Danau Toba Jadi Tempat Budidaya Ikan Berkelanjutan


Korantangerang. Com – Budidaya ikan air tawar dengan sistem Keramba Jaring Apung (KJA) yang berkelanjutan dan ramah lingkungan tetap diperlukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi
ikan nasional yang diprediksi mencapai 40 kg ikan per kapita di tahun 2019. Dari jumlah tersebut, 60 persen kebutuhan akan berasal dari ikan hasil budidaya yang metode utamanya menggunakan
Keramba Jaring Apung (KJA).

 

Hal ini terungkap dalam Diskusi Keramba Jaring Apung yang diselenggarakan oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) di Yogyakarta (10/18).

Menurut Ketua Umum MAI Prof. Dr. Rochmin Dahuri dalam pertemuan International Conference on
Aquaculture Indonesia di Jogja (10/18), besarnya produksi ikan air tawar yang dihasilkan dari metode
KJA membuktikan bahwa KJA merupakan ujung tombak bagi pemenuhan kebutuhan protein hewani
yang terjangkau bagi masyarakat, yakni ikan.

 

Adanya KJA di perairan umum adalah untuk mendukung visi Presiden Joko Widodo bahwa nelayan harus mampu meningkatkan kemampuan budidaya ikan untuk mengurangi ketergantungan pada ikan hasil tangkapan.

 

Terganggunya KJA akan berdampak
tidak hanya pada sektor ekonomi masyarakat, namun juga stabilitas pangan nasional.

Untuk diketahui, sejumlah pemerintah daerah tengah mengkaji pengurangan KJA di waduk dan danau
di wilayahnya karena jumlah ikan yang dianggap melebihi daya dukung waduk/danau membuat pemberian pakan berlebihan. Pemberian pakan berlebihan dituding sebagai penyebab tercemarnya perairan. Sementara Prof. Endi Kartamiharja, pengamat dan peneliti perikanan menyatakan bahwa
tudingan KJA sebagai sumber utama pencemaran di perairan umum tidaklah benar. Sebab, pencemaran perairan umum disebabkan oleh banyak sumber, yakni limbah rumah tangga, industri,
hotel, pertanian dan peternakan yang dibawa sungai dan erosi tanah yang terbawa arus sungai saat hujan.

Lebih jauh Prof. Endi menjabarkan pengurangan KJA memiliki konsekuensi kerugiaan ekonomi yang
besar. Sebagai contoh adalah KJA di Danau Toba, pengurangan KJA di danau tersebut berpotensi menyebabkan kerugian ekonomi yang berasal dari nilai ikan yang dikurangi produksinya, nilai benih, pakan ikan, KJA dan pengapungnya yang tidak digunakan, tenaga kerja yang menganggur, serta
hilangnya kesempatan ekonomi turunan bagi warga sekitar KJA (warung makan, penjual kopi, transportasi, buruh, dll).

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara, Mulyadi Simatupang dalam kesempatan lain mengatakan bahwa visi misi gubernur Sumatera Utara dalam pemerintahan adalah masyarakat yang maju, aman, sejahtera, dan bermartabat. Selain bermartabat secara sosial-ekonomi,
tetapi juga bermartabat secara ekologi. Salah satunya dengan mendukung keberlangsungan Keramba Jaring Apung melalui program pembinaan. Berbagai kajian dan diskusi Keramba Jaring Apung menjadi bahan pertimbangan untuk membuat kebijakan-kebijakan yang win-win solution.

Data dari Asosiasi Pakan Ikan (GPMT 2018) menunjukkan KJA yang berada di Danau Toba seluas 0,375
km² dari seluruh luas danau yang mencapai 1.124 km², namun mampu memproduksi ikan sebanyak
62.000 ton/tahun. Jika dibina dengan baik, KJA juga dapat dimanfaatkan untuk mendukung sektor pariwisata dengan membangun sentra tempat makanan berbasis hidangan ikan di atas waduk,
misalnya. Ini akan menciptakan sejumlah lapangan kerja dari sisi rumah makan, persewaan perahu,dan lainnya. Pungkasnya

(mul)


Next Post

Tiga Pilar Kecamatan Neglasari Gelar Apel Siaga Banjir

Jum Nov 23 , 2018
Korantangerangcom – Tiga Pilar Kecamatan Neglasari menggelar apel Gabungan Siaga Banjir tingkat Kecamatan Neglasari bertempat di Alun-alun Neglasari, Jalan AMD […]