengaku tetap antusias dan bersemangat mengikuti presentasi. Hanya seperlima (21 persen) saja yang ingin sekali menginterupsi rapat tetapi tidak mendapat kesempatan untuk melakukannya. Hal itu membuat sepertiga (34 persen) peserta tetap tenang menghabiskan sisa waktu presentasi dengan melamun.

 

Tapi itu kan penelitian terhadap para karyawan. Pasti berbeda dengan para menteri yang merupakan orang pilihan. Apalagi kalau yang memimpin adalah seorang presiden yang sangat doyan kerja seperti Jokowi.

 

Seorang menteri tidak mungkin hanya bekerja 8 jam sehari dan 5 hari dalam sepekan. Kalau perlu sehari kerja selama 24 jam, Sabtu dan Minggu juga tetap kerja.

 

Saking beratnya menjadi menteri, Wiranto sambil bercanda menawarkan untuk bergantian menjadi menteri.

 

Berapa jam kerja yang dihabiskan untuk rapat?

 

Mari kita berhitung berapa jam kerja para menteri Kabinet Kerja yang dihabiskan untuk rapat. Bila benar seperti yang dikatakan oleh Wiranto rata-rata sebulan bisa mencapai 36 kali rapat, maka setidaknya dalam sebulan para menteri menghabiskan waktu untuk rapat sebanyak 36-72 jam bila durasi rapatnya antara 1-2 jam. Itu kalau rapatnya efesien.

 

Ditambah dengan rapat-rapat internal kementrian, bisa dibayangkan berapa waktu yang dihabiskan untuk rapat saja.

 

Jumlah  Kabinet Kerja sebanyak  34 menteri dan 8 orang setingkat menteri,  total ada 42 orang. Bila Rapat Paripurna maka semua pejabat tersebut harus hadir. Tinggal hitung berapa total jam para pejabat tinggi tersebut yang dihabiskan untuk rapat.

 

Belum lagi bila kita menghitung tingkat kemacetan di Jakarta yang kian hari kian parah, berapa jam waktu yang diperlukan untuk pulang pergi dari kantor masing-masing ke istana.

 

Bagi para menteri yang kantornya berada di seputar Istana Kepresidenan, mereka beruntung karena tidak perlu menghabiskan waktu terlalu banyak di jalan. Namun untuk menteri yang kantornya cukup jauh dari istana, katakanlah Menteri Pertanian yang kantornya berada di kawasan Ragunan, Jakarta Selatan, berapa jam waktu yang dipergunakan untuk pulang pergi.

 

Yuk coba kita hitung-hitung. Pada jam-jam kerja normal, waktu tempuh antara Ragunan ke Istana setidaknya diperlukan waktu 1,5 jam. Pulang pergi memerlukan waktu 3 jam. Jadi sang Menteri Pertanian setidaknya menghabiskan waktu di perjalanan   selama  3 jam x 36  rapat  atau total 108 jam.

 

Harap dicatat Presiden Jokowi menerapkan standar pengawalan dan rangkaian kendaraan kepresidenan tidak boleh menggunakan sirene dan tidak boleh melakukan penutupan jalan. Sebuah kenikmatan untuk para pejabat dimasa pemerintahan sebelumnya, kini tidak berlaku lagi.

 

Kalau presiden saja tidak boleh, tentu para menteri juga tidak boleh memanfaatkan kemewahan itu. Perjalanan menjadi lebih lama. Kapan kerjanya?
 

Berbahaya bagi kesehatan

 

Berdasarkan sebuah penelitian, kerja ataupun rapat dengan duduk terlalu lama juga berbahaya bagi kesehatan. Sebuah studi yang dilakukan oleh Dr. Alberto J. Caban-Martinez, seorang dokter sekaligus ilmuwan di University of Miami, menunjukkan rapat terlalu lama bisa menyebabkan kegemukan, penyakit diabetes tipe 2 dan berbagai penyakit lainnya.

 

Studi yang diterbitkan dalam jurnal Preventing Chronic Disease itu menyebutkan dengan mengurangi durasi rapat dan mengubahnya menjadi rapat sambil berjalan, terbukti efektif mengurangi ketidakhadiran para pekerja dengan alasan kesehatan. Para karyawan lebih sehat dan lebih bersemangat untuk kerja.

 

Percobaan yang dilakukan selama tiga pekan terhadap sejumlah karyawan, rapat selama 30 menit sambil berjalan membuat produktivitas mereka kian meningkat.

 

Selain lebih sehat karena tubuh terus bergerak, suasana di sekitar lokasi rapat yang berganti-ganti menstimulasi mereka menjadi lebih kreatif dan datang dengan gagasan yang lebih segar.

 

Memanfaatkan teknologi

 

Dengan memanfaatkan teknologi, rapat maupun presentasi sesungguhnya bisa dilakukan secara efesien dan tidak memerlukan waktu terlalu lama.

 

Materi rapat bisa disirkulasi lebih dahulu melalui berbagai jalur komunikasi. Bisa melalui email, medsos dan berbagai perangkat digital lainnya. Peserta rapat tinggal bertemu untuk membahas beberapa detil penting dan mengambil keputusan. Sangat efesien.

 

Kehadiran fisik juga bisa dikurangi dengan menggunakan video conference, melalui perangkat personal seperti  skype, facebook dll.

 

Dengan tingkat kemacetan super parah seperti Jakarta, berkurangnya rapat secara fisik menjadikan jalannya pemerintah bisa lebih efektif. Tidak perlu menghabiskan waktu berlama-lama dalam perjalanan, apalagi duduk terlalu lama karena bisa membahayakan kesehatan.

 

*Lebih sehat, lebih produktif dan selebihnya bisa dipakai kerja…..kerja….kerja.*end


Next Post

Polda Banten Beri Bantuan Untuk Korban Kebakaran Baduy

Sen Mei 29 , 2017
  LEBAK – Sekitar 84 rumah di Desa Kanekes Kampung Cisaban II Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten, hangus dilalap api. […]